Di belakang saya, sejauh lemparan kerikil, ada teman-teman lain yang sibuk mendirikan tenda tempat kami akan menghabiskan malam. Tenda itu secara sengaja saya sebut sebagai hotel berbintang seribu. Begitu malam tiba bisa menyaksikan perpaduan air laut, bintang dan rembulan di depan tenda. Aroma garam tercium dari segala penjuru.
Tentang rencana-rencana selama di Wediombo
Belum tengah malam ketika kami masing-masing memilih balik ke peraduan yang sudah dipesan sebelumnya. Sebelumnya kami duduk melingkar sembari mendengarkan cerita dari teman-teman WOSS (Wediombo Surf Society) tentang kegiatan surfing mereka. sebenarnya tujuan utama datang ke Wediombo adalah untuk mengenal dan bermain surfing langsung dengan ahlinya. Itu rencana awalnya, eh ternyata tetep ditebengi rencana-rencana lain (mungkin juga rencana nyari gebetan baru).
"Pagi besok setelah subuh kita siap-siap berburu sunrise di pantai Junwok." Begitu instruksi yang saya dengar sebelum benar-benar memejamkan mata.
Pikiran saya sudah jauh ke perjalanan yang tidak mudah. Beberapa kali ke Junwok (yang jaraknya sekitar satu kilo dari Wediombo) saya harus jalan kaki karena kelemahan saya yang susah menaklukan medan.
Maka saya putuskan saja jika esok tidak akan ikut berburu sunrise. Saya akan diam di tenda dan tidur sampai matahari benar-benar membakar kulit.
Itu yang saya inginkan, nyatanya begitu pagi tiba, bahkan sebelum matahari mengintip dari celah bukit, saya sudah duduk maanis di bawah batu karang Junwok sambil tersenyum lebar menatap lensa kamera. Tuhan, ternyata saya memang mudah tergoda. Jadi saya yang niatnya enggak mau repot pindah pantai, justru paling semangat (maklum adanya tebengan membuat semuanya tampak mudah dan nagih).
Pantai selalu menawarkan kemagisan. Keanggunan yang alami dengan komposisi yang sulit untuk ditandingi. Pasir putih selalu menjadi hal pertama yang wajib disentuh jika sudah mendekam di pantai. Yang kedua dan wajib adalah riak air yang dibawa ombak dari tengah laut. Sebuah magnet yang sulit untuk dihindari.
Siang itu Wediombo berhasil membuat saya merasakan sensasi yang berbeda dari kunjungan  sebelumnya. Bukan karena  sempat nyasar, bukan pula karena teman-teman baru yang mengelilingi namun karena pada hari itu untuk pertama kalinya saya bisa mencicipi yang namanya surfing. Di atas papan surfing saya bisa bersahabat dengan ombak.
Saya tidak bisa berenang, serius. Kadangkala takut pada ombok namun juga sangat ingin memeluknya.