Mohon tunggu...
mi imut
mi imut Mohon Tunggu... -

Tertarik dunia junalistik

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Asu Panteng

6 Juli 2010   17:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:03 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pukul setengah lima saya terbangun, kemudian membangunkan Rina dan Pardi. Setelah berkemas kami pun pamit kepada Deng Rumpa. Ia menatap kami dengan tatapan tak percaya. Penduduk asli pun tidak berani bepergian jika suasana kampung masih gelap. Dengan berat hati Deng Rumpa melepas kepergian  kami.

"Jika melihat sesuatu yang aneh jangan pernah menegur atau jika terjadi sesuatu segera minta

pertolongan sama orang kampung," nasihat Deng Rumpa. Dengan keteguhan hati kami pun melanjutkan perjalanan. Asu Panteng mungkin ada tapi, saya berharap kami tidak pernah bertemu dengannya.

****

Suara binatang mulai menyapa kami saat menginjakkan kaki di depan rumah Deng Rumpa. Kami mulai memasuku kawasan hutan. Perjalanan menanjak dan jurang di sisi kanan siap menelan tubuh kami jika tidak hati-hati. Matahari pun tampak enggan menampakkan sinarnya walau waktu telah menunjukkan pukul 06.00. Kabut pun seakan bernyanyi menyambut kedatangan kami. Perjalanan masih lima jam lagi. Diperkirakan kami tiba sebelum puku; 12.00.

" Aku lelah Beddu, kita istirahat dulu," keluh Rina sambil mengusap wajahnya yang telah dibasahi keringat.

"Okay,kita istirahat sejenak," ujarku sambil menyandarkan career.

Tiba-tiba suasana hutan hening, tak ada suara sahut-sahutan binatang, tumbuhan pun seolah layu seketika.

"Ada apa Pardi?" ujarku berbisik.

"Menunduk...menunduk," bisik Pardi sambil menyentakkan kepalaku dan kepala Rina serentak.

Betapa terkejutnya kami, ketika menggelindding diatas kepala kami bola api sebesar buah kelapa. Bola api ini menirukan suara lolongan anjing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun