"Aku tak mau ayah nanti akan dijuluki sebagai koruptor kalau tak berkuasa lagi," sambungku dengan nada pelan.
"Kamu masih kecil. Belum mengerti apa-apa. Suatu saat nanti kamu akan paham," ujar ayah dengan suara bijaksana.
Ayah kini harus menjalani hidup dalam bui sesuai dengan perbuatannya yang telah merugikan negara lewat aksi purbanya. Predikat koruptor telah distigmakan kepada orang tua ku oleh semua orang di kota kami dengan nada garang. Ayah dinyatakan bersalah karena menerima uang sogokan dari bawahannya dalam sebuah operasi tangkap tangan dari KPK.Â
Kami sebagai anak pun harus menerima beban hidup atas perbuatan ayah sebagai anak koruptor. Sebuah julukan yang amat melukai hati dan jiwa kami. Setetes aib yang harus kami tanggung selama badan masih dikandung.
Aku hanya menghela nafas panjang. Sementara malam semakin menua seiring terlelapnya aku dalam mimpi panjang sebagai anak seorang koruptor.
Toboali, Jumat barokkah, 10 Desember 2021
Salam sehat dari Kota Toboali
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H