Cerpen : Pak Gendut dan Rasa Sesal Berkepanjangan
Pesona cahaya rembulan emas mulai terlihat di ufuk Timur. Seorang lelaki tampak bergegas meninggalkan sebuah rumah. Membelah jalanan Kota  yang mulai ramai dengan seliweran suara knalpot kendaraan yang saling bersahutan meramaikan malam. Sebuah ornamen dari kemajuan sebuah Kota.
Mengendarai sepeda motornya, lelaki itu membelah malam. Saling berkejaran dengan kerlap kerlip bintang dilangit. Seolah-olah mareka sedang berkompetisi para pembalap yang sedang beradu kecepatan di arena motorcros. Dan sebuah kios yang terletak ditengah Kota adalah tujuan lelaki itu. Tempat persinggahan malamnya. Dan entah apa yang dikerjakannya di kios itu. Tapi biasanya sekitar jam sembian malam lelaki itu kembali membelah malam menuju tempat tinggalnya seiring dengan ditutupnya kios oleh pemiliknya.
Beberapa orang yang mengenalnya terkadang kaget melihat perilaku lelaki itu. Kadang para pengenalnya bertanya soal kehadirannya di kios itu.
" Lagi ngapain Pak Gendut disini? Cari koran dan majalah ya? Atau ada sesuatu yang ditunggu?," tanya para pengenalnya.
" Cari angin segar saja," jawab lelaki yang sering dipanggil Gendut itu dengan nada suara hambar.
Dimata para penghuni Kota, Gendut adalah orang dekat petinggi daerah sebelum pemegang kekuasaan daerah itu lengser. Segala urusan petinggi daerah yang berurusan dengan masyarakat dan masalah sosial biasanya diurus oleh lelaki muda itu. Tak heran bila lelaki berperawakan Gendut banyak dikenal masyarakat. Mulai dari kaum muda hingga kaum tua. Mulai dari ketua organisasi kepemudaan hingga pengurus masjid. Semua mengenal Gendut.
Kini semenjak petinggi daerah lengser, Gendut mempunyai kebiasaan baru sebagai pemberi informasi dan pencari data. terutama yang berasal dari berita-berita di media massa. Maklum selama memimpin daerah, petinggi daerah banyak dikritik para tokoh muda dan aktivis LSM daerah karena dianggap gagal memimpin daerah.
" Kamu saya tugaskan untuk memantau berita-berita tentang saya di koran. Dan infonya kamu sampaikan kepada saya," pesan petinggi daerah kepada Gendut.
" Apalagi kamu kan paham dan tahu saya mau mencalonkan diri kembali sebagai petinggi daerah," lanjut petinggi daerah memberi arahan kepada Gendut.
" Iya. Jangan sampai kamu salah menyampaikan informasikan kepada Bapak. Ntar kalau Bapak keok dalam Pilkada nanti kamu juga susah,' celetuk Ibu petinggi daerah.
Dan hanya diksi siap yang terlontar dari mulut Gendut.Â
Sementara malam makin meninggi. Cahaya makin memudar seiring dengan makin memudarnya cahaya malam. Â
Dalam beberapa malam ini, terutama tiga malam menjelang masa pencalonan kepala daerah, para warga sudah jarang melihat Gendut berada di kios itu. Tak terkecuali pemilik kios. Soalnya dirinya seringkali mendapat pertanyaan dari para pelanggan di kiosnya.
" Sudah tiga malam ini saya tak melihat Pak Gendut. Biasanya kan Bapak-bapak tahukan perilaku Pak Gendut. Saban malam pasti ada di kios ini," jawab pemilik kios.
" Kemana ya beliau," tanya para pelanggan kios dengan rasa penasaran. Dan sejuta tanya pun mareka apungkan ke langit nan biru. Sejuta tanya mareka kibarkan ke angkasa yang luas. Namun tak seorang pun bisa menjawabnya. Jagad alam pun hening. Angin malam pun enggan menghela. Cahaya bintang dilangit pun enggan berkedip sebagai tanda tak menjawab.
Para warga Kota terjaget-kaget dan setengah tak percaya saat mendengar berita tentang tertangkap tanganya Pak Gendut oleh aparat penegak hukum. Disinyalir Gendut merupakan kaki tangan petinggi daerah yang terlibat dalam aksi gratifikasi. Lewat gendut lah sejumlah aliran dana diterima petinggi daerah dari para kontraktor saat petinggi daerah masih menjabat. Dan lewat Gendut pula petinggi Daerah melakukan tindakan pencucian uang.
" Saya sama sekali tak menyangka gendut bisa berbuat kotor itu," cerita para warga Kota.
" Saya sih sudah menduga. Soalnya selama ini Pak Gendutlah yang paling dekat dengan petinggi daerah. yang selalu membawa tas petinggi daerah itu kan dia,' balas warga Kota lainnya.
Sementara itu di ruangan tahanan, Gendut masih belum percaya dengan keadaan ini. Â Dirinya masih setengah tak percaya harus ditangkap tangan aparat hukum saat hendak menerima aliran dana dari seorang penyuap untuk Petinggi daerah. Hanya nafas panjang yang dihelanya seiring dengan nafas malam yang makin menderu. hanya penyesalan yang ada dalam batinnya.Sebuah pergolakan jiwa yang amat mendalam dan derita yang tak terlukiskan.
Dan penyesalan yang diungkapkannya tak membuatnya harus melepas tanggungjawab. Yang amat disesalinya selama 3 malam dirinya meringkuk di tahanan, tak ada kabar berita dari petinggi daerah. Jangankan menjenguk, mengirim utusan pun beliau tak ada untuk melihat kondisi terkini dari Gendut di penjara.
" Saya hanya menjadi korban dari kerakusan seorang manusia yang gila harta dan tahta," ungkapnya dengan nada setengah merintih.
Malam semakin larut. Selarut derita hidup yang akan dialami Gendut. Sebuah kehidupan baru dengan status baru pula yang akan disandangnya. Kehidupan lalulintas Kota mulai menyepi. Suara  saling bersahutan dari knalpot kendaraan yang meramaikan jalanan Kota mulai menyepi. Hening. Sepi. Sesepi malam-malamnya Pak Gendut di ruangan tahanan aparat hukum.Â
Toboali, Minggu malam, 28 November 2021
Salam sehat dari Kota Toboali
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H