Cerpen ; Lelaki Bernyawa Dalam Keranda Mayat
Mata lelaki itu tiba-tiba terbelalak. Tatapan mata liarnya menatap sekeliling. Â Nafasnya naik turun seiring derap langka para pemikul keranda mayat yang berjalan terseok-seok menapaki jalanan yang tak mulus. Telinga lelaki itu terkaget-kaget. Suara khas yang biasa didengarnya saat orang mengantar mayat ke pekuburan bergema dengan sakralnya. Mengagetkan nuraninya. Menghentakkan jiwanya.
" Apakah aku sudah mati," desisnya.
" Engkau menuju kematian. Orang-orang telah membawamu menuju ke pukuburan untuk dimakamkan," suara misterius itu tiba-tiba bergema digendang telinganya.
" Siapa engkau," tanya lelaki itu.
" Aku malaikat pencabut nyawa," jawab suara itu.
" Aku belum siap untuk mati. Aku belum siap,"
" Belum siap?,"
" Aku tak pernah sholat,"
" Aku tak pernah puasa pada bulan Ramadahan,"
" Aku tak pernah tarawih pada saat bulan suci Ramadhan,"
" Aku tak pernah berzakat,"
" Aku tak pernah membaca Al-Quran,"
" Aku tak pernah berbuat baik,"
" Aku tak pernah bersedekah,"
" Lalu kenapa engkau berada dalam keranda mayat ini," tanya suara itu.
" Mereka, orang-orang Kampung itu menganggap aku telah mati,"
" Tapi engkau merasa belum mati," suara itu berdesis lagi.
" Iya. Karena selama hidup di Kampung, aku selalu berbuat kejahatan kepada mereka, orang-orang Kampung itu,"
" Aku tak pernah menebar kebaikan bagi mereka. Aku selalu menebar kejahatan untuk mereka,"
" Tapi aku diperintah untuk mencabut nyawamu. Kuburanmu sudah digali," suara itu kembali terngiang dalam gendang telinganya.
" Aku belum mau mati. Aku belum mau mati. Aku masih bernafas," jerit lelaki itu.
Seiring dengan itu, lelaki itu pun melompat dari keranda mayat yang dipikul warga. Para pemikul keranda mayat pun terkejut. Demikian juga dengan para warga yang mengiringi keranda mayat. Areal kuburan sudah diambang mata. Hanya dalam hitungan langkah.
" Aku belum mati. Aku belum mati," teriak lelaki itu sambil berlarian ke arah hutan kecil dekat pekuburan. Semua mata tertumpu kepada lelaki itu yang terus berlari bak orang ketakutan menerobos hutan kecil itu dengan dibaluti kain kafan yang masih melekat dalam sekujur badannya. Semua warga Kampung yang ikut mengantar ke pekuburan umum itu pun beristiqfar.
" Subhanallah," koor warga.
Lelaki itu tak terlihat lagi dari pandangan mata para pengantarnya. Pekuburan pun sepi. Sesepi hati lelaki  itu.
toboali, minggu, akhir januari 2021
Salam dari Kota Toboali, Bangka Selatan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H