Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ada Amplop Besar di Rumah Pembesar

9 April 2020   01:23 Diperbarui: 9 April 2020   12:31 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pak Besar. (sumber: KOMPAS/DIDIE SW\)

Matahari hadir. Sinarnya menerangi alam semesta. Kehidupan pun dimulai. Pagi itu, para penduduk Desa jalannya tampak bergegas. Tergesa-gesa kesannya.  Sepertinya mengejar sesuatu.

Ada yang berkelompok. Ada yang sendirian. Ada pula yang menggendong anak-anak. Mereka tampaknya satu tujuan. 

Ya, mereka pagi ini diundang oleh warga Desa yang dikenal sebagai seorang pembesar. Bukan karena rumahnya yang paling besar di Desa itu, namun karena Pak Besar panggilan akrabnya dikenal sebagai pembesar di sebuah instansi. Dan tentu saja, sebagai warga jelata, para penduduk Desa amat bahagia bisa datang ke rumah Pak Besar. Setidaknya bisa melihat rumah besar Pak Besar yang selama ini tertutup rapat dengan pagar yang tinggi. Dan tentu saja kalau mau masuk ke dalam rumah, harus melapor dulu kepada petugas yang selalu berjaga di depan rumahnya.

Pak Besar amat sumringah melihat antusiasme warga yang berbondong-bondong datang ke rumahnya. Senyum kebahagian mengambang di wajahnya. Ada kebahagian yang tak dapat dilukiskan dengan narasi. Senyum ditebarkannya ke semua warga yang datang memenuhi halaman rumahnya yang luas dan asri.

"Saudaraku yang saya hormati. Insya Allah, setiap bulan saya akan memberikan bantuan dan santunan kepada semua warga yang tinggal di Desa ini. Semua ini saya lakukan sebagai bentuk terima kasih saya dan keluarga kepada semua warga Desa ini," ungkap Pak Besar sembari mulai membagikan amplop kepada para warga Desa.

Berita tentang kedermawanan Pak Besar bergema. Bersenandung di alam raya. Dibawa angin yang bertiup. Dinarasikan para pembantunya. Diceritakan para orang dekatnya. Dan semua memuji kebaikan hati Pak Besar.

"Hebat Pak Besar. Sangat dermawan," ujar Mang Kulul, saat berkumpul di warung kopi di ujung Desa.

"Wajarlah Pak Besar berbaik hati buat warga Desa. Semenjak tinggal di Desa ini, karirnya terus meningkat tajam," sela warga lainnya.

"Semoga tidak ada ujungnya," sambung Mang Junai.

Para warga pun tersentak mendengar perkataan Mang Junai. Para penikmat kopi di warkop itu tiba-tiba, terdiam. Membisu. Tak ada yang membantah. Hening. Semua terdiam.

###

Berita tentang kedermawanan Pak Besar tentu saja menrik perhatian semua pihak. Mereka membicarakan Pak Besar. Menarasikan kebaikan hati Pak Besar. Memuji aksi Pak Besar. Mereka intinya sangat memuji sikap sosial dan kedermawanan yang diaplikasikan Pak Besar sebagai pejabat tinggi.

"Jarang sekali, ada orang berkedudukan tinggi yang memikirkan warga Kampungnya," ujar seorang warga.

"Benar. Biasanya orang kalau sudah jadi pejabat, sudah tak ingat dengan kita yang jelata ini," sambung warga lainnya.

"Iya. Semoga saja apa yang dilakukan Pak Besar memang tulus dan ikhlas tanpa ada embel-embelnya," celetuk warga yang lain.

Sementara itu beberapa sahabat Pak Besar mulai risau dengan aksi sosial yang dilakukan Pak Besar, mengingat dana yang dikucurkan untuk aksi sosial itu mencapai puluhan juta rupiah.

"Izin Pak.  Untuk dikoreksi, tentang kegiatan sosial yang Bapak lakukan terhadap warga Desa ," saran seorang sahabat Pak Besar.

"Iya Pak. Dari mana kita mendapatkan dana sebesar itu ke depannya," tanya sahabatnya yang lain.

"Kalian tenang saja. Uang yang saya bagikan itu kan uang komisi proyek. Bukan uang pribadi saya. Gaji saya tak sebesar itu. Bisa mati kelaparan istri dan anak saya kalau kegiatan sosial itu dari uang kantong pribadi saya," jelas Pak Besar.

"Aksi sosial itu adalah bagian dari upaya kita untuk menghilangkan jejak. Ini tehnik supaya tidak tercium aparat hukum. Kalian kan tahu, KPK sangat gencar melakukan Operasi tangkap tangan," lanjut Pak Besar.

Mendengar penjelasan Pak Besar, para sahabatnya terdiam. Tak ada yang menjawab. Apalagi membantah. Mereka hanya membisu. Seperti patung 

### 

Rembulan menyinari alam semesta dengan sinar terangnya. Dilangit, kerlap kerlip bintang menambah keindahan malam. Dirumah pak Besar, berbagai jenis mobil keluaran terbaru keluar masuk. 

Dan bagi warga Desa, aktivitas lalu lalangnya mobil ke rumah Pak Besar seperti malam ini sudah lazim. Maklum Pak Besar adalah pejabat tinggi. Wajar bila banyak orang datang berkunjung ke rumah besar itu.

Saat tengah malam, disaat para warga Desa sedang asyik bermimpi tentang masa depan, mereka dikejutkan dengan adanya informasi yang beredar, bahwa Pak Besar di tangkap KPK dalam operasi tangkap tangan. Dalam kegiatan OTT itu, KPK membawa puluhan amplop besar berwarna kuning dari rumah Pak Besar.

Kekagetan warga akhirnya terjawab saat mereka melihat berita dari televisi  yang memperlihatkan wajah Pak Besar saat ditangkap KPK di rumahnya dengan barang bukti belasan amplop besar kuning yang dibawah petugas KPK.

"Dari depan rumah Pak Besar, dapat kami laporkan bahwa semalam KPK melakukan kegiatan OTT terhadap seorang pembesar daerah di rumahnya di kawasan Desa. Dalam kegiatan itu KPK menyita belasan amplop besar berwarna kuning yang diduga uang gratifikasi dari para rekanan Pemda untuk Pak Besar. Demikian," lapor seorang reporter televisi.

Para warga Desa hanya terdiam melihat berita itu. Tak ada narasi yang keluar dari mulut mereka. Tak ada lagi puja puji untuk Pak Besar. Tak ada narasi sanjungan untuk kedermawanan Pak Besar. Tak ada sama sekali. Semua hanya terdiam. Membisu. Bahkan suara televisi pun tak terdengar lagi ditelinga mereka. (Rusmin)

Toboali, April 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun