Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Putriku...

11 Maret 2016   21:59 Diperbarui: 11 Maret 2016   22:05 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kami baru dikarunia seorang putri pertama, ketika usia perkawinan kami memasuki tahun ketiga. Kegirangan melanda keluarga ketika istri mengabarkan bahwa dirinya positif hamil.

Ibu dan Ayah kami sangat bahagia mendengar berita bahagia itu. Apalagi mertua saya. Maklum ini adalah cucu pertama bagi mareka.

' Alhamdulillah, akhirnya istrimu hamil. Kamu harus banyak bersykur dan mengucapan terima kasih kepada Allah. Dan bilang dengan istrimu. Jaga kesehatan dirinya dan jabang bayinya," nasehat

Ibu lewat telepon.

" Iya Bu. Akan aku sampaikan kepadanya. Dan aku juga akan selalu menjaganya," jawabku.

Senada dengan Ibu, mertua juga mengingatkan kami agar jabang bayi ini dijaga dengan benar.

" Bilang ke istrimu agar dia menjaga kesehatan dan pola makannya. Jangan sampai makan seenak perutnya. Kamu kan tahu gaya makan istrimu yang sembrono. kamu harus selalu

mengingatnya," ujar mertua.

Kegembiraan juga melanda adik-adik kami. Mareka bahagia karena tidak lama lagi mareka akan mendapat ponakan. Tak heran diantara ada yang memprediksi bahwa bayinya perempuan. maklum keluarga adalah perempuan semua. Hanya aku dan adik yang berkelamin laki-laki. yang lain perempuan semuanya.

" Semoga kakak melahirkan seorang anak perempuan biar kami bisa bermain bersama," harap adikku yang paling bontot.

" Kalau aku berdoa semoga kaka dikarunia anak lelaki biar ada yang menjaga kita," harap adikku yang lain.

Hari yang dinantikan pun tiba. Istriku melahirkan di tanah kelahirannya. Melahirkan di sebuah klinik bersalin yang didirikan oleh seorang bidan sebuah perusahaan yang kini telah pensiun dini.

Aku masih ingat saat itu sekitar jam lima sore disaat senja mulai hendak keperaduannya, istriku merasakan sesuatu yang aneh diperutnya. Ada rasa mulas yang melanda perutnya.

Dengan sigap aku sebagai suami langsung mengantarkannya ke klinik bersalin itu. Dengan wajah gembira kedatangan kami disambut dengan hangat oleh para paramedis di klinik itu. Istriku

langsung diperiksa dengan teliti dan diistirahatkan ke dalam sebuah kamar untuk beristirahat dengan pengawasan yang ketat .

" Kalau berdasarkan analisa medis kami, diperkirakan istri Bapak akan melahirkan sekitar tengah malam," ujar Bidan di klinik itu.

Aku hanya mengangguk-mengangguk saja.

Malam itu aku berjaga. Sementara cahaya rembulan sangat cerah. Sinarnya menyinari bumi dengan indah. Seolah-olah merasakan kebahagian kami. Kerlap kerlip bintang dilangit menambah

panorama keindahan malam yang terang benderang. Di ruang tunggu klinik itu aku pun terlelap.

Aku sangat terkejut ketika seseorang menepuk bahu ku. Ku buka mata ku terlihat seorang wanita berpakaian putih memanggil ku. Ku lihat jam dinding klinik menunjukan angka 12.30.

" Sudah tengah malam rupanya," ujarku dalam hati.

" Istri bapak segera melahirkan. Mari ikut kami ke dalam ruang persalinan. Membantu energinya," ajak bidan itu. Aku pun langsung mengikuti langkah kaki sang bidan. Diruang persalinan, ku

lihat istri ku sedang beruusahan menahan beban yang sangat berat. Beberapa kali dia berusaha dengan sekuat tenaga untuk melepaskan energinya. Aku pun langsung memegang tangannya.

Doa-doa terus ku panjatkan dalam hati. Alhamdulillah sekitar pukul 1 tengah malam, istriku melahirkan anak pertama kami yang berkelamin perempuan. Begitu terdengar teriakan pertamanya,

aku pun langsung mengazaninya. Aku pun bangga. Kini telah menjadi seorang ayah.

Keluarga kami sangat bahagia dan bersyukur dengan kelahiran putri pertama kami. Selain lahirnya dengan kondisi normal, kondisi istri ku juga sangat baik.

" Kamu harus bersyukur dan mengucapkan terima kasih kepada Allah yang telah memberimu rezeki seorang anak perempuan," ujar Ibu ku.

" Kamu harus mampu menjadi ayah yang baik bagi dirinya," lanjut Ibu ku.

Kini tak terasa putri pertama kami telah menginjak usia dewasa. Usia 18 tahun. Sudah berstatus sebagai mahasiswi di sebuah perguruan tinggi di ibukota. Sementara putri kedua ku berusia 15

tahun. Dan sebagaimana pesan almarhummah Ibu ku, sebagai ayah aku harus mampu menjadi contoh yang baik bagi mareka.

" Termasuk memberikan pendidikan buat anakmu. Menyekolahkan anakmu setinggi-tingginya. Itu tanggungjawabmu sebagai orang tua. Jangan tinggalkan mareka harta. Tapi wariskan mareka

pengetahuan sebagai bekal hidup mareka nantinya," nasehat Ibuku semasa masih sehat.

Tak terasa sudah 18 tahun aku berlakon sebagai ayah bagi mareka. Sebagaimana pesan almarhumah Ibu, aku harus bisa menjadi ayah yang baik dan memberikan pendidikan buat bekal bagi mareka untuk menantang kehidupan yang makin ganas dan liar ini. (Rusmin)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun