Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Serum Sesi Recovery-Bab 23

6 Juli 2020   01:04 Diperbarui: 6 Juli 2020   01:40 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bab 22

New Delhi-Amsterdam-Jenewa
Peta yang Lengkap!

Pesawat mengudara tanpa insiden apa-apa. Meninggalkan daratan India di bawah mereka yang gemerlapan karena lampu-lampu yang merenangi kota. Tidak ada yang mengejar. Tidak ada pula yang menghalangi. Mungkin Organisasi atau OWC kehilangan jejak. Atau ini tindakan yang disengaja agar mereka lengah.

Setelah pesawat mencapai ketinggian cruising, Andalas mengaktifkan auto pilot dan mengajak Lian Xi ke kabin belakang di mana Cecilia dan Akiko sudah menunggu dengan tidak sabar apa isi kotak deposit yang tersimpan di stasiun New Delhi itu.

Andalas membuka kotak dan mengeluarkan isinya. Lagi-lagi sebuah kunci kecil namun kali ini tidak ada kunci kedua. Barang kedua berupa sehelai kulit yang sepertinya kulit kambing. Kulit yang sudah disamak itu nampak berlubang di sana- sini dan di permukaannya yang tidak berlubang menampilkan beberapa tulisan dan tanda panah serta angka-angka.

Akiko hampir saja mengeluarkan sumpah serapah dan rutukan namun menghentikannya seketika. Cecilia mengambil sobekan-sobekan peta yang didapatkan di Met Breuer New York dan menempatkan satu demi satu di setiap lubang yang tepat. Akiko ternganga, Lian Xi bersiul pendek, dan Cecilia tersenyum lebar. Sementara Andalas tetap pada ekspresi dinginnya.

Sobekan-sobekan peta itu seperti keping-keping puzzle yang dipasang untuk menyempurnakan sebuah peta lengkap beserta petunjuknya di kulit itu. Koordinat, legenda, dan keterangan detail terlihat jelas di hadapan mereka.

Cecilia membaca pelan namun bersemangat.

Peta ini adalah petunjuk arah dan jalan menuju Fasilitas Gobi. Koordinat pertama adalah pintu masuk. Koordinat kedua adalah Fasilitas Gobi. Dan Koordinat ketiga adalah pintu keluar. Bakarlah kulit ini agar peta itu menyatu dengan sempurna.

Akiko buru-buru mengambil pemantik api dari pantry pesawat. Begitu tersentuh api, sobekan kanvas langsung menyatu dan lengket ke kulit sehingga peta itu sekarang benar-benar utuh dan lengkap!

"Peta ini sudah lengkap agar kita bisa memasuki Fasilitas Gobi. Tapi kenapa kita masih harus ke Jenewa? Bukankah lebih cepat jika kita langsung ke Ulaanbataar dari sini." Lian Xi berkata lirih seolah bertanya kepada dirinya sendiri.

Akiko mendengus pendek. Nampak sekali kekesalan dari nada bicaranya.

"Sudah terbukti bahwa teka-teki Dokter Adli ternyata sangat berguna dan memecahkan setiap masalah. Kenapa kita harus melompati satu tahapan lagi? Siapa tahu jawaban dari teka-teki terakhir adalah peralatan atau perlengkapan kita untuk menuju ke Fasilitas Gobi?"

Lian Xi merasa heran dengan keketusan Akiko. Setelah beberapa lama bersama, sikap bermusuhan itu pelan-pelan mulai mencair. Tapi sekarang datang lagi dengan keketusan sikap yang mengajak berkelahi.

2 orang segera bertindak ketika melihat Lian Xi hendak bangkit berdiri sambil menautkan alisnya.

Cecilia memegang lengan Lian Xi dan menariknya duduk kembali sambil menyodorkan segelas kopi. Sementara Andalas menggenggam tangan Akiko dan mengelusnya seperti hendak menidurkan seorang bayi. Akiko yang sebenarnya masih kesal tidak tega menarik tangan Andalas. Lagipula elusan lembut itu membuat dadanya berdebar aneh. Akiko merasakan ketentraman dan rasa bahagia.

Situasi menjadi tenang. Cecilia kembali tekun mengamati peta. Andalas beranjak menuju kokpit. Perkataan Akiko membuat langkahnya terhenti.

"Apakah aku boleh duduk di kursi kopilot? Aku ingin belajar instrumen pesawat dan melihat pemandangan di depan." Andalas mengangguk dan membiarkan Akiko yang tersenyum manis mendahuluinya ke kokpit.

Lian Xi yang benar-benar terheran-heran hendak menyela, tapi Cecilia menggamit dan berbisik lirih.

"Biarkan saja. Toh Andalas tidak perlu kopilot untuk menerbangkan pesawat ini bukan? Itu adalah persyaratan administrasi dari otoritas bandara supaya pesawat ini boleh terbang."

Lian Xi menghela nafas panjang dan duduk lagi menemani Cecilia. Belajar instrumen? Memangnya panel pesawat ini piano? Pemandangan di depan pesawat? Apa menariknya gumpalan-gumpalan awan yang tak habis-habis? Uh, dasar genit!

Cecilia mengulum senyumnya melihat ekspresi Lian Xi. Ini sebenarnya gawat. Mereka sekarang berubah seperti macan betina yang siap bertarung kapan saja memperebutkan cinta. Kasihan Andalas. Pasti dia ketakutan sekarang. Hahaha, pembunuh bayaran yang gemetaran karena dikejar oleh perasaan.

Di kokpit, Andalas memeriksa itinerary rute terbang. Dia harus berhenti di Amsterdam untuk menambah bahan bakar. Masih 8 jam lagi tapi dia harus segera menghubungi Luigi. Andalas hendak mengambil X-One yang tergeletak di sampingnya. Matanya beradu dengan mata berbinar Akiko yang juga sedang menatapnya. Andalas berubah kikuk tak tahu harus berbuat apa.

Akiko mengeluarkan senyuman yang dirasa paling manis miliknya. Maksudnya berterimakasih telah diberi kesempatan berdua saja di kokpit. Mengambil alih posisi Lian Xi yang menyebalkan itu.

Andalas semakin kikuk dan hanya memegangi X-One dan lupa tadi akan berbuat apa. Akiko mengangsurkan tangannya meraih X-One dari tangan Andalas.

"Apa yang bisa kubantu dengan ini?"

Tentu saja Akiko dengan senang hati akan mengerjakan apa saja asal bisa di kokpit ini berlama-lama bersama Andalas. Lagipula instrumen di panel pesawat dan pemandangan di depan sangat monoton dan menjemukan.

"Eh..oh..oke. Hubungi Luigi dan sampaikan bahwa 8 jam lagi kita akan transit di Schiphol mengisi bahan bakar kemudian lanjut ke Jenewa."

Akiko dengan gembira melakukan perintah Andalas. Andalas sendiri menarik nafas panjang seolah merasa terbebas dari kepungan 10 pembunuh bayaran yang sedang mengincar nyawanya. Entah kenapa. Berdekatan dengan wanita ini sekarang membuatnya gemetaran.

----

Jauh di daratan sana. Di sebuah mansion mewah yang menghadap lautan Karibia, Sang Chairman menatap satu persatu anggota Organisasi dengan mata liar. Tidak seperti biasanya.

11 orang yang duduk melingkari meja kayu yang indah hanya berdiam diri. Menunggu perintah atau gerutuan dari Sang Chairman.

"Mereka sudah semakin dekat ke Fasilitas Gobi. Kita harus mencegahnya atau merebut petunjuk apapun yang mereka pegang untuk menuju kesana. Ini berbahaya!"

Sang Chairman memandang lukisan Black Death di dinding dengan geram. Pandemi yang memang diharapkannya saat ini masih belum menyamai rasio kematian saat terjadinya Black Death.

"Kerahkan semua sumberdaya yang kita punya! Jaga setiap sudut perbatasan Mongolia yang menuju ke Gurun Gobi. Mereka pasti lewat Ulaanbataar untuk memasuki Fasilitas Gobi."

Tidak ada satupun yang membantah. Salah seorang di antaranya yang dari logatnya terlihat sangat British menyahut pelan.

"Saya akan menghubungi Sang Eksekutor."

Sang Chairman mengangguk. Matanya kembali lekat pada lukisan Black Death.

-----

Di tempat lain lagi. Di sebuah ruangan besar yang berada di sebuah gedung tua di Zurich, seorang wanita paruh baya duduk dikelilingi oleh 6 orang yang terdiri dari berbagai ras. Tidak ada satupun yang sama. Ada lelaki Kaukasian. Seorang perempuan China. Pria Arab. Seorang pria Latino. Lelaki bertampang keras yang kelihatannya berasal dari Afrika. Dan seorang laki-laki bertampang Asia Tengah atau Turki.

Wanita paruh baya itu yang terlihat jelas dari wajah dan logatnya berasal dari Amerika Serikat bagian selatan, berkata dengan ketus.

"Pandemi ini tidak boleh berhenti! Tim Dokter Adli itu bisa mengacaukan semua rencana! Chaos tidak akan terjadi di seluruh dunia jika mereka berhasil menemukan serum bagi Virus Es dan Bakteri Tropis!"

Pria Arab itu mengangkat tangannya.

"Step Mother benar. Tapi menurutku biarkan Organisasi yang melakukannya. Bukankah tujuan mereka sama dengan kita?"

Wanita yang disebut Step Mother menggelengkan kepala.

"Organisasi berkali-kali gagal mencegah mereka. Kita harus bertindak lebih keras mulai sekarang. Kerahkan orang-orang kita di seputaran Mongolia! Tak lama lagi mereka akan muncul di sana untuk menembus Fasilitas Gobi. OWC harus lebih depan dari Organisasi!"

Bogor, 17 Mei 2020

* * ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun