Lantas apa yang dilakukan Mister Bob dan Adisa tempo hari di Pointe Noire? Apakah mereka hendak membunuhnya karena dianggap sebagai saksi kasus pembantaian itu? Atau justru mereka ingin menghabisinya supaya tak ada lagi orang yang punya potensi tertular?
Tapi mereka tidak tahu kalau aku sudah tertular. Jadi kemungkinan pertama yang barangkali membuat Mister Bob memburunya. Fabumi menggeleng-gelengkan kepala mengusir risau yang menumpuki isi kepalanya.
Saat itulah tembakan pertama dimulai. Lalu dibalas oleh tembakan dari dalam rumah. Markas penyamaran DGSE diserang! Fabumi merebahkan tubuhnya ke lantai. Kongo adalah negara yang tidak pernah sepi dari konflik bersenjata. Fabumi tidak heran.
Saling tembak terjadi beberapa belas menit sebelum akhirnya suasana berubah sepi. Fabumi tidak berani berdiri. Dia sudah terasah dengan berbagai situasi peperangan. Ini belum benar-benar aman.
Benar saja. Sebuah ledakan menghancurkan pintu kamarnya. Beberapa orang yang mengenakan topeng dan menenteng AK-47 berderap masuk. Fabumi hanya merasa moncong pistol yang dingin menempel di pelipisnya.
"Jangan berontak! Kecuali kau ingin kepalamu meledak! Ikut kami!"suara berat yang mengancam itu memaksa Fabumi tergopoh-gopoh mengikuti para penculiknya keluar rumah.
Mayat-mayat bergelimpangan di ruang tengah, teras, dan halaman depan. Fabumi bergidik. Begitu mudahnya manusia saling bunuh. Menyedihkan.
Sebuah helikopter rupanya sudah menunggu di halaman belakang. Fabumi merasakan gelagat mereka menculiknya untuk tujuan yang sama. Dia hanya bisa pasrah dan berharap. Semoga Dewa-dewa Afrika melindunginya.
Bogor, 14 April 2020
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI