Pointe Noire, 4 46 43 S, 11 51 49
Pelabuhan
Dokter Cecilia memeriksa gawainya beberapa kali. Berharap Marc menelponnya balik. Dia kehabisan uang dan tidak bisa membeli pulsa. Fabumi sedang tidak bersamanya. Lelaki itu pergi mengunjungi keluarganya di tengah kota. Dia ditinggalkan di sebuah warung kopi di luar pelabuhan Pointe Noire yang sibuk.
Dokter Cecilia menulis di buku kecil yang menjadi catatannya;
1. Penyakit menular disebabkan bakteri yang belum diketahui apa.
2. Sampel harus segera dibawa ke laboratorium untuk mengetahui jenis bakteri.
3. Titik nol ada di camp Golden Logging Timber Company di hutan primer dekat Cuvette Centrale di Congo Basin.
4. Informasi Fabumi, jamur berjenis Phallus dan biasa ditemui di hutan hujan tropis. Jamur ini diduga sebagai inang pertama bakteri.
5. Jamur itu didapatkan oleh Sefu, suspect nol, di akar-akar pohon Afrormosa.
6. Fabumi diduga imun terhadap penyakit ini. Sempat terjangkit dan kemudian sembuh dengan sendirinya.
7. Gejala tertular bakteri adalah perilaku agresif, mata semerah darah, muka sepucat mayat, dan mulut berbusa hitam.
8. Kontak segera Marc-WHO untuk segera melakukan penyelidikan di titik nol.
Dokter Cecilia berhenti menulis catatan. Gawainya bergetar. Marc!
"Oui, Marc. Bonjour."
"Cecil kau di mana? Update selalu posisimu dengan share loc setiap saat ya? Aku akan mengirimkan orang-orang untuk menjemputmu."
"Apakah itu perlu Marc? Kirimkan saja uang untukku membeli tiket dan ongkos di jalan. Aku akan pergi ke Jenewa agar bisa menceritakan semuanya. Aku juga telah membuat beberapa catatan penting untuk kau ketahui."
"Tidak Cecil. Kami akan menjemputmu ke sana. Aku juga ingin bertemu dengan orang imun yang kau ceritakan."
Cecilia menggunakan headset. Dia sambil share loc ke Marc.
"Kalau begitu biar aku mengajak Fabumi kesana juga Marc."
"Non, Cecil. Kami yang akan kesana. Kau bisa mengantarkan tim kami menuju titik nol. Sekalian bawa aset imunmu."
Dokter Cecilia termenung sejenak. Aset imun? Ini bahasa para pharmacist.
"Ok. Kapan kau akan tiba di sini Marc? Hal ini tidak bisa dibiarkan terlalu lama. Bakteri itu sangat menular. Mungkin sekarang kondisi geografis sementara bisa mencontainmentnya. Aku sudah juga melaporkannya pada Dinas Kesehatan di Pointe Noire  yang berjanji akan meneruskannya ke Brazzaville. Tapi aku tidak yakin itu semua bisa cepat. Bakteri ini terlalu berbahaya Marc. Ingat kasus Ebola?"
Hening sejenak di ujung telpon. Marc rupanya sedang menimbang-nimbang sesuatu.
"Kalau begitu pergilah ke Brazzaville menggunakan pesawat dari Pointe Noire. Aku akan mengirimkan uang untuk membeli tiket dan sebagainya. Temui timku di bandara Brazzaville besok siang."
Dokter Cecilia mengerutkan keningnya. Keterangan Marc berubah-rubah seolah tidak terencana. Kalau mereka memang mau kesini dan aku tidak boleh ke Jenewa kenapa harus bertemu di Brazzaville?
" Jadi sebenarnya kau mau bertemu aku di mana Marc?"Dokter Cecilia melepaskan umpan.
"Jenewa, Cecile. Kita akan bertemu di Jenewa dan membicarakan semuanya di kantor WHO."
What?!
Cecilia memutuskan sambungan telpon saat itu juga.
Marc jelas-jelas sedang berusaha membohonginya. Lelaki yang dianggapnya sebagai teman itu sedang menyusun sebuah skenario untuk membawa dirinya dan terutama Fabumi tidak ke Jenewa. Pasti di sebuah tempat yang Fabumi tidak memerlukan paspor untuk bepergian. Fabumi tidak punya paspor. Cecilia tahu persis itu.
Fabumi akan dibawa ke Brazzaville untuk diteliti! Lelaki itu adalah suspect imun. Dan dari tubuhnya lah bisa dibuat serum atau vaksin sebagai pengobatan jika epidemi atau pandemi telah terjadi. Perusahaan farmasi pembuat serum atau vaksin itulah yang akan mematenkan penemuannya lalu akan mendapatkan keuntungan luar biasa besar dari sisi komersial. Wajah Cecilia memerah. Marc brengsek!
Dan Marc sengaja mengulur-ulur waktu agar penyakit ini menyebar terlebih dahulu sampai menjadi epidemi atau pandemi sehingga pangsa obatnya akan luar biasa besar. Benar-benar brengsek!
Apa yang harus dilakukannya sekarang? Cecilia menggaruk hidungnya yang tidak gatal. Merde! Aku tidak punya uang sama sekali kecuali untuk segelas kopi!
Sebuah pikiran terlintas dalam pikiran Cecilia. Dia harus menghubungi orang yang terpercaya. Seorang yang berada di institusi negara namun bisa dipercaya. Siapa? Uh merde! Lagipula dia mesti menunggu Fabumi hanya sekedar untuk membeli pulsa.
Aha! Cecilia tersenyum lebar. Siapa lagi dalam kondisi seperti ini yang bisa dipercaya kalau bukan Ivan Chenkhov. Teman sekaligus pernah menjadi pacarnya saat masih sama-sama kuliah kedokteran di Oxford University. Bersama juga dengan si Marc sialan itu! Cecilia tidak bisa menghitung lagi berapa kali dia sudah menyumpahi Marc.
Cecilia sudah tenang sekarang. Menikmati kopi sambil menyaksikan orang-orang mondar-mandir beraktifitas. Hatinya nelangsa. Mereka tidak sadar ada wabah mengerikan yang sedang mengintai mereka dari pedalaman terisolasi Congo Basin.
Daratan Afrika bisa porak poranda jika salah satu saja orang di camp Golden Logging Timber Company  turun ke kota dan memulai penyebaran penyakit menular yang sangat berbahaya itu. Benua yang membuatnya jatuh hati ini akan menjadi wilayah horror karena bakteri itu menyerang otak dan memunculkan sifat agresif yang tak terkendali. Orang-orang akan saling serang satu sama lain. Cecilia bergidik. Nyaris meneteskan airmata.
Cecilia memutus lamunannya tepat saat dia melihat Mister Bob dan Adisa  melintas di trotoar jalan seberang cafenya.
Merde!
Bogor, 13 April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H