Raja tercekat. Ruangan di bawah patung besar Syiwa adalah tempat mereka saat ini dan ruang satunya adalah tempat berbahaya yang tidak jadi mereka masuki saat itu.
Dan itu terletak persis di sebelah ruangan ini.
Dan sekarang dari ruangan sebelah mulai terdengar lamat-lamat suara gamelan. Sayup-sayup. Iramanya dingin dan mencekam. Seolah bersiap mengiringi prosesi kematian.
Kelima sekawan itu saling tatap dengan gugup. Suara gamelan yang tadinya sayup-sayup itu makin lama makin jelas. Diikuti dengan suara gemuruh lain di sekeliling. Angin ribut!
Angin yang membuat baju dan rambut kelima orang itu berkibar-kibar. Seakan sedang terjadi puting beliung di dalam ruangan.
Bukan, bukan lagi sebuah ruangan! Atap di atas ruangan itu telah terangkat entah kemana! Ruangan ini sudah menjadi ruangan terbuka. Langit malam nampak demikian jelas. Termasuk bulan yang sedang memasuki puncak purnama.
Namun ada yang aneh dari bulan itu. Tubuhnya yang sempurna terlihat sangat merah.
“Bulan Darah!” Raja berteriak di tengah riuh rendah angin ribut.
-----
Bogor, 19 Nopember 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H