“Sang Ratu Laut Selatan. Bayangkan! Sang Ratu sendiri yang datang menemuiku! Dan dia bilang aku terpilih sebagai putri sesaji….” Dewi menjeda perkataannya karena harus mengatur nafasnya. Ada sesuatu yang mengganjal tenggorokannya saat menyebut putri sesaji.
Dara yang sedari tadi diam mendengarkan, tiba-tiba meraih tangan Dewi, menyusuri lengan kanan Dewi menggunakan jarinya. Berhenti di urat nadi. Cukup lama, lalu menghela nafas panjang.
“Aku tahu sekarang apa bedanya,” Dara menggumam lirih seolah hanya untuk dirinya sendiri.
Teman-temannya saling berpandangan tidak mengerti. Dara menatap wajah mereka satu persatu.
“Dalam dua hari ini aku berkomunikasi dengan “mereka”. Wanita mengerikan yang taringnya berdarah berulang-ulang menyebutku sebagai putri sesaji. Aku tidak tahu persis itu berarti apa tapi dia menunjukkan ciri-cirinya,” Dara berhenti sebentar untuk mengambil nafas.
“Detak nadi calon putri sesaji sangat lambat dibanding detak manusia biasa apabila berada di situs candi ini. Hanya separuh dari detak nadi normal. Dan aku sudah membuktikan baru saja bahwa detak nadi Dewi memang sangat lambat. Persis ciri-ciri yang disebutkan,” Dara mengakhiri perkataannya.
“Lalu? Bagaimana dengan detak nadimu Dara?” Raja bertanya halus.
“Sama persis seperti Dewi, Raja. Coba kau pegang kedua pergelangan kami bersamaan,” Dara mengangsurkan tangannya.
Raja meraih tangan Dewi dan Dara. Memegang pergelangannya di kanan dan kiri. Memejamkan mata dan fokus. Hmm.
Raja lalu meraih tangan Raka dan Bima. Kembali berkonsentrasi pada kecepatan detak nadi kedua lelaki itu. Membuka mata dan mengganggukkan kepala.
“Dara benar. Detak nadi kalian jauh lebih lambat dibanding dengan Raka dan Bima.”