Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Penjelajah Masa Lalu (Episode 10, Candi Laut Selatan)

19 Oktober 2019   10:24 Diperbarui: 19 Oktober 2019   10:52 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Sang Ratu Laut Selatan. Bayangkan! Sang Ratu sendiri yang datang menemuiku! Dan dia bilang aku terpilih sebagai putri sesaji….” Dewi menjeda perkataannya karena harus mengatur nafasnya. Ada sesuatu yang mengganjal tenggorokannya saat menyebut putri sesaji.

Dara yang sedari tadi diam mendengarkan, tiba-tiba meraih tangan Dewi, menyusuri lengan kanan Dewi menggunakan jarinya. Berhenti di urat nadi. Cukup lama, lalu menghela nafas panjang.

“Aku tahu sekarang apa bedanya,” Dara menggumam lirih seolah hanya untuk dirinya sendiri.

Teman-temannya saling berpandangan tidak mengerti. Dara menatap wajah mereka satu persatu.

“Dalam dua hari ini aku berkomunikasi dengan “mereka”. Wanita mengerikan yang taringnya berdarah berulang-ulang menyebutku sebagai putri sesaji. Aku tidak tahu persis itu berarti apa tapi dia menunjukkan ciri-cirinya,” Dara berhenti sebentar untuk mengambil nafas.

“Detak nadi calon putri sesaji sangat lambat dibanding detak manusia biasa apabila berada di situs candi ini. Hanya separuh dari detak nadi normal. Dan aku sudah membuktikan baru saja bahwa detak nadi Dewi memang sangat lambat. Persis ciri-ciri yang disebutkan,” Dara mengakhiri perkataannya.

“Lalu? Bagaimana dengan detak nadimu Dara?” Raja bertanya halus.

“Sama persis seperti Dewi, Raja. Coba kau pegang kedua pergelangan kami bersamaan,” Dara mengangsurkan tangannya.

Raja meraih tangan Dewi dan Dara. Memegang pergelangannya di kanan dan kiri. Memejamkan mata dan fokus. Hmm.

Raja lalu meraih tangan Raka dan Bima. Kembali berkonsentrasi pada kecepatan detak nadi kedua lelaki itu. Membuka mata dan mengganggukkan kepala.

“Dara benar. Detak nadi kalian jauh lebih lambat dibanding dengan Raka dan Bima.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun