Ran terus memeriksa sekeliling dengan cermat. Jejak kaki tiga temannya menuju ke satu arah. Ran mengikuti dan sampai di tepi sebuah jurang!
Dari jejak mereka, nampak sekali kalau ketiganya berlarian tunggang langgang. Dan berakhir di tepi jurang. Ran melongok ke bawah. Jurang ini tidak terlalu tinggi. Ran juga melihat di ngarai bawah sebuah sungai besar mengalir dengan tenang. Ran menghela nafas lega. Kemungkinan besar mereka akan selamat.
Suara geraman di belakangnya membuat Ran berpaling cepat dengan kewaspadaan tinggi. My God! Makhluk apalagi ini?!
Sosok berbulu tinggi besar menyerupai gorila namun berdiri sangat tegak dengan tangan dan kaki yang proporsional seperti manusia menjulang tidak jauh di hadapannya. Mukanya yang dipenuhi rambut memang mirip primata tapi hidung dan mulut serta mata itu tak ubahnya seperti manusia. Astaga! Ran terpaku.
Ran baru tersadar saat makhluk raksasa itu kembali menggeram memperlihatkan giginya yang tajam serta mengangkat tangannya yang bercakar seperti pisau cukur. Bersiap untuk menyerang Ran.
Tanpa membuang waktu, Ran menggerakkan tubuh dan melompat ke sungai di bawahnya.
Seorang petualang seperti dirinya tahu bagaimana mendaratkan tubuh di permukaan air dengan baik. Ran meluncur dengan mulus ke sungai tenang yang dalam.
Ran tidak buru-buru memunculkan diri ke permukaan. Menyelam dan berenang di dalam air beberapa saat menuju hilir. Dia khawatir kingkong tadi membuntutinya dengan menceburkan diri ke sungai juga. Makhluk itu terlihat ganas dan mengancam.
Ran menepikan tubuhnya ke sebuah ngarai berpasir dengan banyak sekali rumpun bambu tumbuh di atasnya. Setidaknya ini cukup terlindung. Namun dia harus tetap waspada. Terlalu banyak hal tak terduga di hutan ini. Siapa sangka ada makhluk berbulu raksasa yang mirip sekali dengan manusia.
Sambil memeras bajunya yang basah kuyup, Ran memperhatikan sekitar. Ngarai ini memang datar. Tapi dikepung langsung oleh dinding terjal perbukitan. Tidak mungkin pergi ke sini jika tidak melalui jalur sungai. Tapi ada yang aneh rasanya di sini. Mata Ran yang tajam memperhatikan rumpun bambu yang ada di depannya.
Rumpun itu seperti rumpun bambu biasa. Berwarna hijau namun sama sekali tidak berdaun. Mungkin karena kemarau sehingga daunnya meranggas semua. Perlahan-lahan firasat Ran bekerja.