Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Manusia Serigala

11 Maret 2019   12:45 Diperbarui: 11 Maret 2019   13:13 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bramasto mengusap lehernya yang berdarah dan memandang tak percaya ke sosok di hadapannya. Setelah itu menggelosoh pingsan tak berdaya di lorong kampus depan laboratorium kimia yang sepi.

-----

Malam puncak purnama. Bumi seperti disiram ribuan lentera. Angin berdiam tak hendak bergerak. Menunggu kejadian tak terduga. Atau malah yang sudah direncana.

Dan, suara lolongan panjang bersahut-sahutan mendadak mengiris-iris udara yang mencekam. Membuat 5 orang muda-mudi yang sedang duduk di beranda rumah kepala desa itu saling berpandangan.

"Sejak berada di desa ini 3 bulan lalu, aku merasa purnama selalu aneh Ming. Bulu kudukku selalu berdiri," gadis yang bernama Mira berkata lirih sembari bergidik.

Yang disebut Maming, pemuda kurus tinggi dengan wajah pucat menyahut tak kalah lirih," sama Mir. Rasanya setiap kali malam purnama hawanya terasa cukup mengerikan. Apalagi dengan banyak kejadian....."

3 temannya yang lain saling bertukar tatapan. Pemuda tampan yang nampak berperangai halus bernama Rama tersenyum dan berkata.

"Lebih baik kita jangan berpikir yang tidak-tidak kawan. Besok hari terakhir KKN di desa ini. Sudah sepantasnya jika kita buat situasinya happy ending."

"Rama benar. Malam ini sama dengan malam yang lain. Purnama yang cantik, angin sepoi-sepoi, lolongan falsetto dari serigala di hutan, sempurna!" gadis lain yang bernama Shinta ikut menukas.

"Iyesss! Malam ini sangat romantis!" Desis Vera sepakat dengan Shinta.

"Eh tapi ngomong-ngomong kemana Wanda dan Bramasto ya? Bukankah seharusnya mereka sudah kembali sekarang?" Rama bergantian memandangi teman-temannya.

"Seharusnya iya. Bramasto kan hanya mengantar Wanda ke warung telkom tak jauh dari sini? Desa ini benar-benar dikutuk zaman karena sama sekali tak ada sinyal ponsel!" Maming bersungut-sungut.

Perbincangan kelima mahasiswa KKN di desa tersebut terhenti seketika begitu 2 sosok bayangan manusia berlari terengah-engah menuju ke arah mereka.

"Pak...Paak.. Lur..lurah ada?" salah satu di antaranya tersengal-sengal bertanya.

Kelima mahasiswa itu saling berpandangan. Antara bingung dan cemas melihat kepanikan 2 orang jagabaya itu. Tanpa sepatah katapun jawaban, Mira buru-buru mengetuk pintu rumah induk yang merupakan kediaman kepala desa.

Kepala Desa yang bertubuh tinggi besar dengan cambang nyaris menutupi seluruh mulutnya keluar menemui 2 jagabaya yang bermandikan keringat.

"Ada apa Him? Man? Kalian seperti habis melihat hantu."

Masih dengan tersengal-sengal, Rahim bercerita bahwa di rumah paling ujung desa terjadi petaka. Paijo, orang tua yang tinggal sendirian di rumah itu meninggal dunia. Sebab kematiannya tidak normal. Nampak bekas gigitan lebar di lehernya. Juga dadanya berlubang besar. Jantungnya hilang!

Kepala Desa yang bernama Pak Masto menggelengkan kepala sambil mengerutkan kening. Petaka yang terjadi untuk kesekian kalinya. Dimulai sejak 3 bulan lalu. Setiap kali purnama, selalu ada penduduk desa ini yang menjadi korban gigitan hewan buas.

Sudah 4 orang menjadi korban. Semuanya mati dengan mengenaskan. Pak Masto sudah melaporkan hal ini ke pihak kepolisian namun hingga saat ini perkembangan kasusnya belum maju-maju juga. Pihak kepolisian di kecamatan yang jaraknya cukup jauh dari desa ini hanya bisa menyimpulkan bahwa semua korban diserang oleh binatang buas sejenis harimau atau serigala.

Pernah juga petugas forensik didatangkan dari kota saat terjadi serangan pada korban ke-4. Petugas forensik mengatakan hal senada. Korban digigit hewan buas.

Hanya sebagian kecil penduduk desa yang percaya dengan penjelasan tersebut. Sebagian besarnya lagi tidak yakin termasuk Pak Lurah Masto. Sebelum ini tidak pernah terjadi hal mengerikan seperti  ini. Desa mereka memang terpencil dan terletak persis di pinggiran hutan. Namun tidak pernah terjadi apa-apa. Jangankan harimau atau serigala, jejak macan dahan saja tidak pernah ditemui lagi.

Dan sekarang terjadi lagi. Di malam purnama yang sama. Pak Paijo menjadi korban ke-5.

Pak Masto menatap kedua jagabaya tua itu,"Rahim, Sarman, kumpulkan para pemuda dan lelaki di desa. Kita harus patroli penuh malam ini. Pada kejadian sebelumnya selalu ada 2 korban di malam purnama. Aku punya firasat akan jatuh 1 korban lagi."

Kedua jagabaya itu mengangguk dan bergegas melaksanakan perintah kepala desa.

Pak Masto meminta Rama dan Maming untuk ikut patroli. Sedangkan Mira, Shinta dan Vera diminta tetap tinggal di rumah bersama istri dan anak Pak Masto.

Rama berpesan kepada Shinta jika Wanda dan Bramasto sudah datang agar tinggal saja di rumah bersama mereka.

-----

Seluruh pemuda dan lelaki di desa berkumpul di depan balai desa. Mereka melengkapi diri dengan berbagai senjata seadanya. Pentungan, sabit dan parang. Wajah-wajah mereka diliputi kengerian. Rumor cepat sekali menyebar. Pak Paijo dimangsa serigala jadi-jadian. Begitu pula korban-korban sebelumnya.

Beredar pula kabar bahwa tidak semua yang digigit manusia serigala akan berubah menjadi manusia serigala juga. Hanya orang-orang tertentu yang diinginkan oleh si pemangsa. Itupun akan berubah menjadi manusia serigala 3 bulan setelah digigit. Mayoritas hanya akan menjadi mangsa yang dihisap habis-habisan darahnya dan dimakan jatungnya. 5 korban di desa itu termasuk dalam kategori kedua.

Pak Masto memerintahkan patroli semalam suntuk. Orang-orang dibagi menjadi beberapa regu. Rama dan Maming bersama 3 warga desa kebagian patroli di sekitaran balai desa.

Regu Rama menyusur jalan-jalan di sekitar balai desa dengan hati-hati. Semua nampak siaga. Suasana hening dan sangat mencekam. Tak satupun membuka mulut untuk bicara. Mereka sama sekali tidak berharap bertemu dengan makhluk mengerikan yang telah memangsa 5 orang desa.

"Tolooooonnnggg!!" terdengar jeritan menyayat hati di ujung jalan menuju balai desa.

Regu Rama berhamburan menuju suara. Dan semuanya terbelalak ngeri melihat apa yang sedang terjadi.

Wanda nampak memegangi lehernya yang bergelimang darah. Masih hidup. Sementara di sampingnya berdiri tegak sesosok makhluk mengerikan berkepala serigala dengan tubuh manusia yang nampak termangu-mangu. Dari taringnya bertetesan darah segar Wanda. Terdengar bisikan lirih dari bibirnya yang bergetar.

"Maafkan aku Pak Paijo. Maafkan aku Wanda. Aku tidak bisa mengendalikan perubahan pertama diriku setelah digigit manusia serigala 3 bulan yang lalu."

Sambil menahan kengerian tapi sekaligus tak bisa menahan kemarahan, orang-orang desa menyerbu manusia serigala itu.

Si manusia serigala sama sekali tidak berusaha melawan atau melarikan diri. Pasrah saja saat dirajam oleh senjata tajam dan pukulan kayu. Dan akhirnya tubuhnya tergeletak tak berdaya menuju kematiannya.

Orang-orang dari segala arah berduyun-duyun datang. Suara teriakan Wanda di malam yang sunyi itu terdengar hingga kejauhan. Mereka mengerubungi Wanda yang pingsan dan manusia serigala yang mati.

Kejadian berikutnya semakin menghebohkan! Mayat manusia serigala yang telah mati itu perlahan-lahan berubah ke bentuknya semula sebagai manusia. Bramasto!

----

Wanda nampak sangat trauma diobati lehernya yang terluka di rumah kepala desa. Sementara warga memutuskan untuk membakar mayat Bramasto di halaman balai desa. Mereka takut mayat itu akan bangkit lagi karena isunya manusia serigala tak bisa mati.

Di dalam rumah kepala desa, Wanda dikerubungi oleh Mira, Vera dan Maming yang berusaha menghibur.  Shinta memutuskan untuk tidak keluar kamar, sedangkan Rama masih di luar bergabung dengan warga yang sedang membakar mayat Bramasto.

Mereka benar-benar shock terhadap peristiwa yang terjadi. Sama sekali tak disangka Bramasto adalah manusia serigala yang selama ini meneror desa. Benar-benar kejutan tak menyenangkan!

Wanda masih terisak-isak saat satu jeritan menyeramkan kembali terdengar dari dalam kamar.

Serentak mereka berhamburan menuju arah suara jeritan. Dan kembali mereka disuguhkan pemandangan mengerikan!

Shinta tergeletak di ranjang dengan kondisi mengenaskan. Lehernya mengalirkan darah dan dadanya terbuka dengan luka lebar. Jantungnya hilang!

Warga desa yang mendengar keributan di dalam rumah berebutan masuk. Menyaksikan mahasiswi KKN itu telah tewas dengan kondisi sama dengan korban lainnya.

Pak Masto termangu sendirian di halaman belakang rumah. Pikirannya menjadi demikian masgul. Bukankah manusia serigala itu telah mati? atau...?

Belum sempat menyimpulkan apapun, mendadak Pak Masto merasakan sebuah bayangan menyergap tubuhnya. Merasakan lehernya terbuka dan dadanya robek besar. Mata Pak Masto yang langsung kehilangan cahaya itu terbelalak kosong.

Tanpa sempat menyaksikan Rama berdiri di hadapannya sambil menggenggam jantungnya.

----
Jakarta, 11 Maret 2019

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun