Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Menelisik Anatomi Puisi

6 Januari 2019   23:08 Diperbarui: 10 Januari 2019   16:35 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tolong dong bantu saya bagaimana kiat merubah mood."

Beberapa pernyataan di atas seringkali kita temui. Bahkan pada diri kita sendiri. Padahal menurut saya itu hanyalah sebuah alasan pengingkaran untuk tidak menulis hingga selesai. Klise dan tak boleh lagi terjadi.

Mood adalah suasana hati, betul! Jika suasana hati buruk maka saya tidak bisa menulis, salah!

Seburuk apapun suasana hati sebuah tulisan akan bisa diselesaikan. Hanya saja memang suasana hati akan ikut mempengaruhi ruh dari sebuah puisi. Suasana hati yang buruk akan memberikan ruh puisi yang gelap, pucat, menantang, mengajak perang, sinis, tragis dan berbagai hal yang sejenis.

Suasana hati yang bagus akan menghasilkan karya puisi yang romantis, cantik, riang, gembira, dan lain sebagainya yang senada.

Jika dalam biologi kita mengenal hati adalah penghasil energi, maka anatomi kedua dari tubuh puisi ini disebut mood.

Waktu (usia organ)
Semua organ akan mempunyai usia pakai masing-masing. Tergantung dari seberapa bagus pemeliharaan serta frekuensi dan intensitas pemakaian.

Begitu pula dalam puisi. Berapa lama sebuah puisi dihasilkan. Apakah hanya dalam hitungan menit, jam atau hari, tergantung seberapa bagus kemampuan dan kepekaan menulis diasah. Sedikit lupakan mengenai talenta. Karena itu dari sononya. Tak perlu digugat atau dipermasalahkan.

Sebenarnya, kecepatan dalam menulis puisi lebih banyak dipengaruhi faktor kekuatan keinginan. Jika ingin cepat selesai agar bisa segera dinikmati secara utuh, maka selesailah barang itu. Tapi jika kekuatan keinginannya hanya semenjana atau bahkan biasa saja, maka wallahu alam kapan barang itu bisa dikirimkan ke hadapan pembaca.

Pesan (fungsi organ)
Semua organ tubuh pasti punya fungsi masing-masing. Spesifik dan istimewa. Mata untuk melihat, hidung untuk membaui, lidah untuk mencecap rasa, kaki untuk berjalan, dan seterusnya.

Dalam anatomi puisi kali ini saya menganalogikan fungsi organ sebagai pesan. Pesan apa yang ingin disampaikan dalam puisi tersebut? Apakah pesan yang persuasif (mengajak), intimidatif (mengancam), religi (Ketuhanan), dan seterusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun