Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Menelisik Anatomi Puisi

6 Januari 2019   23:08 Diperbarui: 10 Januari 2019   16:35 492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak jauh berbeda dengan pelajaran Biologi yang sering disukai para wanita dan juga para pria penyuka wanita, puisi juga memiliki segmen khusus pelajaran "anatomi". Saya berikan tanda petik karena saya tidak yakin apakah ada kaidah seperti ini dalam dunia sastra yang sesungguhnya.

Saya tidak membedahnya dalam rangka studi atau jurnal ilmiah, karena itu sudah menjadi keahlian khusus para sastrawan dan akademisi yang lebih berkompeten dibanding saya yang seringkali menganggap puisi adalah sebuah cara istimewa untuk berhuru-hara menikmati suasana.

Bayangkan sebuah tubuh. Ilmu biologi secara detail akan mempelajari organ ini apa, fungsinya bagaimana, berhubungan dengan proses apa, jika terjadi gangguan apa akibatnya, dan sebagainya, dan seterusnya.

Di dalam tubuh puisi juga kurang lebihnya sama. Terdapat beberapa organ dengan fungsi dan kegunaan masing-masing.

Inspirasi (organ otak)
Di sinilah awal mula sebuah puisi mengalami proses penciptaan. Menerjemahkan sebuah ide atau gagasan yang nantinya akan dituangkan dalam bahasa puisi yang lazimnya di dunia kreasi disebut inspirasi.

Saya dulu sempat menuliskan bahwa inspirasi itu bisa berasal darimana saja, apa saja, siapa saja, kapan saja. Oleh karena itu umumnya orang yang hendak mulai mereka puisi selalu meletakkan pondasi penulisan dalam bentuk inspirasi.

Inspirasi lahir dari ibu kandung yang dinamakan mata. Tapi tentu tidak berhenti di situ saja. Dari mata lah banyak sekali inspirasi bisa ditangkap kemudian dipenjara di ruang-ruang kepala untuk kemudian mulai dicerna oleh otak yang selanjutnya memberikan instruksi; tulislah ini!

Jika dalam biologi kita mengenal otak sebagai pangkal perintah, maka anatomi pertama dari tubuh puisi adalah inspirasi.

Mood (organ hati)
Ya. Sebagian besar akan mengaku bahwa mood adalah faktor terbesar gagal berhasilnya mereka dalam mereka sebuah puisi.

"Saya sudah mendapatkan inspirasi terbaik tapi saya tidak mood. Jadi tidak ada karya yang terjadi."

"Mood saya jelek. Nanti saja saya akan menulis puisi. Takut tulisan saya ikut jelek!"

"Tolong dong bantu saya bagaimana kiat merubah mood."

Beberapa pernyataan di atas seringkali kita temui. Bahkan pada diri kita sendiri. Padahal menurut saya itu hanyalah sebuah alasan pengingkaran untuk tidak menulis hingga selesai. Klise dan tak boleh lagi terjadi.

Mood adalah suasana hati, betul! Jika suasana hati buruk maka saya tidak bisa menulis, salah!

Seburuk apapun suasana hati sebuah tulisan akan bisa diselesaikan. Hanya saja memang suasana hati akan ikut mempengaruhi ruh dari sebuah puisi. Suasana hati yang buruk akan memberikan ruh puisi yang gelap, pucat, menantang, mengajak perang, sinis, tragis dan berbagai hal yang sejenis.

Suasana hati yang bagus akan menghasilkan karya puisi yang romantis, cantik, riang, gembira, dan lain sebagainya yang senada.

Jika dalam biologi kita mengenal hati adalah penghasil energi, maka anatomi kedua dari tubuh puisi ini disebut mood.

Waktu (usia organ)
Semua organ akan mempunyai usia pakai masing-masing. Tergantung dari seberapa bagus pemeliharaan serta frekuensi dan intensitas pemakaian.

Begitu pula dalam puisi. Berapa lama sebuah puisi dihasilkan. Apakah hanya dalam hitungan menit, jam atau hari, tergantung seberapa bagus kemampuan dan kepekaan menulis diasah. Sedikit lupakan mengenai talenta. Karena itu dari sononya. Tak perlu digugat atau dipermasalahkan.

Sebenarnya, kecepatan dalam menulis puisi lebih banyak dipengaruhi faktor kekuatan keinginan. Jika ingin cepat selesai agar bisa segera dinikmati secara utuh, maka selesailah barang itu. Tapi jika kekuatan keinginannya hanya semenjana atau bahkan biasa saja, maka wallahu alam kapan barang itu bisa dikirimkan ke hadapan pembaca.

Pesan (fungsi organ)
Semua organ tubuh pasti punya fungsi masing-masing. Spesifik dan istimewa. Mata untuk melihat, hidung untuk membaui, lidah untuk mencecap rasa, kaki untuk berjalan, dan seterusnya.

Dalam anatomi puisi kali ini saya menganalogikan fungsi organ sebagai pesan. Pesan apa yang ingin disampaikan dalam puisi tersebut? Apakah pesan yang persuasif (mengajak), intimidatif (mengancam), religi (Ketuhanan), dan seterusnya.

Sebuah puisi yang persuasif akan mengajak pembacanya untuk melihat, mendengar, dan ikut merasakan apa yang dirasakan penulis.

Sebuah puisi yang intimidatif akan memberikan peringatan atau bahkan ancaman kepada para pembacanya. Biasanya pesan tentang kerusakan alam, peperangan, kekacauan dan sebagainya.

Sebuah puisi religi umumnya memberikan pesan kepada para pembaca tentang hal-hal yang bersifat Ketuhanan dan kemanusiaan. Biasanya bernuansa filosofis.

Akhirnya
Anatomi puisi bisa dipetakan. Tapi tentu tidak dalam bentuk peta biasa. Bisa jadi tidak cuma 4 seperti yang saya uraikan di atas. Bisa 5, 6 atau bahkan 10. Semuanya tergantung seberapa detail peta anatomi yang diinginkan.

Bukankah anatomi pada Biologi juga berjumlah nyaris tak terhingga?

Bogor, 6 Januari 2019

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun