Raja menatap penuh terimakasih kepada Citra yang duduk di hadapannya dengan tubuh lemas kehabisan tenaga. Pertarungan mistis melawan Mada menguras tenaga gadis itu sedemikian rupa.
"Raja, kau jangan pernah lalai mempercayai cincin yang kau pakai itu. Cincin itu adalah penangkal segala macam teluh dan ilmu gaib. Kau nyaris terperangkap jebakan Mada karena kau sempat lepas kepercayaan pada cincin itu," Citra berkata lemah.
Raja mengangguk dengan tatapan bersalah.
"Maafkan aku Citra. Aku masih tidak percaya hidup di dua dunia yang seharusnya tidak menyatu. Reinkarnasi, gerbang waktu, sihir, makhluk gaib, benar-benar membingungkan pikiran warasku. Kamu bahkan bisa membengkokkan sebuah pistol!"
Citra tersenyum. Masih nampak lemah.
"Tidak apa-apa Raja. Semua memang membutuhkan proses panjang untuk memahami secara utuh apa yang sedang terjadi. Aku hanya ingin bahagia. Membengkokkan sejarah memang salah. Tapi aku tidak mau pilu ini terus-terusan mengganggu hatiku. Lagipula apa salahnya memperbaiki sesuatu yang keliru," Citra sedikit terisak.
Raja memegang tangan Citra dengan penuh empati.
"Aku tahu ini aneh Citra. Jangan khawatir, aku akan membantumu dengan segenap kemampuanku. Sekarang, apa yang harus aku lakukan agar kejadian seperti ini tidak terulang?"
Kembali Citra tersenyum. Membetulkan letak duduknya dan balas menggenggam tangan Raja.
"Kamu percaya kepadaku Raja? Sepenuhnya?"
"Tentu Citra," Raja menjawab tegas.
"Hmm, baiklah. Ini akan sedikit sakit." Citra melepas cincin dari jari manis tangan kiri Raja. Memindahkannya ke jari manis tangan kanan. Matanya terpejam. Bibirnya terlihat bergerak-gerak. Menggumamkan bahasa yang tak dimengerti Raja.
Awalnya Raja hanya merasakan hawa hangat mengalir dari tangan Citra. Makin lama rasa hangat itu makin panas, sangat panas, luar biasa panas! Raja yakin jari manisnya pasti melepuh karena terbakar. Â
Raja menggigit bibirnya menahan rasa sakit yang teramat sangat di jari manisnya. Keringat sebesar jagung mengalir di pelipisnya. Matanya berkunang-kunang. Kepalanya terasa begitu berat. Dan tiba-tiba semuanya selesai. Raja tidak lagi merasakan sakit. Citra melepas genggaman tangannya dan mengangkat tangan Raja di hadapan pemuda itu.
Raja terbelalak. Cincin pemberian tetua itu lenyap! Di jari manisnya hanya terdapat bekas cincin melingkar berwarna kehitaman. Seperti sebuah tato permanen. Citra menghapus peluh di dahinya.
"Cincin itu sudah menyatu dengan dirimu Raja. Ada dalam tubuhmu untuk melindungimu."
Raja tercenung. Semakin dalam dia masuk ke dua dunia yang ganjil ini.
----
Hoa Lie dan Feng Siong kebingungan tak tahu mesti berbuat apa. Mereka sekarang dikepung makhluk mistis pulau Bali yang mengerikan ini. Bau amis menguar di sekitar mereka. Bau itu berasal dari darah yang terus menetes di taring-taring menyeringai Leak-leak itu.
Didahului isyarat geraman rendah dari dalam rumah, Leak-leak itu menyerang dengan brutal Hoa Lie dan Feng Siong. Kepala-kepala tanpa tubuh yang mengerikan itu menyasar leher untuk diserang. Kedua utusan dari negeri Cina itu menghindar sebisanya. Berlompatan kesana kemari sambil coba menggunakan senjatanya masing-masing untuk bertahan.
Tapi ini urusan klenik. Mana mungkin senjata seperti pedang, piaw, pistol, dan semacamnya bisa menanggulangi serangan makhluk mistis?
Terang saja Hoa Lie dan Feng Siong tak bisa berbuat banyak. Apalagi serangan leak-leak itu begitu membabi buta seiring dengan semakin seringnya isyarat geraman dari dalam rumah yang keluar dari mulut Bli Gus Ngurah.
Leher Feng Siong sudah berdarah-darah karena beberapa kali sempat terkena gigit makhluk haus darah itu. Hoa Lie tidak, namun tetap saja gadis ini menjerit sejadi-jadinya karena tidak tahu harus berbuat apa. Apalagi setelah melihat Feng Siong tergeletak tak berdaya dengan dua Leak yang menempel di lehernya.
Tak akan butuh waktu lebih lama lagi bagi Hoa Lie untuk bernasib sama jika saja tidak muncul bantuan yang tidak terduga.
Terdengar jeritan nyaring dari dalam bangunan utama. Disusul dengan berjatuhannya semua Leak ke tanah secara tiba-tiba. Hoa Lie menghela nafas lega. Sembari merangkak kelelahan gadis ini menghampiri Feng Siong yang nampak tak bergerak. Bersimbah darahnya sendiri di sekujur tubuh dan muka.
Hoa Lie meraba nadi Feng Siong. Kembali gadis ini menghela nafas panjang. Sudah tidak ada harapan.
Sambil terus menguatkan diri, Hoa Lie berjalan tertatih memasuki bangunan utama gedung di mana suara jeritan tadi berasal.
Matanya terbelalak. Bli Gus Ngurah tergeletak di lantai di depan dupa-dupa yang terbakar dan altar kecil yang dipenuhi bunga-bunga. Sebilah pisau menancap di dada sebelah kanan. Seorang laki-laki setengah baya berjongkok di sebelahnya sembari memegang sebuah buku kecil lusuh yang terlihat begitu tua. Laki-laki itu menoleh ketika langkah kaki Hoa Lie yang diseret masuk ruangan.
Laki-laki paruh baya bertubuh kurus tinggi itu menghampiri Hoa Lie. Wajahnya yang tirus tersenyum tipis.
"Suhu! Kau datang!" Hoa Lie berseru girang sekaligus mengrenyit kesakitan lalu terguling pingsan. Kelelahan.
-----
Gian Carlo mengedarkan pandangan ke sekeliling. Kekacauan di pintu gerbang memancing hampir semua orang untuk ke depan. Aman!
Setelah memastikan tidak ada yang mencurigakan, Gian Carlo mengendap-endap masuk ke bangunan utama yang nampak begitu besar dan mewah.
Tidak ada siapa-siapa di dalam. Ruang tengah itu begitu besar dan lengang. Terdapat 2 pintu ruangan yang tertutup rapat. Gian Carlo mengira-ngira di mana gerangan ruangan yang menyimpan benda-benda pusaka Trah Pakuan.
Intuisinya yang kuat membuat Gian Carlo tidak memasuki yang manapun dari 2 ruangan itu. Dia malah berjalan berjingkat menuju ruang sebuah lukisan besar dan megah yang menggambarkan sebuah relief kerajaan tempo dulu dengan seorang putri sedang menunggang kuda. Gian Carlo mengambil senter kecil khusus dari tas pinggang.
Dengan hati-hati Gian Carlo meneliti setiap detail lukisan menggunakan senter ultraviolet yang dikombinasi dengan infra merah. Cahaya yang dihasilkan akan mampu mendeteksi setiap keganjilan dari sebuah lukisan. Apakah asli atau ada sesuatu yang tersembunyi.
Gian Carlo hampir terpekik saat menemukan sesuatu yang menarik dari lukisan itu. Tepat di mata sebelah kiri putri cantik yang sedang menunggang kuda, cahaya senternya menangkap keganjilan. Mata itu bersinar terang kebiruan. Padahal jika tidak disorot oleh senter, mata itu sama dengan mata lainnya.
Gian Carlo meraih sebuah alat kecil serupa dengan pena. Dia tidak boleh gegabah. Sebuah rahasia yang menyimpan benda pusaka biasanya disertai dengan jebakan mematikan di dalamnya. Dia tidak mau tergesa-gesa. Situasi masih terkendali. Tidak ada orang berkeliaran di dalam rumah utama ini. Wisanggeni mengalihkan perhatian dengan sangat baik.
Dengan ketelitian seorang ahli, Gian Carlo mengarahkan mata pena ke mata yang bersinar dalam lukisan. Seberkas sinar kecil kekuningan keluar dari pena tersebut. Laser berkekuatan tinggi bertemu dengan mata bersinar.
Terdengar letupan kecil disusul suara pintu berat membuka. Gian Carlo tersenyum tipis. Dugaannya benar. Ada sebuah ruang tersembunyi di ruang tengah ini. Lukisan besar itu bergeser dari dinding. Memperlihatkan sebuah pintu kecil yang menganga di hadapannya. Terlihat juga sebuah tangga turun ke ruang bawah tanah. Kembali Gian Carlo tersenyum. Got you!
Tubuhnya yang besar dan tinggi terpaksa harus miring dan menunduk saat memasuki pintu dan menuruni tangga ke kegelapan di bawah sana. Sebuah tempat menyimpan benda yang sangat dicari-cari. Gian Carlo yakin itu. Manuskrip kuno pembuka gerbang waktu yang tak ternilai harganya menunggunya di bawah sana.
-----
Jakarta, 1 Januari 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H