Ben sangat fokus. Kapal ini memang canggih. Tapi perairan di sekitar Skull Island ini terlalu berbahaya. Karang bertonjolan nyaris di semua tempat. Dan itu belum seberapa. Dari layar monitor peta bawah laut, Ben melihat di bawah permukaan laut siap mengancam stalaktit-stalaktit runcing berwarna merah mencolok yang sewaktu-waktu bisa mengoyak lambung kapal.
Stalaktit? Kenapa banyak stalaktit di bawah permukaan laut? Bukankah bilah batu panjang runcing itu hanya ada di permukaan gua? Ben mengerutkan keningnya bertanya-tanya. Apakah itu hanya semacam benda yang punya kemiripan saja? Tapi dari bentuknya, Ben yakin sekali itu adalah stalaktit. Tidak salah lagi. Ben mengguncang kepalanya. Dia harus fokus. Urusan stalaktit nanti akan dia tanyakan ke ahlinya. Rabat.
Ben merasa sepi. Ran dan Tet tidur di belakang ruang kemudi. Rabat dan Cindy di bawah. Mereka berdua kebagian tugas mengawasi ruang laboratorium dan berjaga-jaga di sana. Sebelumnya Ran telah memeriksa ruang senjata dan menemukan bahwa senjata aneh yang mereka kira dulu adalah prototype atau masih dalam riset, ternyata sudah berfungsi dan bisa dipergunakan. Ran yang tahu bagaimana mekanisme sebuah senjata paham betul senjata itu sangat mematikan. Tidak berpeluru biasa tapi berisi tabung laser. Tidak mungkin itu untuk manusia. Terlalu mahal.
Kapal Bio Research Alpha berdengung pelan. Suara mesin kapal nyaris tak kedengaran. Ben yang punya banyak pengetahuan tentang kapal terkagum-kagum dibuatnya. Kapal ini memang dibuat sedemikian canggihnya agar mampu menghadapi segala situasi.
Ben sudah meneliti peta. Ada beberapa tempat yang tepat untuk menyembunyikan kapal. Teluk-teluk kecil yang rumit. Dikelilingi tebing terjal dan tinggi. Malah ada satu teluk yang sangat unik dan aneh. Berbentuk teluk tapi seperti masuk ke dalam sebuah gua raksasa. Ke sanalah Ben berniat melabuhkan kapalnya.
Semua transponder sudah dimatikan. Namun Ben tidak yakin sepenuhnya bahwa kapal-kapal Bio Research tidak bisa melacak jejak kapal ini. Bumi sudah sangat telanjang bulat sekarang. Dimata-matai oleh ribuan satelit yang mengorbit di mana-mana.
Mudah-mudahan teluk aneh itu bisa menghalangi pindaian satelit.
Ben kembali fokus mengemudikan kapal. Dalam hitungannya, 2 Nautical Mile lagi dia sudah sampai ke tujuan.
----
Sementara di palka bawah. Rabat dan Cindy duduk siaga di depan laboratorium. Suara-suara gedoran memang sudah menghilang. Makhluk-makhluk aneh di dalam berdiam. Entah melakukan apa. Cindy tak ingin tahu. Perasaannya sangat tidak enak. Cindy merasa Pasukan Kematian di dalam itu sedang merencanakan sesuatu. Tidak mungkin makhluk rekayasa teknologi tingkat tinggi tidak punya strategi atau rencana jika sedang terjebak kesulitan.
Cindy yakin itu. Para kreator pastilah telah menyisipkan faktor-faktor koreksi di otak makhluk-makhluk itu dengan sebuah program komputer atau semacamnya.
Mendadak Cindy melompat bangun. Mengagetkan Rabat yang juga serentak berdiri. Senjata laser disiagakan.
"Mereka merusak dinding kapal! Sepertinya berusaha melarikan diri lewat laut!"
Sejenak Rabat bengong. Apa yang harus mereka dilakukan. Pintu tidak bisa dibuka dan kapal juga masih berjalan.
Cindy dan Rabat tergesa-gesa menaiki anjungan kapal. Berjumpa dengan tatapan Ben yang penuh tanda tanya melihat kepanikan dua temannya ini.
"Coba lihat! Mereka hampir berhasil membobol dinding kapal! Ben, pelankan sedikit. Jangan daratkan dulu kapal ini," Cindy berteriak kalang kabur sambil terus memperhatikan layar monitor CCTV.
Suara gaduh itu terang membuat Ran dan Tet terbangun. Tanpa banyak tanya keduanya ikut mengerubungi layar monitor. Ben memperlambat laju kapal. Mereka hampir memasuki teluk aneh yang jadi sasaran mendarat.
"Hitung berapa jumlah mereka yang keluar Cindy!" seru Ran setelah melihat dari layar monitor dinding kapal itu jebol dan berduyun-duyun Pasukan Kematian berenang di kedalaman laut.
"12! Eh, itu ada 1 lagi. 13! Yang terakhir itu sepertinya pimpinan mereka. Fisiknya berbeda dari yang lain. Lebih besar dan tangguh nampaknya," dengan cepat Cindy menghitung sementara yang lain masih bingung menentukan jumlah yang keluar.
Ben memutar kamera di haluan. Mencari-cari di layar monitor. Pasukan Kematian itu meluncur dengan kecepatan ikan Marlin di kedalaman laut dan menghilang.
Ran memandang dari balik anjungan. Kapal sedang memasuki teluk yang tenang. Di kanan kiri, karang-karang besar menuntut kelihaian Ben mengemudi agar terhindar dari goresan dan tubrukan. Ran beralih ke monitor lainnya. Teluk ini dalam tapi ada beberapa bagian yang dangkal. Di bagian itu nampak jelas stalaktit berwarna merah bergerombol. Menyiratkan ancaman kuat bagi siapa saja yang lewat.
Kapal sedikit berguncang. Sehati-hatinya Ben ternyata masih juga ada karang yang terlanggar. Untunglah hanya guncangan kecil. Kapal terus meliuk-liuk pelan. Memasuki gua raksasa dengan dengungan mesin teramat pelan.
Di saat yang lain kebingungan harus menambatkan tali kapal ke mana, Ben tersenyum simpul sembari menekan sebuah tombol merah di kiri atas tombol-tombol navigasi.
"brrrtttt...drakkk....brrrttt...drakkk"
Sepasang tali Tross dan Spring meluncur kencang. Menembus dinding gua. Mencencang kapal dengan kuat di tempatnya. Ben mematikan mesin. Melompat turun dari kursi nahkoda. Tak mempedulikan betapa teman-temannya memandang dengan kagum. Ben memang tak terkalahkan dalam hal perkapalan.
Ran mengambil alih situasi.
"Kita harus memperkuat pertahanan di kapal ini sebelum keluar dan mengeksplorasi pulau. Ini adalah benteng sekaligus rumah kita. Kita tidak akan bisa menduga kapan Pasukan Kematian itu kembali kesini lalu menyerang kita. Ben, coba cari sesuatu di fitur kapal barangkali ada yang terlewatkan mengenai pertahanan."
Ben mengangguk. Kembali menatap jajaran keyboard di hadapannya dengan tekun. Tet dan Rabat turun ke dek haluan. Memeriksa barangkali ada yang bisa dipergunakan untuk memperkuat pertahanan.
Sementara itu Cindy bergelung di kasur lipat sudut anjungan. Nampak menggigil hebat. Terdengar rintihan aneh keluar dari mulutnya.
"Hhhhh....eerrggghhh....hhhhh....eerrrggghh"
Ran terperanjat. Ada apalagi dengan Cindy? Gawat! Ran mendekat. Disentuhnya kening Cindy. Ya ampun, dingin sekali!
Ben yang masih berkutat dengan keyboard, tombol dan monitor tidak menyadari apa yang terjadi pada Cindy. Dia sepertinya menemukan sesuatu yang diminta Ran. Aha! Berhasil!
Ran mengetikkan beberapa kode di layar monitor.
Kapal itu bergetar sedikit dan mengeluarkan suara dengungan kencang. Larikan cahaya berpendar langsung menyelubungi kapal. Sebuah medan listrik yang kekuatannya lebih dari kekuatan sebuah pembangkit kecil. Ben tersenyum. Kapal ini memang luar biasa. Ini mekanisme pertahanan yang tidak biasa.
Ran memutuskan mereka memulihkan tenaga terlebih dahulu sebelum turun ke daratan. Mereka berada dalam gua raksasa. Untuk mencapai daratan mereka harus mencari jalan. Atau mungkin harus memutar lewat laut menggunakan sekoci. Entahlah. Pikiran Ran sedang dipenuhi dengan sakitnya Cindy.
"Ran..." itu suara Cindy. Memanggilnya pelan.
Ran menoleh. Matanya bertemu dengan mata Cindy. Hah! Mata Cindy sudah tidak berwarna hitam lagi. Tapi merah! Semerah darah!
Belum habis kekagetan Ran. Terdengar teriakan mengejutkan Ben.
"Mereka datang! Pasukan Kematian datang!" Ben menunjuk layar monitor dengan tegang.
Nampak Pasukan Kematian bergerombol datang. Berenang dengan kecepatan tinggi menuju kapal.
----
Pekanbaru, 6 Nopember 2018
Selanjutnya; Negeri Tulang Belulang (Bio Research)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H