Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Negeri Tulang Belulang (Pantai Penuh Lava)

27 Juni 2018   13:51 Diperbarui: 27 Juni 2018   13:49 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setengah berlari, kelima orang itu melintasi padang tulang-tulang.  Cindy menjadi andalan sepenuhnya kemana kira-kira arah yang tepat untuk dilalui.  Tidak mendekat ke lokasi burung-burung besar itu pesta makan.  Alhasil pelarian mereka berkelok-kelok tidak karuan.

Padang itu begitu luas.  Setelah sekian lama, belum juga setengah jarak yang ditempuh.  Karena kelelahan, meskipun adrenalin terpacu begitu rupa, akhirnya Cindy berhenti.  Bukan dia yang lelah.  Tapi teman-teman prianya nampak kehabisan nafas.

Mereka berhenti di tengah-tengah padang.  Kebetulan ada sebuah batu besar yang bisa melindungi mereka dari terik yang mulai menggantang.  Ran ragu.  Di balik batu besar itu terdapat sebuah lubang yang cukup besar untuk dimasuki tubuh manusia.  Dia teringat ular besar yang diceritakan Tet.

Tapi Cindy meyakinkan Ran bahwa di dalam lubang itu tidak terdengar suara yang mencurigakan.  Entah itu lubang apa tapi yang jelas lubang itu kosong.  Ran percaya.  Yang lain juga percaya.  Tapi nuansa ketakutan tetap kentara di mata mereka.  Mereka berada di antara pasrah dan berserah.  Situasi ini layak disebut sebagai terjebak di bubu ikan hiu.

----

Setelah merasa cukup beristirahat, Ran memberi komando teman-temannya untuk lanjut.  Perjalanan masih setengah lagi dan mereka tidak tahu apa yang menunggu mereka di sisa perjalanan ini.

Belum juga langkah diayunkan.  Cindy tiba-tiba meletakkan telunjuk di mulutnya.  Semua orang tercekat.  Ada apa lagi ini?  Cindy menunjuk ke suatu arah.

Di kejauhan terlihat beberapa bayangan kecil berlari kencang menuju mereka.  Sementara di langit burung-burung besar itu meluncur memburu bayangan itu.  Begitu mendekat, orang-orang baru sadar bahwa yang berlari menuju mereka adalah beberapa ekor kelinci seukuran anjing gembala.  Ran dan teman-temannya bingung mesti bagaimana.  Apakah kelinci-kelinci itu juga berbahaya?

Tanpa berpikir panjang Cindy memimpin teman-temannya memasuki lubang di depan mereka.  Jelas sekali bahwa kelinci-kelinci itu sedang menyelamatkan diri menuju lubang ini.  Bukan menuju mereka.  Lubang seukuran manusia itu cukup lebar di dalamnya.  Kalaupun mereka harus berdesakan dengan para kelinci itu tidak masalah.  Masih cukup leluasa.

Terjadilah situasi yang menggelikan itu.  Begitu mereka berlima sudah di dalam lubang.  Berduyun-duyun kelinci besar itu masuk.  Dari 4 ekor yang berusaha masuk, hanya 3 ekor yang berhasil.  Kelinci terakhir menjerit nyaring setelah tubuhnya disambar dan dicengkeram oleh burung raksasa itu dan dibawa mengudara.

Suasana di dalam lubang terlihat aneh.  3 ekor kelinci itu meringkuk di sudut lubang terdalam tanpa berani bergerak.  Sementara 5 manusia di hadapan mereka terlihat terbengong-bengong keheranan memperhatikan ukuran mereka.  Kelinci seukuran anjing gembala adalah satu hal aneh yang mengejutkan.  Kalau tidak bisa dibilang menakutkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun