Untuk sesaat keheningan menerkam. Â 5 orang team ekspedisi itu menahan nafas. Â Dari kejauhan terdengar suara menggeram-geram. Â Rendah namun mengancam. Â Seekor burung yang mirip dengan burung Nazar namun berukuran 10 kali lebih besar sedang mengoyak daging seekor burung jenis lain yang menggelepar tapi belum mati. Â Burung seukuran burung onta itu sedang dijagal.
Ternyata, burung pemangsa itu tidak sendirian. Â Ada beberapa lagi di tempat-tempat yang cukup berjauhan. Â Semuanya sedang makan. Â Rupanya padang tulang-tulang ini sebuah tempat perjamuan.Â
Cindy terkesiap mendengar sebuah desir keras dari udara yang seolah menuju ke arahnya. Â Kemudian, buuuummm! Â Sepotong bangkai Banteng besar dijatuhkan tidak jauh dari mereka. Â Semua orang merunduk. Â Bersembunyi di antara semak rapat. Â Mereka yakin sesuatu yang menjatuhkan bangkai itu akan menyusul.
Wusssss. Benar saja. Â Seekor burung besar mirip burung Nazar mendarat tepat di atas potongan bangkai Banteng. Â Mengoyak daging keras itu begitu mudahnya dengan paruhnya yang setajam pedang. Â Burung itu seperti tidak menyadari ada beberapa pasang mata yang mengamatinya dengan jantung berdebar kencang.
Ini terlalu dekat! Â Pikir Ran cemas. Â Pria ini memberi isyarat tanpa suara kepada teman-temannya untuk bergeser menjauh.
Terlambat! Â Burung raksasa itu mengoak keras sambil berjalan ke arah mereka. Â Wajah semua orang pucat pasi. Â Ran memang memegang senapan. Â Tapi semua ragu apakah senapan itu berguna untuk burung sebesar itu.
Bagaimanapun Ran tetap mengokang senapan mengarah kepala si burung raksasa. Â Tidak ada mangsa yang mudah, batin Ran menguatkan hati. Â Burung itu sengaja berjalan perlahan-lahan mendekati tempat persembunyian. Â Seperti layaknya pemburu yang mempermainkan hati mangsanya. Â Suasana hening dan tegang.
Mendadak terdengar desir angin yang keras bertubi-tubi. Â Dari langit bermunculan burung-burung serupa terjun ke tempat itu. Â Bukan mengarah kepada mereka namun menyerbu langsung pada potongan bangkai Banteng yang tergeletak.
Burung yang sedang memburu team ekspedisi itu seperti disadarkan. Â Berbalik arah dan menerjang 4-5 burung yang sudah memulai pesta makan daging. Â Kericuhan besar tak terhindarkan. Â Burung-burung itu saling serang menggunakan cakar dan paruh. Â Suara koak dan kepakan sayap membuat debu dan pasir beterbangan. Â Pertempuran mengerikan berlangsung sengit.
Ini kesempatan! Â Cindy memberi tanda kepada teman-temannya untuk mengikuti. Â Setelah berputar menjauh dari arena pertempuran, Cindy berjalan cepat memasuki padang tulang-tulang yang menakutkan itu. Â Teman-temannya ikut di belakang. Â Tanpa banyak bertanya atau bicara.
----
Setengah berlari, kelima orang itu melintasi padang tulang-tulang. Â Cindy menjadi andalan sepenuhnya kemana kira-kira arah yang tepat untuk dilalui. Â Tidak mendekat ke lokasi burung-burung besar itu pesta makan. Â Alhasil pelarian mereka berkelok-kelok tidak karuan.
Padang itu begitu luas. Â Setelah sekian lama, belum juga setengah jarak yang ditempuh. Â Karena kelelahan, meskipun adrenalin terpacu begitu rupa, akhirnya Cindy berhenti. Â Bukan dia yang lelah. Â Tapi teman-teman prianya nampak kehabisan nafas.
Mereka berhenti di tengah-tengah padang. Â Kebetulan ada sebuah batu besar yang bisa melindungi mereka dari terik yang mulai menggantang. Â Ran ragu. Â Di balik batu besar itu terdapat sebuah lubang yang cukup besar untuk dimasuki tubuh manusia. Â Dia teringat ular besar yang diceritakan Tet.
Tapi Cindy meyakinkan Ran bahwa di dalam lubang itu tidak terdengar suara yang mencurigakan. Â Entah itu lubang apa tapi yang jelas lubang itu kosong. Â Ran percaya. Â Yang lain juga percaya. Â Tapi nuansa ketakutan tetap kentara di mata mereka. Â Mereka berada di antara pasrah dan berserah. Â Situasi ini layak disebut sebagai terjebak di bubu ikan hiu.
----
Setelah merasa cukup beristirahat, Ran memberi komando teman-temannya untuk lanjut. Â Perjalanan masih setengah lagi dan mereka tidak tahu apa yang menunggu mereka di sisa perjalanan ini.
Belum juga langkah diayunkan. Â Cindy tiba-tiba meletakkan telunjuk di mulutnya. Â Semua orang tercekat. Â Ada apa lagi ini? Â Cindy menunjuk ke suatu arah.
Di kejauhan terlihat beberapa bayangan kecil berlari kencang menuju mereka. Â Sementara di langit burung-burung besar itu meluncur memburu bayangan itu. Â Begitu mendekat, orang-orang baru sadar bahwa yang berlari menuju mereka adalah beberapa ekor kelinci seukuran anjing gembala. Â Ran dan teman-temannya bingung mesti bagaimana. Â Apakah kelinci-kelinci itu juga berbahaya?
Tanpa berpikir panjang Cindy memimpin teman-temannya memasuki lubang di depan mereka. Â Jelas sekali bahwa kelinci-kelinci itu sedang menyelamatkan diri menuju lubang ini. Â Bukan menuju mereka. Â Lubang seukuran manusia itu cukup lebar di dalamnya. Â Kalaupun mereka harus berdesakan dengan para kelinci itu tidak masalah. Â Masih cukup leluasa.
Terjadilah situasi yang menggelikan itu. Â Begitu mereka berlima sudah di dalam lubang. Â Berduyun-duyun kelinci besar itu masuk. Â Dari 4 ekor yang berusaha masuk, hanya 3 ekor yang berhasil. Â Kelinci terakhir menjerit nyaring setelah tubuhnya disambar dan dicengkeram oleh burung raksasa itu dan dibawa mengudara.
Suasana di dalam lubang terlihat aneh. Â 3 ekor kelinci itu meringkuk di sudut lubang terdalam tanpa berani bergerak. Â Sementara 5 manusia di hadapan mereka terlihat terbengong-bengong keheranan memperhatikan ukuran mereka. Â Kelinci seukuran anjing gembala adalah satu hal aneh yang mengejutkan. Â Kalau tidak bisa dibilang menakutkan.
Namun suasana itu tidak berlangsung lama. Â Setelah mendengarkan apa yang terjadi di luar lubang, Cindy memutuskan mereka agar segera berangkat. Â Mumpung burung pemangsa itu sedang makan. Â Lebih bagus jika mereka buru-buru lari.
-----
Team ekspedisi itu kembali setengah berlari meninggalkan lubang yang telah menyelamatkan mereka. Â Tet sampai lupa dia berniat memotret kelinci raksasa itu saking tegangnya.Â
Dari kejauhan, mata Cindy yang luar biasa tajam sudah mendengar debur ombak lautan. Â Gadis yang gerakannya selincah kucing ini mempercepat langkahnya. Â Tidak sadar bahwa teman-temannya semua kepayahan menjajari langkahnya.Â
Bukan tanpa alasan Cindy mempercepat langkah. Â Di belakang mereka ada yang mengejar! Â Entah apa karena Cindy belum melihat. Â Bukan burung-burung itu. Â Tapi intuisinya mengatakan bahwa yang mengejar mereka ini adalah sesuatu yang tidak kalah berbahayanya. Â Cindy sengaja tidak mau memberitahu teman-temannya supaya tidak terjadi kepanikan. Â Panik akan membuat mereka jauh lebih cepat lelah. Â Padahal pantai sudah ada di depan mata.
Dan sampailah mereka! Â Namun kegembiraan urung terjadi. Â Pantai di depan mereka terhalangi sesuatu yang lain lagi. Â Sebuah sungai selebar 10 meter. Â Sungai yang mengepul panas. Â Karena sungai di depan mereka ini adalah sungai lava! Â Gila!
----
Bogor, 27 Juni 2018
Selanjutnya; Negeri Tulang Belulang (Badai)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H