Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kota yang Berlumut

17 Juni 2018   12:15 Diperbarui: 17 Juni 2018   12:26 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Terjadilah gelombang pengungsian besar-besaran.  Namun tertahan.  Tidak ada lagi alat transportasi yang memungkinkan untuk melakukan perjalanan.  Satu-satunya jalan adalah berjalan kaki. 

Para penduduk kota dan para perantau berduyun-duyun meninggalkan kota dengan berjalan kaki.  Susah payah.  Perlu perlengkapan khusus untuk berjalan di atas lumut.  Apalagi pabrik yang memproduksi alat-alat tersebut sudah mati.  Tak ayal kesulitan semakin menjadi.

Sebagian kecil saja yang bertahan dan berhasil sampai keluar kota.  Menuju desa-desa dan akhirnya tinggal di sana. Sebagian besarnya terjebak di tempat-tempat yang berlumut.  Tak bisa kemana-mana.  Tubuh-tubuh kurus mereka akhirnya ditumbuhi lumut.  Dari kepala hingga ujung kaki.  Menjadi monumen-monumen kecil berwarna hijau.  Saksi mati atas peradaban dan cuaca yang dirusak dan dikacau.

-----

Bogor, 17 Juni 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun