Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Kota yang Berlumut

17 Juni 2018   12:15 Diperbarui: 17 Juni 2018   12:26 629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tapi itu sama sekali tidak biasa.  Suhu yang dingin secara terus menerus itu mempengaruhi apa saja.  Peradaban manusia yang sebelumnya beradaptasi dengan suasana tropis, berbalik ke bagaimana menghadapi musim dingin yang abadi.  Itulah sebabnya lumut mulai tumbuh subur.

Semua menyadari bahwa lumut adalah tumbuhan pionir.  Lumut tumbuh apabila suhu rendah secara konstan melingkupi sebuah lingkungan.  Kehidupan flora selalu didahului oleh pertumbuhan lumut.  Lumut seperti ibu bapa.  Mengawali semua.

Para perantau itu bergidik.  Teringat pada bukit-bukit di desa mereka yang dipenuhi cemara dan angsana.

-----

Pabrik-pabrik tetap beroperasi dengan kecepatan tinggi.  Produksi yang dominan sekarang adalah produksi massal konveksi.  Wol-wol hangat, perlengkapan musim dingin dan batubara serta pelet kayu untuk bahan baku perapian.

Kendaraan dan barang elektronik tetap diproduksi.  Namun menyesuaikan dengan situasi musim dingin.  Pemandangan langit kota semakin kelabu.  Musnah selamanya warna biru.  Bahkan lautan yang ada di luar kota ini ikut berubah kelabu.  Kota dan sekitarnya menjadi begitu sendu.  Orang-orang lebih memilih tinggal di rumah.  Di depan perapian.  Cahaya matahari tak lagi menghangatkan.  Sebab tak sampai ke permukaan.

Suhu semakin jatuh.  Akibatnya kecepatan pertumbuhan lumut seperti dipacu.  Nyaris semua penduduk kota bahu membahu berupaya menyingkirkan lumut.  Bangunan berlumut.  Pohon-pohon berlumut.  Jalanan berlumut.  Air tanah yang disedot untuk kebutuhan sehari-hari juga bercampur dengan lumut.

Para perantau sebagian memutuskan pulang ke desa-desa menumpang kereta.  Pesawat tak bisa lagi mendarat.  Runaway terlalu licin karena dipenuhi lumut.  Bus dan mobil juga sudah kesulitan menapaki jalan raya.  Lumut merajalela.  Sementara rel kereta masih bisa dilewati karena setiap saat dipanasi.

Sebagiannya lagi masih bertahan.  Berharap masalah lumut itu teratasi.  Namun ingatan tentang sungai, pematang dan danau di desa makin menguat.

-----

Sampailah pada puncak peristiwa.  Setelah lumut-lumut itu menguasai seluruh kota.  Pabrik-pabrik raksasa itu terpaksa berhenti beroperasi.  Semua mesin dan perlengkapan tak bisa berfungsi.  Ditumbuhi lumut hingga ke bagian-bagian terkecilnya.  Kota beranjak mati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun