Geliat malam di sebuah perempatan
Di antara lalu lalang mata sembab perempuan yang sibuk memamerkan gincu semerah saga
Baju compang camping karena sengaja digunting
Menampakkan bahu terbuka
Disengaja
Memancing mata nyalang para lelaki yang kekurangan cinta dalam hidupnya
Mencari-cari
Lalu berjual beli
Cahaya bulan terjerembab di sini
Terantuk batu-batu runcing yang sanggup mengiris nadi
Ikut menangisi
Kisah sesungguhnya dari para perempuan itu
Yang bukanlah pedagang madu
Atau makelar nafsu
Mereka terjebak
Di lubang-lubang galian zaman
Tak pernah bisa ditimbun rapi
Oleh sebab yang tak dimengerti
Namun terjadi berulangkali
Ini bukan puisi penghakiman
Atau penjajahan laki-laki terhadap perempuan
Ini adalah fragmen jalanan
Disajikan tanpa nampan
Tumpah ruah tak karuan
Demi melengkapi kisah yang berwarna warni
Seperti nasib pelangi
Datang dan pergi
Atas kebaikan hujan dan sinar matahari
Bogor, 25 Mei 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H