Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Resep Kematian

7 April 2018   22:05 Diperbarui: 7 April 2018   22:50 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokter Wina menghela nafas panjang.  Ini semakin rumit saja.  Juga semakin gila!  Bagaimana caranya dia bisa mengelak dari permintaan lelaki aneh ini?

Dia memang bisa melakukan ethanasia.  Tapi tentu saja tidak dengan cara seperti ini.  Itupun biasanya dia lakukan pada hewan-hewan yang sudah sekarat dan tidak mempunyai harapan hidup lagi.  Bukan manusia.  Negara ini tidak mengenal namanya suntik mati.

Untuk sesaat ruang praktek Dokter Wina diselimuti keheningan.  Lelaki itu terus saja berharap melalui tatapan matanya.  Dokter Wina kembali dilanda kebingungan teramat sangat.

"Begini saja Pak.  Bagaimana kalau bapak berkonsultasi dulu dengan psikiater?  Saya tidak bisa memenuhi permintaan bapak.  Saya tidak bisa!"  suara Dokter Wina mulai meninggi.  Kepalanya sakit.

Lelaki itu bangkit dari tempat duduknya.  Berjalan berputar-putar ruangan sambil berkata-kata sendiri.

"Aku sudah tidak mau hidup.  Aku sudah banyak menghilangkan hidup orang.  Aku sudah bosan.  Aku harus mati.  Tapi aku harus mati dengan cara terhormat!"

Lelaki itu berhenti berjalan.  Mendekati lemari kaca di belakang Dokter Wina.  Membukanya.  Dokter Wina bergeser menjauh.  Ketakutan.

Lelaki itu mengambil jarum suntik.  Matanya memeriksa isi lemari kaca.  Diambilnya ampul bertuliskan PC.  Diisinya tabung jarum suntik dengan cairan tersebut.  Dokter Wina nyaris histeris.

"Ini dokter.  Ambillah.  Kesempatan terakhir!  Kalau kau tidak mau melakukannya, aku akan melakukannya kepadamu!"  Dokter Wina hampir menangis.  Perawatnya tadi kemana?  Dokter Wina tidak tahu bahwa perawatnya sudah pingsan di ruang depan setelah lelaki itu memukul tengkuknya.

Lelaki itu mengangsurkan jarum suntik kepada Dokter Wina.  Diletakkan di atas meja kerja sang dokter.  Lelaki itu lalu meraih sesuatu di dalam saku jasnya menggunakan tangan kiri.  Sementara tangan kanannya telah menggenggam sepucuk pistol yang diarahkan kepada Dokter Wina.

Dokter Wina pucat pasi.  Matanya yang seperti kelinci ketakutan menatap bergantian antara pistol dan jarum suntik di depannya.  Lelaki itu sangat serius!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun