Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Resep Kematian

7 April 2018   22:05 Diperbarui: 7 April 2018   22:50 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dokter please.  Berikan aku resep kematian.  Aku tidak pernah memohon sebelumnya kepada orang lain.  Kali ini aku memohon kepadamu...."

Suara lelaki itu betul-betul tulus penuh permohonan.  Dokter Wina yang awalnya terkaget saat pintu itu terbuka mendadak, duduk kembali di kursinya.  Memberi isyarat kepada lelaki itu untuk mendekat dan duduk di hadapannya.

"Baiklah Pak.  Apa masalahnya sehingga Bapak menginginkan resep kematian.  Bukankah kematian akan datang dengan sendirinya tanpa perlu resep?"  Dokter Wina bertanya dengan lembut. 

"Aku adalah pembunuh bayaran dokter.  Aku sudah tidak mau melakukan hal buruk itu lagi.  Tapi aku terikat kontrak seumur hidup untuk membunuhi orang-orang.  Hanya kematian yang bisa membebaskan aku," lelaki itu menjelaskan dengan tenang seolah semua itu hanya hal yang biasa saja.

Dokter Wina terbelalak untuk kesekian kalinya.  Duh, tadi malam dia mimpi apa sehingga harus ketemu dengan orang seperti ini?  Keluhnya dalam hati.

Dokter lalu mendengarkan lelaki itu bercerita panjang lebar.  Mengenai profesinya yang mengerikan.  Menjadi wakil malaikat pencabut nyawa.  Lelaki itu juga bercerita bahwa saking inginnya dia mengakhiri semua, dia selalu melakukan tugasnya secara nekat.  Tanpa perhitungan.

Tapi tetap saja.  Dia selalu berhasil dan selamat.  Entah dilindungi setan darimana, dia selalu berhasil lolos dari perlawanan, kepungan polisi, bahkan amuk massa.  Lelaki itu sampai terheran-heran sendiri.  Di suatu kesempatan merenung, dia malah sempat berpikir jangan-jangan dia dilindungi oleh malaikat kematian itu sendiri.

Dokter Wina mendengar semua cerita lelaki itu dengan takjub.  Luar biasa.  Ini kisah yang bila dituliskan mungkin bisa menjadi novel yang mengejutkan.

-----

"Tapi Bapak tahu kan?  Bahwa seorang dokter terikat pada sumpahnya untuk menghindarkan orang dari kematian?  Bukannya malah menjadi penyebab kematian?" Dokter Wina berusaha menjelaskan sekaligus bertanya.

"Aku tahu dokter.  Dan aku juga menghormatinya.  Tapi ini kasus khusus.  Tolonglah aku dokter.  Dokter adalah ahli anestesi yang sangat pintar.  Aku tahu dokter bisa melakukan euthanasia dengan keahlian dokter," lelaki itu tetap mendesak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun