Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Bajingan Perubah Mimpi

20 Maret 2018   19:52 Diperbarui: 20 Maret 2018   20:01 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi baginya adalah bagian awal dari dimulainya kericuhan.  Dia ingin merubah mimpi agar selalu membuatnya bahagia di alam nyata.  Seperti misalnya cemara di hadapan rumahnya. 

Dalam mimpi pohon itu menari.  Dilihatnya sekarang sama sekali tidak bergerak.  Meski dia tahu angin sedang mampat.  Dia tidak terima.  Khayalannya mulai bekerja.  Memusatkan pikirannya.  Cemara itu meliuk-liukkan tubuhnya.  Menarikan rampak gendang bersama dengan kamboja di sebelahnya.  Dia puas dan terlihat bahagia.

Setelah mandi dan menyegarkan tubuh, dia teringat pada bagian lain dari mimpinya.  Dia berjumpa bidadari.  Bidadari itu terlihat begitu sedih.  Dia ingin bertanya apakah selendangnya hilang dicuri.  Tapi ditahannya pertanyaan.  Paling penting sekarang adalah membuat bidadari itu tersenyum lagi.

Dia lalu berusaha melucu di hadapan wanita kekasihnya yang sedang bersedih.  Wanita itu tertawa lepas.  Entah karena dia memang lucu atau wanita itu berusaha menghargainya.  Tapi tak apa.  Paling tidak kekasihnya itu tak sedih lagi.  Berubah tidak sama dengan mimpinya tentang bidadari yang murung.

Apalagi ya mimpi yang belum dibuatnya nyata.  Dia mencoba mengingat-ingat semua.  Ah, ibunya! 

Di dalam mimpi ibunya datang membawa seikat kembang.  Tersenyum penuh kasih seterang pualam.  Lalu berkata lembut penuh kasih sayang;

Kembang ini kembang setaman anakku.  Aku petik di tepian surga untukmu agar kamu tak lupa bahwa pilihan itu hanya dua.  Surga atau neraka.

Hal yang jarang terjadi.  Itu membuatnya meneteskan airmata.  Dia tidak mau merubah mimpi yang ini. 

------

Hari ini persediaan mimpinya sudah habis.  Semua tuntas dirubahnya bahagia.  Dia akan mulai mimpi lagi nanti malam.

Sore ini dia bersiap-siap.  Mimpi adalah sesuatu yang istimewa baginya.  Dia tidak mau persiapannya terlalu sederhana. 

Dia tinggal sendiri.  Dia perlu beberapa saat untuk membuat kamarnya sebersih dan senyaman mungkin.  Dia tahu tidak bisa mengatur seperti apa mimpi yang akan mendatanginya.  Tapi paling tidak dia memulai segalanya dengan persiapan sempurna.

Ada satu keinginannya sejak lama.  Bermimpi menjadi seorang kyai.  Tidak!  Bukan!  Maksudnya adalah dia ingin bermimpi sebagai bajingan.  Agar di dunia nyata dia bisa merubah mimpinya menjadi kyai. 

Ini susah sekali.  Karena pada kenyataannya dia adalah seorang bajingan.  Dia bingung bagaimana caranya memasukkan kenyataan dalam mimpinya kemudian merubah mimpinya secara berlawanan.

Hmmm.  Mungkin suatu saat dia akan menemukan cara.  Malam ini, biarlah dia mimpi sembarangan saja.  Toh di kenyataan dia bisa merubahnya menjadi bahagia.

Dia mulai memejamkan mata. 

Mimpinya cukup menakutkan.  Dia serasa ada di sebuah lembah yang asing.  Tanahnya tandus tanpa tanaman.  Dalam mimpi dia kehausan.  Mencari-cari air kesana kemari tak bisa dia temukan.  Dia hanya menemukan sebuah rumah tua yang lapuk.  Rumah itu besar.  Sangat besar.  Bahkan bisa dibilang berukuran raksasa.

Dia memberanikan diri memasuki rumah.  Siapa tahu dia bisa menemukan air.  Tenggorokannya sudah mulai terbakar. 

Di dapur dia mendapatkan apa yang dia cari.  Dilihatnya ada sebuah teko berisi air.  Teko itu berukuran raksasa.  Dia mulai berpikir barangkali ini memang rumah seorang raksasa.  Semuanya serba raksasa.

Selesai minum dia mendengar suara menggelegar di luar.  Itu suara langkah kaki.  Tapi kaki yang besar.  Dia cepat-cepat menyembunyikan diri.  Dia merasa sangat ketakutan.  Benar ini dalam mimpi.  Tapi dia merasa seolah benar-benar nyata.

Dia harus segera terbangun!  Tapi bagaimana caranya?  Selama ini dia selalu menghabiskan mimpinya.

-----

Dia terjaga.  Mimpi tadi sangat menguras energinya.  Dia memang berhasil melarikan diri dari kejaran raksasa yang marah karena dia masuk rumahnya tanpa ijin.  Tapi dia sangat kelelahan. 

Ini baru dinihari.  Apa yang terbersit dalam pikirannya adalah segera merubah mimpinya tadi menjadi sesuatu yang bahagia.  Dia memusatkan pikirannya.  Keluar rumah dan mendapatkan dirinya berada di halaman yang indah penuh bunga.  Sorot lampu taman memantulkan kolam kecil yang dihuni ikan-ikan hias berwarna warni.

Persis sama seperti mimpinya.  Dia mulai kehausan.  Masuk dalam rumah.  Membuka kulkas dan menenggak habis sebotol bir dingin.  Aahh, dia bahagia.

Dia lalu duduk di teras muka rumahnya.  Memandangi langit yang sedang diam.  Dia ikut terdiam.  Mengantuk dan tanpa terasa jatuh tertidur.

Dia mimpi lagi.  Kali ini mimpinya jauh berbeda dari yang sudah-sudah.  Dia merasa melompat-lompat dari fragmen mimpi yang satu ke mimpi yang lainnya.  Mimpi yang sudah pernah dialaminya.  Melihat cemara menari-nari.  Menatap mata bidadari yang sedang bersedih.  Bertemu ibunya sedang membawa seikat kembang.  Dikejar-kejar raksasa.  Kembali lagi ke cemara, bidadari, ibunya, raksasa.  Begitu terus berulang-ulang.

Dia tidak sanggup lagi menghadapi mimpi seaneh ini.  Dia memaksa matanya membuka.  Melihat seseorang berdiri di hadapannya.  Orang itu menggunakan jubah lebar dengan tudung di kepalanya.  Wajahnya sangat samar.  Namun ada cahaya berpendar di sana.  Tangannya memegang sebuah tongkat panjang. 

Kau selalu merubah mimpi burukmu menjadi bahagia di alam nyata.  Aku mendatangimu karena ingin mengingatkanmu pada pesan ibumu.  Kau tidak bisa selalu berpura-pura.  Menghindar dari kenyataan pahit dengan berpura-pura bahagia.

Terimalah kenyataan nak.  Bermimpilah seadanya.  Terimalah kalau itu tidak sesuai harapan.  Kau hanya perlu berjuang.  Bahagia tidak didapatkan dengan cuma-cuma.  Kau harus berjuang untuk mendapatkannya.

Orang misterius itu menghilang dari hadapannya setelah berkata-kata. 

Dia mengangkat tubuhnya berdiri.  Selama ini dia memang pandai mengingkari.  Dia seorang bajingan yang tak tahu diri. 

Dia menuju ke kran air di pinggir kolamnya.  Mengambil air wudhu.  Sesuatu yang lama tidak dilakukannya.  Saatnya untuk tidak lagi berpura-pura.  Dia akan berusaha sekuat tenaga.  Menjadi orang baik yang sesungguhnya.  Tidak lagi dengan cara merubah mimpi seenaknya.

Jakarta, 20 Maret 2018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun