Dia tinggal sendiri. Â Dia perlu beberapa saat untuk membuat kamarnya sebersih dan senyaman mungkin. Â Dia tahu tidak bisa mengatur seperti apa mimpi yang akan mendatanginya. Â Tapi paling tidak dia memulai segalanya dengan persiapan sempurna.
Ada satu keinginannya sejak lama. Â Bermimpi menjadi seorang kyai. Â Tidak! Â Bukan! Â Maksudnya adalah dia ingin bermimpi sebagai bajingan. Â Agar di dunia nyata dia bisa merubah mimpinya menjadi kyai.Â
Ini susah sekali. Â Karena pada kenyataannya dia adalah seorang bajingan. Â Dia bingung bagaimana caranya memasukkan kenyataan dalam mimpinya kemudian merubah mimpinya secara berlawanan.
Hmmm. Â Mungkin suatu saat dia akan menemukan cara. Â Malam ini, biarlah dia mimpi sembarangan saja. Â Toh di kenyataan dia bisa merubahnya menjadi bahagia.
Dia mulai memejamkan mata.Â
Mimpinya cukup menakutkan. Â Dia serasa ada di sebuah lembah yang asing. Â Tanahnya tandus tanpa tanaman. Â Dalam mimpi dia kehausan. Â Mencari-cari air kesana kemari tak bisa dia temukan. Â Dia hanya menemukan sebuah rumah tua yang lapuk. Â Rumah itu besar. Â Sangat besar. Â Bahkan bisa dibilang berukuran raksasa.
Dia memberanikan diri memasuki rumah. Â Siapa tahu dia bisa menemukan air. Â Tenggorokannya sudah mulai terbakar.Â
Di dapur dia mendapatkan apa yang dia cari. Â Dilihatnya ada sebuah teko berisi air. Â Teko itu berukuran raksasa. Â Dia mulai berpikir barangkali ini memang rumah seorang raksasa. Â Semuanya serba raksasa.
Selesai minum dia mendengar suara menggelegar di luar. Â Itu suara langkah kaki. Â Tapi kaki yang besar. Â Dia cepat-cepat menyembunyikan diri. Â Dia merasa sangat ketakutan. Â Benar ini dalam mimpi. Â Tapi dia merasa seolah benar-benar nyata.
Dia harus segera terbangun! Â Tapi bagaimana caranya? Â Selama ini dia selalu menghabiskan mimpinya.
-----