Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta yang Tulus

14 Juni 2017   18:46 Diperbarui: 14 Juni 2017   18:51 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Silvi tersenyum mengejek,"Feb, ini adalah sebuah kutukan.  Aku selalu dikejar cowok berkelas....."

Febi ikut tersenyum.  Malas. Silvi selalu saja menyombongkan hal itu.  Meski memang benar.  Silvi sangat cantik.  Tubuhnya seksi.  Otaknya juga tidak dungu.  Anak orang kaya.  Selalu membawa mobil kemana mana.  Apalagi yang kurang dari Silvi? Nyaris tidak ada.

Febi bersahabat dengan Silvi sejak SMP hingga sekarang kuliah.  Febi sendiri berasal dari keluar biasa saja yang sederhana.  Meskipun tergolong berwajah manis, tapi Febi bukan gadis yang populer.  Kurang berani bergaul seperti Silvi.  Bahkan kadang kadang cenderung minder.  Itulah mengapa Silvi sangat menyukai setiapkali berjalan bersama Febi.  Dialah yang menjadi pusat perhatian selalu.

Yang dimaksud cowok berkelas oleh Silvi tentu saja mencakup beberapa kategori kelas tinggi.  Ganteng, tajir, macho, pintar, berprestasi.  Febi pernah menambahkan satu kategori lagi yang ditolak Silvi, pintar ngaji.  Entah mengapa Silvi agak anti dengan cowok yang pintar ngaji. 

Febi tahu siapa cowok berkelas yang mengejar Silvi sekarang, atau yang menurut Silvi sedang mengejarnya.  Namanya Fadil.  Mahasiswa pindahan dari Yogya.  Ganteng?  Bayangkan saja David Beckham tak berambut pirang.  Pintar? Lihat transkrip nilainya maka kamu akan geleng geleng takjub.  Tajir? Jelas, siapa yang tak kenal bapaknya yang pengusaha travel and tour nomor satu di negara ini.  Macho?  Lihat saja profil badannya. Tidak kalah sama Iko Uwais.  Berprestasi? Kalau sempat ke rumahnya, lihat betapa berjejer jejernya piala juara taekwondo, renang dan catur.

Begitu berita yang beredar di kalangan para cewek.  Mengupas siapa Fadil dari A sampai Z.  Hanya sedikit hal yang mereka sama sekali tidak tahu.  Fadil adalah seorang tahfidz Alqur'an dan juara nasional MTQ beberapa tahun yang lalu saat masih SMA.  Tidak ada yang tahu itu. Febilah yang tahu semua tentang itu.

Bagaimana Febi yang kuper bisa tahu?  Tentu saja semuanya berasal dari ketidaksengajaan.  Febi menjadi panitia Pesantren Kilat di mesjid dekat rumahnya.  Fadil diundang oleh pihak mesjid untuk memberikan pelajaran mengaji pada anak anak kampung.  Saat itulah Febi mendengar dan melihat secara langsung betapa indah dan merdunya Fadil melantunkan ayat ayat suci Alqur'an.  Febi sampai harus berpegangan pada temannya saking kagum dan lemasnya dia menyaksikan semua itu!

Itulah perkenalan pertama Febi dengan Fadil.  Pemuda itu ternyata juga sangat rendah hati dan cool!  Febi tidak perlu bertanya kepada dukun, orang pintar atau profesor untuk menyimpulkan bahwa dia jatuh cinta pada saat itu juga kepada Fadil.

--------

Sekarang di sinilah dia.  Melihat Silvi bercerita menggebu gebu betapa Fadil mengejar ngejar dirinya.  Bahkan Silvi sempat mengatakan bahwa Fadil membuat sebuah puisi super romantis untuknya.  Teman temannya tentu saja percaya.  Jika sampai ada cowok yang tidak tertarik kepada Silvi, maka cowok itu pastilah tidak normal orientasinya.

Ingin rasanya Febi memberitahu Silvi tentang Fadil yang seorang tahfidz.  Biar gadis itu tahu lalu mengundurkan diri dari perburuan cowok itu. Tapi Febi tidak tega.  Silvi dilihatnya sangat berbunga bunga dan bahagia.  Tidak seperti biasanya yang hanya bangga jika ada cowok keren dekat dengannya.

Silvi terus saja bersemangat bagaimana dia sangat berbahagia dan berjanji tidak akan lagi menoleh kepada cowok lain.  Teman temannya percaya meski dengan agak sedikit keheranan.  Cewek terpopuler ini seperti orang yang terhipnotis.  Namun lalu maklum sepenuhnya.  Cinta memang bisa merubah segalanya.

Gerombolan cewek cewek populer itu terus saja berbincang tak habis habis.  Tentang apa saja.  Mulai dari maybelline hingga kacamata dan boneka.  Mereka semua memang sedang menghabiskan waktu untuk berbuka bersama.  Kampus mereka mengadakan buka bersama dengan mengundang anak anak yatim di panti asuhan sekitar kampus.

---------

Acara berbuka bersama berjalan khidmat.  Silvi, Febi dan teman temannya merasakan kesegaran luar biasa setelah berbuka.  Kebetulan cuaca Jakarta sangat bersahabat.  Mesjid kampus yang besar itu penuh dengan para mahasiswa dan anak anak yatim dan kaum duafa.

Acara dilanjutkan dengan sholat Isya dan taraweh bersama.  Lalu bagi yang bersedia, akan melanjutkan dengan tadarus bersama hingga pukul sepuluh malam.  Silvi dan teman temannya sengaja bertahan karena berniat untuk ikut sampai acara berakhir.  Apa lagi kalau bukan menunggu hingga Fadil dan teman teman cowoknya pulang.

Begitu acara tadarus di gelar setelah taraweh.  Silvi dan teman temannya dikejutkan dengan suara merdu mengalun dari pengeras suara mesjid. Suara yang begitu fasih, lancar dan menenangkan hati.  Terjun dari menara mesjid mengaliri udara yang sekitar kampus.  Menuju hati yang mendengarkan.  Meluruh seluruh keangkuhan dunia ke dalam ngarai kelembutan.

Febi memejamkan mata.  Suara itu sangat dikenalnya.  Suara yang membuatnya jatuh cinta seketika.  lalu sebersit khayal di pikirannya diusik oleh suara suara berisik para gadis di sebelah sebelahnya.

"Suara siapa sedahsyat itu?...ya ampuunnn." Mira mendesah kagum.

"Luar biasa.  Aku belum pernah mendengarnya...Subhanallah!" Anggi menyebut nama Allah saking takjubnya.

"Aku jatuh cinta...." Ini suara Silvi terbata bata.

Febi menoleh kepada teman temannya dan berkata bangga tanpa disadarinya," itu suara Fadil.  Dia seorang Tahfidz.  Penghafal Alqur'an."

Semua menoleh kepada Febi.  Lalu masing masing mencoba melakukan identifikasi suara yang masih mengalun merdu itu.  serempak mereka mengangguk angguk.  Febi melihat Silvi memucat sejenak.  Namun setelah itu menitikkan airmata.  Febi memegang pundak sahabatnya bertanya kenapa menangis.

"Aku sebelumnya merasa aku sedang jatuh cinta kepada Fadil.  Tapi sekarang aku benar benar yakin bahwa aku jatuh cinta sama dia."  Silvi menjawab sambil mengusap sepasang matanya yang terus membasah.

Febi tersenyum.  Memeluk sahabatnya.  Tulus dan bersyukur.  Ada pahit singgah di relung hatinya.  Tapi Febi menyingkirkannya dengan segera. Berpamit untuk ke belakang kepada teman temannya.  Di luar mesjid, Febi membuka tas dan mengeluarkan sebuah surat berwarna merah jambu.  Merobeknya pelan.  Demi sebuah perubahan bagi sahabatnya.  Ujarnya berbisik.  Membuang sobekan sobekan puisi dan surat cinta Fadil kepadanya.

---------

Jakarta, 14 Juni 2017

----------

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun