Mohon tunggu...
Cerpen

Quarta Sekawan

21 Maret 2017   07:09 Diperbarui: 21 Maret 2017   08:24 149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi hari di Kota Jember telah tiba. Segera mungkin mereka menutup pintu mimpi di malam itu. Bangun dari singgahsana yang nyaman, melangkahkan satu langkah pertama untuk mandi. Hal itu menjadi rutinitas sehari-hari  bagi Hasan, Udin, Riko, dan Fira. Empat sekawan itu selalu berangkat ke sekolah bersama-sama. Kebersamaan mereka tidak pernah berubah dari waktu ke waktu. Semua kebersamaan itu terjalin karena Riko, Si Perut Karet. Itulah panggilan mereka untuk Riko.

“Riko,Riko….ayo berangkat sekolah!! Ini sudah siang lo!”. Teriak ketiga temannya di halaman rumah Riko. “Iya iya. Sebentar lagi selesai. Tinggal memakai dasi”. Jawab Riko dari dalam rumahnya. Ibu Riko juga sudah meneriakinya agar cepat berangkat ke sekolah. “Hey Riko! Lambat sekali kamu ini, apa yang kamu lakukan?”. Bentak Hasan kesal.

“Ya maaf. Aku belum sarapan”. Jawab Riko begitu ringan. Hasan, Udin, dan Fira dengan suara bersamaan, “Perut besar…”. Riko pun menutup telinganya. Udin menarik tangan Riko dengan berkata,” Tidak usah makan. Nanti aku traktir di warung Mbok Yem. Sekarang buruan bangun. Kalau tidak, mau kita dihukum lagi!”. Dengan ringannya Riko menjawab, “Itu sudah rutinitas kita setiap hari kan!”.”RIKOOOO!!!”

***

Mereka pun melangkahkan kaki dengan kencang menuju ke sekolah. Sekolah mereka bisa dibilang cukup jauh jika untuk ukuran jalan kaki, yaitu 2000 meter. Di tengah perjalanan masih sempat si Riko membuat keributan kecil kepada tetangganya yang sedang membakar dedaunan dan membasahi bunga di halaman rumahnya. Riko pun berteriak “Ada Kebakaran..Kebakaran”. Spontan tetangganya menyiram bunga mengarahkan selangnya ke arah kebakaran. Yang membuat tetangganya itu kesal arah airnya justru di arahkan  ke arah orang yang membakar sampah. Si Riko pun malah tertawa terbahak-bahak. Tetangganya memarahi Riko. Ketiga temannya menghampiri Riko dan meminta maaf kepada tetangganya.

Setibanya di sekolah tercinta, sudah berdiri seorang bapak-bapak gagah berkumis yang mengunci gembok gerbang sekolah. Dengan deru nafas yang masih terengah-engah, “Pak..bapak yang baik dan ganteng, tunggu! Jangan dikunci dulu, kami tidak bisa masuk”. “Kalian lagi…kalian lagi. Kenapa selalu terlambat. Saya tahu, pasti Si Perut Karet itu lagi!. Berhubung bapak lagi baik hati pada kalian, bapak bukakkan pintu”.

Satpam sekolah itu bernama Pak Toto. Dia adalah satpam yang paling ditakuti di sekolah ini. Terutama oleh Riko dan kawan-kawanna. Bagaimana tidak, mereka sudah menjadi langganan hukuman oleh Pak Toto. Hari ini bisa dikatakan hari yang beruntung oleh mereka karena Pak Toto mengatakan jika guru-guru sedang rapat. “Terima kasih Pak Toto yang baik hati..”. Ucap ketiga anak tersebut. Karena ternyata Si Riko tertinggal di belakang.

Dari kejauhan terlihat sosok Riko. Dengan nafas yang terengah-engah. “Pak..pak..Pak Toto..bukain dong gerbangnya!”. Pak Toto tidak menjawab. Entah karena dia tidak berada di pos satpam atau bagaimana. Riko pun dengan akal bulusnya mencoba melewati pagar itu. Namun, masih bersiap-siap, terdengar di telinga Riko suara  yang tidak asing.Ternyata suara tersebut berasal dari Pak Toto. “He..Riko! Kamu sedang apa?. Mau memanjat pagar ya!”. “Eh ada Pak Toto. Tidak kok pak”. Jawab Riko. Karena takut, Riko mulai berpikir. Akhirnya keluar akal bulusnya. “Pak Pak! Di panggil Kepala Sekolah!. Ucap Riko. “Mana? Sekarang para guru sedang rapat”. Sahut Pak Toto. Riko pun mencoba menirukan suara kepala sekolah dan bisa mengecoh Pak Toto. Akhirnya Riko bisa masuk ke dalam sekolah sambal berlari.

***

Setibanya di pintu kelas, Danis memastikan keadaan dengan melihat dari celah pintu. Taka ada sosok guru yang sedang menerangkan. Seperti kebiasaan Riko, Ia memberi kode kepada Udin. Belum sempat menjawab kode dari Riko, jari tangan sudah melekat di telinga Riko. Riko berteriak kesakitan dan memohon ampun kepada gurunya, Pak Man.

Pak Man bertanya pada Riko dengan tangan di telinga seakan hafal dengan kelakuan dari Riko. Riko pun masuk ke dalam kelas dengan rasa malu. Riko merasa letih. Ia memulai mencari akal bulus untuk menghindari hukuman yang ia anggap kejam. Muncul lah ide. “Aduh…Pak Saya kebelet ke kamar kecil”. “Nanti setelah pelajaran dari saya selesai”. Jawab Pak Man. Karena Riko terus merengek, akhirnya Pak Man mengizinkan untuk ke kamar kecil. Riko keluar kelas dengan berlari. Bukannya ke kamar mandi, Riko malah menuju kantin. Di situ Riko membeli makanan karena tadi belum kenyang saat sarapan. Yang membuat Riko kaget, saat makan ia bertemu dengan guru. Tapi lagi-lagi ia berhasil membohongi dengan akal bulusnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun