Pagi hari di Kota Jember telah tiba. Segera mungkin mereka menutup pintu mimpi di malam itu. Bangun dari singgahsana yang nyaman, melangkahkan satu langkah pertama untuk mandi. Hal itu menjadi rutinitas sehari-hari bagi Hasan, Udin, Riko, dan Fira. Empat sekawan itu selalu berangkat ke sekolah bersama-sama. Kebersamaan mereka tidak pernah berubah dari waktu ke waktu. Semua kebersamaan itu terjalin karena Riko, Si Perut Karet. Itulah panggilan mereka untuk Riko.
“Riko,Riko….ayo berangkat sekolah!! Ini sudah siang lo!”. Teriak ketiga temannya di halaman rumah Riko. “Iya iya. Sebentar lagi selesai. Tinggal memakai dasi”. Jawab Riko dari dalam rumahnya. Ibu Riko juga sudah meneriakinya agar cepat berangkat ke sekolah. “Hey Riko! Lambat sekali kamu ini, apa yang kamu lakukan?”. Bentak Hasan kesal.
“Ya maaf. Aku belum sarapan”. Jawab Riko begitu ringan. Hasan, Udin, dan Fira dengan suara bersamaan, “Perut besar…”. Riko pun menutup telinganya. Udin menarik tangan Riko dengan berkata,” Tidak usah makan. Nanti aku traktir di warung Mbok Yem. Sekarang buruan bangun. Kalau tidak, mau kita dihukum lagi!”. Dengan ringannya Riko menjawab, “Itu sudah rutinitas kita setiap hari kan!”.”RIKOOOO!!!”
***
Mereka pun melangkahkan kaki dengan kencang menuju ke sekolah. Sekolah mereka bisa dibilang cukup jauh jika untuk ukuran jalan kaki, yaitu 2000 meter. Di tengah perjalanan masih sempat si Riko membuat keributan kecil kepada tetangganya yang sedang membakar dedaunan dan membasahi bunga di halaman rumahnya. Riko pun berteriak “Ada Kebakaran..Kebakaran”. Spontan tetangganya menyiram bunga mengarahkan selangnya ke arah kebakaran. Yang membuat tetangganya itu kesal arah airnya justru di arahkan ke arah orang yang membakar sampah. Si Riko pun malah tertawa terbahak-bahak. Tetangganya memarahi Riko. Ketiga temannya menghampiri Riko dan meminta maaf kepada tetangganya.
Setibanya di sekolah tercinta, sudah berdiri seorang bapak-bapak gagah berkumis yang mengunci gembok gerbang sekolah. Dengan deru nafas yang masih terengah-engah, “Pak..bapak yang baik dan ganteng, tunggu! Jangan dikunci dulu, kami tidak bisa masuk”. “Kalian lagi…kalian lagi. Kenapa selalu terlambat. Saya tahu, pasti Si Perut Karet itu lagi!. Berhubung bapak lagi baik hati pada kalian, bapak bukakkan pintu”.
Satpam sekolah itu bernama Pak Toto. Dia adalah satpam yang paling ditakuti di sekolah ini. Terutama oleh Riko dan kawan-kawanna. Bagaimana tidak, mereka sudah menjadi langganan hukuman oleh Pak Toto. Hari ini bisa dikatakan hari yang beruntung oleh mereka karena Pak Toto mengatakan jika guru-guru sedang rapat. “Terima kasih Pak Toto yang baik hati..”. Ucap ketiga anak tersebut. Karena ternyata Si Riko tertinggal di belakang.
Dari kejauhan terlihat sosok Riko. Dengan nafas yang terengah-engah. “Pak..pak..Pak Toto..bukain dong gerbangnya!”. Pak Toto tidak menjawab. Entah karena dia tidak berada di pos satpam atau bagaimana. Riko pun dengan akal bulusnya mencoba melewati pagar itu. Namun, masih bersiap-siap, terdengar di telinga Riko suara yang tidak asing.Ternyata suara tersebut berasal dari Pak Toto. “He..Riko! Kamu sedang apa?. Mau memanjat pagar ya!”. “Eh ada Pak Toto. Tidak kok pak”. Jawab Riko. Karena takut, Riko mulai berpikir. Akhirnya keluar akal bulusnya. “Pak Pak! Di panggil Kepala Sekolah!. Ucap Riko. “Mana? Sekarang para guru sedang rapat”. Sahut Pak Toto. Riko pun mencoba menirukan suara kepala sekolah dan bisa mengecoh Pak Toto. Akhirnya Riko bisa masuk ke dalam sekolah sambal berlari.
***
Setibanya di pintu kelas, Danis memastikan keadaan dengan melihat dari celah pintu. Taka ada sosok guru yang sedang menerangkan. Seperti kebiasaan Riko, Ia memberi kode kepada Udin. Belum sempat menjawab kode dari Riko, jari tangan sudah melekat di telinga Riko. Riko berteriak kesakitan dan memohon ampun kepada gurunya, Pak Man.
Pak Man bertanya pada Riko dengan tangan di telinga seakan hafal dengan kelakuan dari Riko. Riko pun masuk ke dalam kelas dengan rasa malu. Riko merasa letih. Ia memulai mencari akal bulus untuk menghindari hukuman yang ia anggap kejam. Muncul lah ide. “Aduh…Pak Saya kebelet ke kamar kecil”. “Nanti setelah pelajaran dari saya selesai”. Jawab Pak Man. Karena Riko terus merengek, akhirnya Pak Man mengizinkan untuk ke kamar kecil. Riko keluar kelas dengan berlari. Bukannya ke kamar mandi, Riko malah menuju kantin. Di situ Riko membeli makanan karena tadi belum kenyang saat sarapan. Yang membuat Riko kaget, saat makan ia bertemu dengan guru. Tapi lagi-lagi ia berhasil membohongi dengan akal bulusnya.
Bel istirahat pun berbunyi. Riko bergabung ke para sahabtnya. Udin bertanya kepada Riko, “Kamu kenapa tadi?. Kok lama ?”. Hati-hati Riko, tadi Pak Man mengeluarkan ultimatum untuk kamu”. Ucap Udin. Bukannya kaget, Riko malah tertawa. Dia menganggap itu hal sepele. Kemudian Ia menceritakan kepada teman-temannya tentang kejadian di kantin tadi. Teman-teman Riko merasa kecewa,karena mendengar Riko membohongi guru.
Riko terdiam dan merasa bersalah kepada mereka. Ia tidak beniat membuat persahabatan mereka hancur. Ia melamun dan tidak melihat jika lantai di depannya basah. Ia pun terpeleset dan jatuh. Teman-temannya pun menertawakannya. Namun Riko malah mempunyai akal bulus lagi. Mungkin jika berpura-pura sakit, temannya akan bersimpati dan mereka pasti akan memaafkan Riko. Segera Riko mengambil sabun di kamar mandi. Ia mencampurnya dengan air. Ia memasukkan air sabun ke dalam mulutnya. Karena demi persahabatan, rasa mual pun hilang. Ia memasang wajah seperti orang keracunan. Sambil berjalan, Riko memegang lehernya agar terkesan benar-benar keracunan. Setelah bertemu dengan kawan-kawannya, Riko semakin membuat dirinya terlihat seperti keracunan.
Setelah melihat kondisi Riko seperti itu, teman-temannya merasa panic, karena Riko tidak mengucapkan sepatah kata pun. Teman-teman mereka juga merasa penasaran apakah ini hanya dibuat-buat oleh Riko. “Jadi kamu bohong lagi?.Kamu memang benar-benar keterlaluan Riko!” .Ucap Fira. “Pantas dari tadi aku mencium bau wangi sabun. Ternyata busa itu hanya bohongan.”. Lanjut Hasan. Riko hanya tersenyum karena mulutnya sudah penuh dengan sabun. Spontan Riko menelan air sabun itu.
Semua temannya pun pergi menjauh seolah-olah tidak melihat apa pun yang terjadi. “Aku tidak menyangka kamu seperti itu. Aku tidak mau berteman lagi dengan kamu!. Dan jangan pernah ganggu kami lagi”. Bentak Hasan. Riko pun merasa bersalah. Ia ingin mengejar teman-temannya tapi pengelihatannya kabur. Kepalanya pusing dan merasa mual. Ia mecoba memanggil teman-temannya, tapi lehernya terasa seperti tercekik. Hasan dan yang lainnya menoleh ke arah Riko. Karena masih kesal mereka membiarkan Riko.
Waktu berjalan. Riko tidaj terlihat di dalam kelas. Hasan mulai resah. Ia berpikir apakah Riko benar-benar keracunan. Benar saja. Riko masih tergelatak tak berdaya. Wajahnya pucat sekali. Hasan berteriak meminta tolong. Tak berselang lama, teman-temannya dan Pak Toto datang memeriksa keadaan Riko. Denyut nadinya melemah, tubuhnya dingin, wajahnya mulai membiru. Segera pihak sekolah menghubungi mobil Ambulance, setelah bebrapa menit mbil ambulan datang. Riko di bawa ke rumah sakit ditemani kepala sekolah dan Hasan. Sesampainya di Rumah Sakit, Riko langsung dibawa ke UGD. Sambil menunggu Riko, Hasan hanya mondar-mandir sambal meremas-remas tangannya. Kepala sekolah menghampiri Hasan untuk menenangkannya.
Tak berselang lama, dokter keluar dari ruang UGD. Hasan langsung menanyakan bagaimana kondisi dari Riko. Dokter mengatakan jika kondisi Riko tidak apa-apa. Tetapi Riko harus dirawat inap untuk beberapa hari ke depan. Hasan pun pulang dengan perasaan yang lega. Ia langsung menghampiri ibu Riko dan menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Ibu Riko kaget dang langsung bersiap menuju rumah sakit. Hasan mengantar ibunya Riko. Kemudian Hasan menghampiri Udin dan Fira. Udin dan Fira merasa bersalah. “Baiklah teman-teman! Besok kita jenguk Riko”.Ucap Fira.”Bawa makanan juga ya?”. Tambah Udin dengan polos. “Baiklah”.
Keeseokan harinya, ketiga kawannya datang menjenguk Riko. Ibu Riko menyambut mereka. Dan mempersilahkan untuk masuk ke kamar inap. “Hai Riko?Apa kabar?”. Ucap Fira. “Kalian sudah tidak marah lagi padaku?”. Tanya Riko. “Kami tidak marah kok. Kami hanya ingin kamu sadar.” Ucap Udin. “Tapi kamu harus janji jika kamu tidak berbohong lagi”. Ucap Hasan. Mereka saling berpelukan dan berjanji tidak saling menyakiti.
Mereka membicarakan tentang kenangan yang lucu juga indah selama persahabatan mereka. Tak berselang lama ada suster yang masuk ke kamar Riko. Teryata perawat itu mengeluarkan suntik untuk menambah obat untuk Riko. Riko pun lega setelah suster pergi, Ibu Riko berkata dengan wajah sedih,”Riko..”’ “ Ada apa Bu..?”. Tanya Riko. “Kaki kamu akan di amputasi!”. Jawab kepala sekolah. Hasan, Udin dan Fira dan Riko sangat kaget. “Tidak tidak, bercanda kok!”. Jawab Ibu. “Ha..ha..ha” Semua pun tertawa bersama-sama. Akhirnya Riko sadar akan kesalahannya. Ia mencoba memperbaiki keslahanya dan tak mau mengulangi lagi membohongi orang-orang. Sekarang teman-teman juga orang-orang di sekitar Riko merasa senang akan perubahan Riko.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H