Nama saya Elan. Saya juga biasa disapa elang. Saya bingung kenapa nama saya diubah menjadi elang. Bukan hanya elang, ada banyak panggilan baru untuk saya “elong dan lain-lain”. Saya merasa dibabtis seperti saya masih kecil. Saya berpikir kalau nama yang diubah berarti nama yang bagus. Ah...itu adalah prasangka saya. Saya tak tahu “apa alasan dibalik nama yang berubah”.
Nama saya sudah menjadi bunglon. Ya..Nama yang bunglon. Kapan saja sesuai waktu akan berubah. Di saat baik, namanya normal. Tapi di saat tertentu, namanya berubah “bisa baik, bisa buruk”.
Di balik nama yang berubah, adakah sesuatu yang tersembunyi??
Setahu saya, nama yang berubah itu cocok untuk intelijen. Kemana-mana identitas mereka selalu berubah. Mulai dari nama sampai penampilan. Apakah penampilan saya juga harus berubah seiring dengan perubahan nama?? Tidak!!
Jika sepertii ini, identitas saya semakin dekat dengan bunglon. Intelijen juga mungkin belajar dari bunglon. Kemana mereka pergi sesuai dengan situasi pasti semuanya berubah.
Saya tetap pada pendirian “nama saya tetap E, bukan E yang lain”. Kalau saya menjadi yang lain, kapan saya akan melihat dan menghargai diri saya sendiri?? Saya bangga dengan diri saya sendiri. E adalah nama yang menunjukkan identitas saya. E itu nama yang cantik.
Saya paham ‘dari perubahan nama ini saya bisa belajar tentang bagaimana menghargai diri saya sendiri’. Banyak pribadi sekarang yang tidak bangga dengan dirinya sendiri. Mereka lebih cenderung menjadi yang lain. Mereka lebih cenderung menjadi seperti yang orang katakan. Sebaiknya rambutmu seperti ini, bibirmu seperti ini, stylemu seperti ini, dan seperti-seperti yang lain.
Mereka tidak pernah bangga dengan keunikan yang mereka miliki. Mungkin zamanlah yang menuntut mereka untuk seperti ini. Tapi, sekali-kali kita jangan pernah salahkan zaman.
Zaman tak pernah salah untuk menciptakan dan mewujudkan dirinya. Ia hanya menawarkan dirinya untuk manusia. Zaman semakin edan dan manusia ingin menjadi seperti Eden. Kalau ingin menjadi Eden (Firdaus) pasti di dalamnya ada pohon terlarang.
Justru pohon terlarang di zaman edan inilah yang selalu dikejar dan diimpikan manusia. Di zaman edan, ada begitu banyak tawaran yang menarik. Manusia tinggal memilih sesuai kesukaan dan keinginan. Kalau mau itu, kalau mau ini “asalkan engkau punya uang”.
Semuanya ditukar dengan uang. Uang menjadi penawar dan pelicin utama. Kalau bukan uang, apa lagi?? Semuanya serba uang. Manusia bisa menikmati pohon terlarang hanya dengan uang. Bos utama mereka adalah uang. Kasihan tapi itulah kenyataan. Mau seperti apa lagi??
Kalau dulu di dalam Kitab Suci, setelah Adam dan Hawa memetik dan memakan buah terlarang, mereka jatuh dalam dosa dan diusir dari taman eden, maka sekarang setelah manusia memetik buah pada pohon terlarang di zaman edan, mereka lupa diri dan orang lain.
Mereka tidak diusir dari zamannya, tapi mereka terasing dari sesamanya dan mungkin juga dari zamannya. Mereka hidup sendiri tanpa orang lain. Lihat saja! Mereka berpenampilan berbeda dengan kebanyakan orang.
Mereka mempunyai dunianya sendiri. Nama dan diri mereka berubah karena mereka telah memetik buah terlarang di zaman modern. Mereka tidak lagi percaya pada dirinya sendiri karena mereka selalu melihat kekurangan di dalam dirinya. Inilah manusia Eden.
Menjadi manusia Eden bukanlah tuntutan. Itu hanya tawaran. Kalau tuntutan, kenapa saya tidak harus menjadi sepertinya?? Tawaran tidak harus selalu diterima. Engkau mesti bisa melihat “apakah itu baik atau buruk??”.
Tapi kebanyakan manusia lebih memilih tawaran untuk menjadi manusia Eden. Mereka hanya melihat kemasannya yang menarik, tapi lupa untuk melihat isinya. Bagi mereka “kalau kemasannya menarik, isinya juga pasti menarik”. Memang taman Eden itu indah dan menarik.
Dia adalah surga, tapi kita jangan lupa di dalam taman Eden “masih ada ular yang berbelit di pohon terlarang. Lalu memanggil kita untuk menikmatinya.” Di taman Eden engkau bisa menikmati semua yang engkau inginkan, tapi satu hal yang harus kau jaga “engkau tak boleh melihat pohon terlarang, sebab di sana keinginanmu akan birahi dan engkau ingin menikmatinya”.
Saya ingin menjadi diri saya sendiri. Di balik nama saya yang berubah tersimpan makna yang begitu mendalam. Saya bisa melihat segalanya. Buktinya “sekarang saya bisa tampil dengan diri saya sendiri, bukan dengan apa yang orang katakan atau zaman katakan untuk saya”.
Saya hidup di zaman modern, tapi saya tak mau dihidupi olehnya. Saya mau belajar darinya “bagaiamana menjadi nama yang indah dan menjadi diri sendiri”. Who am I?? I am my self. Saya bangga karena “ada kelebihan dalam kekurangan saya”. Saya dicintai bukan karena saya lebih, tapi karena saya menghargai apa yang kurang dalam diri saya.
Tawaran tidak harus selalu diterima. Engkau mesti bisa melihat “apakah itu baik atau buruk??”. Tapi kebanyakan manusia lebih memilih tawaran untuk menjadi manusia Eden. Mereka hanya melihat kemasannya yang menarik, tapi lupa untuk melihat isinya. Bagi mereka “kalau kemasannya menarik, isinya juga pasti menarik”.
Memang taman Eden itu indah dan menarik. Dia adalah surga, tapi kita jangan lupa di dalam taman Eden “masih ada ular yang berbelit di pohon terlarang. Lalu memanggil kita untuk menikmatinya “nak kemarilah.
Di sini engkau akan menikmati segalanya. Tak ada yang bisa mengalahkan kenikamtan ini. Engkau akan menjadi penikmat dan empunya terhebat. Tak akan ada yang bisa menyaingimu. Engkau akan mempunyai segalanya. Kemarilah nak. Ia memanggilmu datang.”
Di taman Eden engkau bisa menikmati semua yang engkau inginkan, tapi satu hal yang harus kau jaga “engkau tak boleh melihat pohon terlarang, sebab di sana keinginanmu akan birahi dan engkau ingin menikmatinya”. Jika keinginanmu lebih kuat, maka engkau akan terjerumus dan menikmatinya. Ia nikmat, tapi menyesakkan.
Keinginanmu terbatas. Ia juga akan mengalami kejenuhan. Tapi, pada titik ini engkau mungkin tak akan menemukan titik kejenuhan sebab segalanya engkau punya dan nikmati. Namun, satu hal lagi yang mesti engkau ketahui “manusia tak pernah puas dengan yang dimilikinya.
Usianya terbatas, tapi keinginannya tak terbatas. Oleh karena itu, mustahil jika setelah engkau menikmati pohon terlarang, engkau akan merasa puas. Engkau pasti akan tetap mencari yang lain karena engkau sendiri sudah ditentukan oleh yang lain, bukan oleh dirimu sendiri.
Kawan!!!Saya ingin menjadi diri saya sendiri. Di balik nama saya yang berubah tersimpan makna yang begitu mendalam. Saya bisa melihat segalanya. Buktinya “sekarang saya bisa tampil dengan diri saya sendiri, bukan dengan apa yang orang katakan atau zaman katakan untuk saya”.
Saya hidup di zaman modern, tapi saya tak mau dihidupi olehnya. Saya mau belajar darinya “bagaiamana menjadi nama yang indah dan menjadi diri sendiri”. Who am I?? I am my self. Saya bangga karena “ada kelebihan dalam kekurangan saya”.
Saya dicintai bukan karena saya lebih, tapi karena saya menghargai apa yang kurang dalam diri saya. Saya berusaha untuk belajar dari manusia Eden dan saya berusaha untuk bisa melihatnya, tanpa menikmatinnya. Sebab dengan melihat saya akan belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H