Di tepi cangkir kopi itu masih tersisa satu syarat yang mungkin tak dia lupakan. Sedari kopi itu diseduh tanpa gula "ia sudah memaafkannya". Kopi itu tak harus manis. Kini saatnya 'ia menunjukkan dirinya yang asli". Aku ingin kopi itu pahit, tapi nikmat diteguk. Aku tak mau menipu rasa dalam kopinya yang asli. Rasa itu pasti ada dalam secangkir kopi yang ia buat untukku.
   Sore itu, ketika kuteguk kopi itu "dia enggan mengatakan yang sebenarnya". Kopi itu tak mungkin menjadi saksi yang bisu. Ia hidup ketika ia memberi rasa. Di hadapan cangkir itu "rasa itu tak habis diteguk hanya  dalam secangkir kopi". Tapi ia bisa menjadi sahabat yang membuat rasa ini selalu tenang dan selalu mengatakan "aku ingin selalu meneguk kopi itu bersamanya".
   Kopi itu selalu memaafkan. Ia tak pernah menipu dan memendam rasa benci dan dendam dalam rasanya. Tanpa gula, ia tetap mempunyai rasa dan selalu menunjukkan kalau ia adalah rasa yang paling mujarab untuk diteguk. Bahkan ketika ragamu sedang kacau, kopi akan selalu membuka dan memberi jalan dengan rasanya. Ia tak pernah menutup jalan ketika ada yang meneguknya. Ia juga tak mungkin memberi rasa sakit dengan rasanya. Tapi, ia hanya mungkin memberi rasa candu karena ia tak pernah menipu. Ia begitu setia dan selalu memberi rasa "kalau ialah rasa yang paling nyaman untuk siapa saja yang meneguknya".
   Kembali dalam cangkir itu, ada juta tanya yang tersingkap dalam kehangatannya. Tak mungkin raga ini selalu menipu ketika sesuatu selalu membuatmu tak nyaman. Apakah mungkin engkau mesti bertahan dengan rasa yang membuatmu tak nyaman??? "nikmati kopi itu dulu selagi ia hangat dan membuatmu nyaman". Kata itu selalu terdengar ketika aku mampir di kedai itu. Ada dia yang selalu menantimu di kedai itu. Jika waktu berkenan "ia akan menjadi teman hidupmu ketika engkau selalu menikmati rasa dalam secangkir kopi itu".
    Kopi itu selalu menjumpai aku dengannya di kedai itu. Tak ada waktu lain selain setianya Sore. Sore sudah dan akan selalu menjadi sahabat yang tepat dan setia untuk bisa berbagi. Kembali rasa dalam kopi itu diteguk. Ia tetap seperti biasanya. Ia tak mengkhianati rasa yang ada dalam isi cangkirnya. Tanpa gula "tetap seperti biasanya". Mungkin dia berpikir "mengapa aku bertahan dengan rasa pahit itu??". Jawabannya tetap ada di kedai itu. Rasa dalam kopi itu tak pahit ketika engkau terbiasa dengannya. Pahit itu telah nyaman dalam tegukan dan bahkan ia selalu membuka jalan dan memberi pengharapan "kalau di jauh sana masih ada sejuta jalan dan pintu yang tersedia".
   Aku menunggumu di kedai itu.
Kopi telah membuatku candu. Setiap sore kopi itu selalu memanggil agar dia berjumpa dalam hangatnya cangkir itu. Secangkir kopi yang hangat. Seduh dan nyaman di bibir. Tak mungkin lagi dia mengkhianati kalau sebenarnya rasa itu tak harus selalu dicap pahit. Rasa itu akan memberiku sebuah pemahaman baru "kalau aku telah nyaman dan candu dengan rasa "yang kataya pahit" itu". Pahit itu telah menjadi manis dalam cangkir dan raganya. Â
Dari kopi ini, sekarang  aku tahu "ternyata pahit itu indah dan nikmat ketika aku selalu merasakan kenyamanan darinya". Meneguk kopi pahit tak senikmat lagi seperti aku meneguk kopi susu. Kopi pahit itu ada di kedai Manggarai Timur. Dari kedai ini aku belajar kalau "kopi pa'it[1]" itu adalah budaya.
Â
Di kedai itu, aku tetap menunggunya yang akan menemani aku meneguk kopi. Dalam tunggu, aku tak pernah merasa takut dan cemas, sebab aku tahu kopi akan selalu memanggilnya datang untuk berjumpa. Rasanya kurang ketika kopi hanya diteguk sendiri. Kopi pa'it harus diteguk bersama. Dalam cangkirnya ada sebuah nilai kalau bersama itu adalah sebuah rasa yang mesti selalu ada dalam hidup. Rasa itu pasti selalu nyaman sebab dari cangkir itu "nikmat dan bahagia" adalah aroma yang selalu keluar dari cangkirnya. Cangkir itu tetap sama sebab ia selalu menyediakan kopi yang selalu memberi rasa nyaman dan nikmat dalam teguk.
Â
Di kedai itu, aku tetap sendiri dan setia menunggu. Sunset sudah mulai perlahan-lahan bersembunyi di balik bukit yang sudah mulai  menua dengan pepohonannya. Tapi aku tidak mau beranjak dari tempat yang sering kuseduh kopi bersamanya. Aku tetap tahu dan teguh kalau kopi pa'it tidak akan pernah menipu dan mengkhianati. Kopi pa'it akan selalu memanggilnya datang ketika dipanggil dan akan selalu memanggilnya pulang ketika ia pergi. Kopi pa'it tetap setia sampai aku berhenti meneguknya.
Â
Kedai semakin sepi. Kini berdua aku dan dia menyeduh kopi dalam cangkir. Kopinya tetap sama dan dia tahu "aku tetap kopi pa'it". Kini kujumpai dia dalam kedai itu. Dia terlalu lama dan sibuk melayani tamu. Tapi, aku tetap setia sebab kopi pa'it itu akan selalu memberikan rasa nyaman ketika bersamanya.Seruput kopi dari cangkir sudah cukup mengatakan "kalau ia begitu nikmat untuk dirasakan".
Â
Kopi pa'it tetap setia untuk dirasakan. Sampai kapanpun, ia adalah candu yang sulit untuk dilepas dan dilupakan. Ia menjadi candu karena ia tak pernah palsu dan selalu membuka beribu jalan di depan. Kopi pa'it, aku, dan dia akan selalu setia ada di kedai itu, selama Kopi pa'it memberikan rasa yang asli dan tidak menipu. Dan mungkin suatu saat "Kopi pa'it" yang akan membawa aku dan dia sampai di depan meja suci itu. Â Â
Â
Kopi pa'it (Labuan Bajo, 14 Januari 2020)
Â
Dalam tegukkan
Â
Kutemukan satu kata yang mungkin tak akan kau lupakan
Â
Bahwa rasa yang selalu kunikmat dari cangkirmu tak akan mungkin pernah mengkhianatiku dengan satu kata dan alasan apapun
Â
Hitam pekatmu adalah ketulusan dan keaslian
Â
Aku hanya merasakan kenikmatanmu ketika ada yang setia menemaniku
Â
Dalam cangkirmu tersimpan kata panggil yang selalu setia bersuara
Â
Mungkin banyak yang tak paham "mengapa pahitmu mesti dinikmati??"
Â
Itu karena mereka terlalu sering menikmati manis darimu dengan gula
Â
Mereka tak pernah mengira jika mereka tak mencoba "kalau dalam pahitmu tersimpan satu kata "kami ingin selalu menikmatimu".
Â
Â
 Kopi Pa'it merupakan kata bahasa Manggarai, Flores, NTT yang berarti kopi pahit
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H