“Abah ini bebe.” Ucapku dengan melihat kondisi abah yang sepertinya sudah sulit untuk mendengar dan berbicara dengan jelas. “Oh, ini bebe.” Jawabnya dengan tangannya yang berusaha mengusap pipiku yang basah. Disitu aku meminta maaf kepada abahku disertai tangisan, beliau hanya menjawa iya dan menangis, kemungkinan untuk berbicara sudah susah pikirku.
Keesokan harinya abah diperbolehkan pulang, namun aku heran dengan kondisi abahku yang lemas dan tidak bisa jalan, hanya bisa berbaring saja. Lalu abahku diangkat kedalam mobil, dimana aku memposisikan sebagai penopang kepala beliau. Kegiatanku selama dirumah menjaga abah, menyuapi makanan, dan bermain handphone.
Hari kembali ke pondok pun tiba, aku sudah menyiapkan barang-barang yang akan aku bawa ke jamnas. Aku hanya diantar oleh umiku, abah dijaga oleh kakak sepupuku. Sesampainya dipondok, aku merapikan kembali barang-barang dalam koper karena aku satu koper dengan Salsa.
Hari keberangkatan menuju Jakarta pun tiba. Aku dan teman-temanku mempersiapkan diri seperti, mandi, check list barang bawaan, menyetrika dan lain sebagainya. Karena aku sudah mempersiapkan semuanya aku mengantri mandi bersama Haifa dan Siyami. Disitu kita besenda gurau.
Selesai mandi aku menuju kamarku dan aku bertemu Salsa dari arah berlawanan, dia memanggilku, “Bebee, dipanggil ustadzah.” Dengan muka yang datar. Akupun segera menghampiri ustadzah dengan membawa handphoneku.
Disana sudah ada 2 ustadzah menunggu yaitu ustadzah Manda dan ustadzah Nurul. Ustadzah melamun dan seperti sedang memikirkan sesuatu. Aku bertanya, “Ada apa ustadzah?” Tetapi mereka tetap diam. Kemudian sambil menunggu respon ustadzah aku membuka handphoneku, dan ada pesan dari sahabat kecilku. “Assalamualaikum, Be abah meninggal. Yang sabar ya.” Perasaanku campur aduk, sudah berkaca-kaca. Dan aku ingin rasanya kembali ke kamarku dan menangis sekencang-kencangnya.