MILA APRIANINGSIH
Di Indonesia, minyak goreng merupakan satu bagian penting dari sembilan bahan pokok (sembako) bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Minyak goreng menggunakan bahan baku yang diperoleh dari penghancuran biji minyak dari spesies yang termasuk dalam berbagai kelompok botani, beberapa di antaranya adalah tanaman keras (argan, alpukat, zaitun) dengan mayoritas tanaman herba. Sebagai bahan pokok, minyak goreng dikonsumsi hampir setiap hari oleh seluruh masyarakat baik yang berada di pedesaan ataupun perkotaan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan minyak goreng membuat makanan yang dimasak menjadi renyah saat digigit, memberikan aroma makanan yang dimasak menjadi sedap dan memberikan cita rasa yang lebih gurih dan lezat. Selain itu, minyak goreng juga memberikan warna keemasan sehingga membuat penampilan makanan yang akan disantap menjadi lebih menarik memberikan warna keemasan daripada makanan yang direbus, dikukus, maupun dipanggang.secara garis besar Indonesia merupakan salah satu Negara produksi minyak terbesar di dunia.
Namun kenaikan harga minyak goreng kemasan mulai dirasakan masyarakat pada akhir tahun 2021 kemaren,kemudian permasalahan di Indonesia ini adalah seringnya kelangkaan bahan pangan salah satunya ialah minyak goreng,salah satu penyebabnya yaitu banyaknya pelaku usaha yang melakukan penimbunan minyak goreng sehingga menjual dengan harga tinggi. Penimbunan diartikan membeli sesuatu dan menyimpanannya agar barang tersebut berkurang di tengah masyarakat sehingga harganya akan meningkat dan manusia akan terkena kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pokoknya.
Hal ini terjadi karena pelaku usaha yang mengambil keuntungan dengan dua macam jalan, yaitu pertama dengan jalan menimbun barang untuk di jual dengan harga yang lebih tinggi, disaat orang-orang sedang mencari bahan kebutuhan pokok dan tidak mendapatkannya, kemudian datanglah orang- orang yang sangat membutuhkan dan dia sanggup membayar lebih untuk beberapa saja yang diminta, kendati sangat tinggi dan melewati batas kewajaran[1]. Kedua, dengan jalan menyimpan stok bahan kebutuhan bahan pokok selama mungkin pada saat terjadi bencana yang tak diharapkan, dan perbuatan ini merupakan suatu perbuatan kejahatan dalam aspek ekonomi, dan hal ini sangat berdampak bagi konsumen dalam pemenuhan kebutuhan pokok hidupnya. Dilihat dari sudut manapun, baik moral, etika, agama, perekonomian nasional, maupun hukum, perbuatan penimbunan barang/ bahan kebutuhan pokok untuk menyimpan dan menaikkan harga tidak dapat dibenarkan
Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen
Hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas dan kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen antara penyedia dan penggunanya dalam kehidupan sehari-hari . Pemerintah memiliki kewajiban untuk melindungi konsumen yang posisinya memang lemah, disamping ketentuan hukum yang melindungi belum memadai. Disini konsumen atau pembeli memang meliki kondisi yang lemah dibandingkan dengan para pelaku usaha hal ini disebabkan karena konsumen sedikit mengetahui hak haknya.
Lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menunjukkan tentang keberadaan hukum perlindungan konsumen dalam tata hukum nasional tidak bisa diragukan lagi, Kedudukan hukum perlindungan konsumen diakui sebagai cabang hukum tersendiri dari hukum ekonomi karena konsumen sebagai objek dalam kegiatan perekonomian[2]Dari hak ini, semestinya pelaku usaha memberikan informasi yang benar adanya terkait ketersediaan barang pokok, bukan disimpan dan menyimpan sehingga konsumen susah untuk memperoleh suatu barang pokok. Kemudian hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. Dari hak ini, sudah jelas bahwa pemerintah berperan besar menjadi telinga konsumen apabila terjadi penimbunan barang pokok yang telah dilakukan oleh pelaku usaha, sehingga menyebabkan kerugian dan kelangkaan suatu barang untuk dikonsumsi.[3]
Penimbunan yang dilakukan oleh para pelaku usaha selain merugikan konsumen, juga dapat merugikan pelaku usaha lainnya. Penimbunan ini dilakukan oleh para pelaku usaha yang bertujuan untuk menguasai sektor pasar. maka dari itu kita sebagai konsumen yang menginginkan harga minyak goreng bisa normal seperti dulu.maka pemerintah dapat memberikan insentif harga minyak goreng di pasaran agar dapat kembali stabil sehingga tidak memberatkan konsumen.
Kenaikan Harga Minyak Goreng
Kenaikan harga minyak goreng mulai terjadi pada tahun 2021 akhir,Pandemi covid-19 secara tidak lansung mengambil andil dalam tingginya harga minyak goreng melalui satu produsen pasokan minyak terbesar di dunia.namun,keadaan ini ada beberapa kejanggalan. Namun untuk keadaan ini ada beberapa keanaehan yang terjadi karena seyogiayanya bahwa Indonesia merupakan (1) produsen crude palm oil (CPO) terbesar didunia (2) kelangkaan terjadi Ketika pemberlakuan 1 harga (3) kenaikan harga minyak secara serempak dalam waktu bersamaan.
Kebijakan Pemerintah Dalam Pengendalian Minyak Goreng
Pemerintah membuat kebijakan dengan cara mewajibkan seluruh produser minyak goreng menyediakan minyak curah di pasar.Namun,ekonomi sekaligus Research Director Center of Reform on Economic(CORE) kebijakan baru ini tidak akan menutup semua celah praktik penimbunan minyak goreng.
Minyak goreng curah yang di sediakan oleh perusahaan minyak goreng yang di pasarkan dapat di salah gunakan oleh oknum untuk di jual lagi dengan harga yang mahal.oknum ini akan mengganti minyak goreng curah dengan kemasan yang bagus kemudian minyak goreng ini tidak akan di jual di pasar melainkan akan di perjualkan di luar Negara.Oleh karena itu jika pemerintah tetap ingin mensubsidikan minyak goreng curah dan mewajibkan produser menyiapkan pasokan minyak goreng curah pemerintah harus mengawasi pensubsidian minyak goreng secara ketat.
Penerapan Sanksi Pidana Bagi Pelaku Penimbunan Minyak Goreng
Memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas persaingan hidup yang semakin tinggi, perkembangan perdagangan barang dan/ atau jasa semakin hari semakin meluas terlebih lagi dapat melintasi batas-batas wilayah suatu negara dan kebutuhan masyarakat semakin tinggi sejalan dengan informasi pun semakin tinggi. Ini menyebabkan semakin banyaknya barang dan/atau jasa yang beredar didalam kebutuhan masyarakat. Keadaan seperti ini faktanya telah memberi keuntungan bagi konsumen karena kebutuhan konsumen untuk pemenuhan kebutuhan pokok dapat terpenuhi.[4]Dalam perdagangan haruslah di sertai kebijakan berdasarkan asas-asas yang termuat di dalam Pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan.Diantaranya yang harus di junjung tinggi yakni (1)asas kepentingan social yang artinya setiap kebijakan Perdagangan harus mengutamakan kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat di atas kepentingan lainnya,(2)asas kepastian hukum meletakkan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai dasar dalam setiap kebijakan dan pengendalian di bidang Perdagangan.
Dalam dunia perdagangan tidak sedikit pelaku usaha melakukan penimbunan,hal ini dapat dikenakan sanksi.Sanksi adalah sebuah hukuman atau tindakan paksaan yang diberikan karena yang bersangkutan gagal mematuhi hukum, aturan, atau perintah.
Di tengan kemahalan dan kelangkaan minyak goreng sangat di sayangkan banyak sekali oknum jahat yang menyimpan minyak goreng yang tidak di perjualkan di pasaran akan tetapi di perjualkan dengan Negara lain . Penimbunan bahan/ barang kebutuhan pokok yang dilakukan pelaku usaha, menurut hemat penulis merupakan perbuatan patut diduga melanggar ketentuan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, yang berbunyi: Pelaku Usaha dilarang menyimpan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan Barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang. Pelaku usaha dilarang:
1. Pelaku Usaha dilarang menyimpan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan Barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang.
2. Pelaku Usaha dapat melakukan penyimpanan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu jika digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam proses produksi atau sebagai persediaan Barang untuk didistribusikan.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyimpanan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Presiden.
Penyebab kelangkaan minyak goreng yang dilakukan oleh seseorang atau pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan kesempatan masyarakan dalam memenuhi kebutuhan pangan mereka untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.
Jenis Barang Kebutuhan Pokok dalam Pasal 2 ayat (6) huruf a Perpres No. 71 Tahun 2015 yaitu: Barang Kebutuhan Pokok hasil pertanian (beras, kedelai bahan baku tahu dan tempe, cabe, bawang merah), Barang Kebutuhan Pokok hasil industri (gula, minyak goreng, tepung terigu), Barang Kebutuhan Pokok hasil peternakan dan perikanan (daging sapi, daging ayam ras, telur ayam ras, ikan segar yaitu bandeng, kembung dan tongkol/tuna/cakalang). Sedangkan, Barang Penting adalah barang strategis yang berperan penting dalam menentukan kelancaran pembangunan nasional. Jenis Barang Penting dalam Pasal 2 ayat (6) huruf b yaitu: Benih yaitu benih padi, jagung, dan kedelai, pupuk, gas elpiji 3 (tiga) kilogram, triplek, semen, besi baja konstruksi, baja ringan.
Dari jenis-jenis bahan pokok di atas minyak goreng adalah bahan pokok yang tidak boleh di timbun karena minyak goreng adalah salah satu bahan pokok yang penting dalam kebutuhan masyarakat. Ketentuan Pasal pidana larangan ini diatur didalam Pasal 107 UndangUndang Nomor 7 Tahun 2014 Tentang Perdagangan, yang berbunyi : “Pelaku Usaha yang menyimpan Barang kebutuhan pokok dan/atau Barang penting dalam jumlah dan waktu tertentu pada saat terjadi kelangkaan Barang, gejolak harga, dan/atau hambatan lalu lintas Perdagangan Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).”
Ketentuan larangan penimbunan di atur dalam pasal 52 undang-undang nomor 18 tahun 2015 tentang pangan menyebutkan:
1. Dalam hal Perdagangan Pangan, Pemerintah menetapkan mekanisme, tata cara, dan jumlah maksimal penyimpanan Pangan Pokok oleh Pelaku Usaha Pangan.
2. Ketentuan mengenai mekanisme, tata cara, dan jumlah maksimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan atau berdasarkan pada Peraturan Pemerintah. Sehingga apabila pelaku usaha melanggat ketentuan pasal tersebut maka akan dikenakan juga denda administratif yang tercantum dalam pasal 54 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan yang menyebutkan bahwa:
1. Usaha Pangan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 dikenai sanksi administrative.
2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. denda b. penghentian sementara dari kegiatan, produksi, dan/atau peredaran dan/atau c. pencabutan izin.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, besaran denda, tata cara, dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H