Kedua, draf RUU Pertembakauan diawali dengan pertimbangan: “bahwa tembakau dengan budidayanya merupakan kekayaan alam hayati, warisan budaya Indonesia, dan komoditas yang memiliki potensi strategis bagi penghidupan, hajat hidup orang banyak, dan perekonomian nasional untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”. Pemahaman bahwa tembakau dan budidayanya merupakan warisan budaya Indonesia menimbulkan konotasi negatif bahwa di Indonesia, tembakau dan budidayanya diwariskan dari generasi sebelumnya dan diwariskan ke generasi selanjutnya. Dengan demikian, bisa saja muncul persepsi bahwa rokok yang merupakan budidaya tembakau merupakan suatu warisan budaya dan diwariskan kepada generasi muda. Di sisi lain, penempatan tembakau dan budidayanya sebagai komoditas yang memiliki potensi strategis bagi penghidupan jelas menjadikan aspek kesejahteraan ekonomi sebagai pertimbangan utama tanpa menghiraukan aspek lainnya seperti aspek kesehatan.
Kemasan Kembali ke Lima Tahun yang Lalu
Satu kemunduran dalam perang terhadap rokok dan asap rokok yang paling jelas terlihat dalam RUU Pertembakauan dan akan paling jelas terlihat jika RUU ini disahkan mungkin ialah peraturan mengenai mekanisme pengemasan rokok.
Dalam draf RUU Pertembakauan ini, pengemasan rokok terkesan diatur hanya secara normatif saja. Padahal kemasan rokok telah diatur secara detil dan jelas pada peraturan sebelumnya yang mengatur mengenai kemasan rokok ini yakni Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Dalam Peraturan Pemerintah tersebut diatur mengenai pencantuman gambar-gambar risiko yang diakibatkan oleh merokok dengan luas 20% dari muka kemasan rokok yang kini kerap kita temui dalam bungkus rokok dan iklan rokok. Sementara dalam draf RUU Pertembakauan hasil pleno Baleg dengan tanggal 27 Juni 2016 yang saya dapatkan, pengaturan mengenai kemasan hanya ditulis secara formatif yakni bahwa dalam kemasan rokok harus ada peringatan kesehatan. Bahkan, dalam draf 2014 yang saya temukan, jelas tertulis bahwa peringatan yang dimaksud adalah dalam bentuk tertulis saja.
Padahal dalam data yang dirilis oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2014 melalui Global Youth Tobacco Survey, gambar yang dimuat dalam kemasan rokok cukup memiliki dampak terhadap perokok. 89,8% perokok menotice gambar peringatan di kemasan rokok dan 64% dari perokok berpikir untuk berhenti merokok setelah terpapar dengan gambar peringatan merokok. Sementara 50,9% pelajar yang tidak pernah merokok menjadi berpikir untuk tidak mencoba memulai merokok diakibatkan oleh gambar peringatan tersebut.
---
Pemerintah dan DPR tentu memiliki pertimbangan sendiri mengenai kebijakan RUU Pertembakauan ini. Entah itu pertimbangan mengenai kesejahteraan petani, cukai tembakau yang masuk ke kas negara, atau uang dari industri rokok yang masuk ke kas pribadi negara. Namun, sebaiknya pemerintah dan DPR tidak mengambil kebijakan dengan tergesa-gesa dan kembali membuka ruang untuk menerima masukan dari berbagai pihak karena urusan tembakau bukan hanya urusan industri dan petani. Peningkatan kualitas hidup termasuk kualitas udara yang dihirup dan kualitas kesehatan merupakan hak seluruh warga Indonesia.
Sumber:
nasional.kompas.com/read/2014/05/21/0754454/.Nawa.Cita.9.Agenda.Prioritas.Jokowi-JK
Surpres Jokowi RUUP
RUUP muncul
RUU PDPTK vs RUUP
FCTC Indonesia tidak ikut
data rokok indonesia
Draf RUU Pertembakauan Hasil Pleno Baleg DPR 27/07/2016
Draf RUU Pertembakauan 2014
PP No. 109 Tahun 2012 Tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan
UU No. 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H