Mohon tunggu...
Mikhail Ritchie
Mikhail Ritchie Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar Edukasi

Halo!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pornografi, Masturbasi dan Orgasme: Mengapa Semakin Wajar? Apa Dampaknya Bagi Pelajar dan Anak Muda?

1 Februari 2024   11:45 Diperbarui: 1 Februari 2024   11:54 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Semakin majunya teknologi membawa banyak dampak kepada kehidupan manusia, salah satu contoh yang paling mudah untuk dilihat adalah bagaimana mudahnya kita mendapatkan informasi. Baik itu berita, pengetahuan ataupun informasi viral yang beredar. Bahkan tidak jarang yang beredar dalam bentuk foto atau video yang disebarluaskan melalui orang ke orang atau melalui media massa. Hal ini sangatlah membantu kehidupan sosial manusia, namun bukan berarti tidak membawa dampak buruk disaat yang bersamaan.

     Salah satu dampak buruk yang semula fatal namun sekarang sudah seolah-olah dinormalisasikan adalah mudahnya penyebaran konten dewasa atau pornografi. Pornografi dilakukan untuk memuaskan hasrat kemanusiaan secara seksual dan biasanya dicapai dengan cara masturbasi sampai dengan orgasme. Kegiatan ini sering juga dipanggil PMO, sebutan gaul ini merupakan singkatan dari pornography, masturbation and orgasm.

     Dikutip dari Anti Dopamine, PMO merupakan singkatan dari Pornografi, Masturbasi, dan Orgasme. Secara keseluruhan, PMO mencakup kegiatan yang melibatkan seseorang dalam memenuhi kebutuhan seksual melalui berbagai aktivitas, seperti menonton video pornografi atau membayangkan karakter imajiner guna memuaskan dorongan seksual. Secara singkat, PMO berarti menonton konten dewasa sambil masturbasi sampai dengan titik orgasme untuk memenuhi keinginan dan hawa seksual.

     PMO sendiri sudah menjadi hal yang amat biasa dan normal di zaman sekarang terutama pada kaum generasi muda. Sesuatu yang dulunya menjadi sebuah kemaluan dan dirahasiakan, sekarang sudah menjadi hal yang biasa ketika seseorang mengetahui bahwa teman sebayanya sedang melakukan PMO. Bahkan tidak jarang juga anak muda bercanda tawa atau menjadikan PMO sebagai bahan dari obrolan mereka. Hal seperti ini menunjukkan betapa berubahnya pola pikir serta budaya dari generasi ke generasi.

      Menurut Skinner 2005, pornografi tidak hanyalah dikategorikan sebagai satu level kecanduan namun terbagi menjadi beberapa tingkatan, tingkat kecanduan pornografi dibagi menjadi :

Level 1 :  melihat pornografi sekali atau dua kali setahun, paparan sangat terbatas

Level 2 : beberapa kali setiap tahun tetapi tidak lebih dari enam kali, fantasi sangat minimal

Level 3 :  mulai muncul tanda kecanduan, sebulan sekali, mencoba menahan diri

Level 4 :  mempengaruhi fokus untuk tugas sehari-hari, beberapa kali dalam sebulan

Level 5 :  Setiap minggu, berusaha keras untuk berhenti, namun mulai mengalami gejala         withdrawal

Level 6 :  Setiap hari untuk memikirkan pornografi, menyebabkan berbagai masalah dalam kehidupan

Level 7 :  perasaan ketidakberdayaan dan keputusasaan bila tidak melihat pornografi, konsekuensi negatif

     Selain dari tingkatan-tingkatan kecanduan pornografi, terdapat juga ciri-ciri pelajar yang sudah kecanduan pornografi. Ciri-ciri tersebut antara lain adalah sering terlihat gugup ketika diajak berinteraksi sosial, tidak punya semangat atau gairah dalam beraktivitas sehari-hari, sulit untuk lepas dari gadget miliknya dan suka menyendiri di kamar, sering menjadi lupa atau pikun. Ketika sudah mulai muncul gejala seperti ini, orangtua sudah sebaiknya mulai waspada terhadap anaknya apakah sudah kecanduan pornografi atau belum, karena jika belum sebaiknya melakukan tindakan pencegahan sedini mungkin.

     Ada beberapa faktor yang mendukung mengapa PMO sudah menjadi hal yang begitu wajar di tahun 2024 ini. Faktor pertama adalah bagaimana mudahnya mengakses konten dewasa di internet atau gadget elektronik. Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat, konten dewasa dapat diakses hanya dengan beberapa gerakan jari saja. Di internet, terdapat terlalu banyak konten dewasa yang dapat diakses secara gratis sehingga anak muda serta pelajar yang sekarang sudah lihai dalam menggunakan teknologi sangat mudah untuk mengakses konten-konten tersebut.

     Orangtua pun tidak bisa semudah itu membatasi ataupun mengawasi penggunaan internet oleh anak karena zaman sekarang internet serta teknologi bukanlah lagi menjadi sebuah keinginan saja namun sudah menjadi sebuah kebutuhan. Apapun sekarang membutuhkan yang namanya teknologi, sehingga orang tua pun akan susah untuk menjaga anak anak mereka dari terpapar sisi negatif internet. Ini menjadi alasan mengapa pelajar dan anak muda dapat mudah mengakses konten dewasa tanpa harus dicurigai oleh orang tua.

     Berdasarkan survey yang dilaksanakan Kemenkes tahun 2017 sebanyak 94% siswa pernah mengakses konten porno yang diakses melalui komik sebanyak 43%, internet sebanyak 57%, game sebanyak 4%, film/TV sebanyak 17%, Media sosial sebanyak 34%, Majalah sebanyak 19%, Buku sebanyak 26%, dan lain-lain 4%. Data ini menunjukkan betapa dominannya internet ketimbang media teknologi yang lainnya, membuktikkan bahwa mudahnya akses konten dewasa di internet berkontribusi sangat besar terhadap tingginya angka pornografi di kalangan pelajar.

     Faktor kedua adalah norma sosial, ketika seorang pelajar atau remaja mengetahui bahwa temannya melakukan PMO, ada beberapa reaksi yang dapat terjadi. Yang pertama mungkin menganggap normal, yang kedua adalah tidak mencegah ataupun melarang. Kedua tanggapan ini menjadi tanggapan yang paling umum terjadi di tahun 2024 ini. Hal ini didukung karena pemikiran anak muda yang sudah sangat terbuka dan menganggap bahwa PMO sudah wajar untuk memenuhi kebutuhan batin diri sendiri.

     Banyak yang akan merasa biasa saja dan normal karena dirinya sendiri juga sering melakukan kegiatan PMO. Bahkan tidak jarang ada diskusi terbuka mengenai hal-hal yang berkaitan dengan seks di sosial media dan hampir semua orang yang berdiskusi pasti sudah beranggapan bahwa PMO merupakan kebutuhan yang wajar dan tidak perlu dibatasi. 

     Faktor ketiga merupakan edukasi seks dan pubertas, ketika seorang pelajar duduk di bangku SMA ataupun kuliah, ini merupakan waktu-waktu dimana dia sedang mengalami pubertas dan tingkat keingintahuan yang tinggi mengenai bagaimana rasanya seks. Dibarengi dengan pubertas dan hormon yang sedang aktif-aktifnya, seorang remaja akan merasa sangat ingin di penuhi kebutuhan seksualnya karena merasa sangat ingin untuk berhubungan seksual. Namun karena seks masih merupakan hal yang sakral di Indonesia, maka banyak yang beralih ke PMO.

     Itu juga didukung dengan rendahnya pendidikan mengenai seks di Indonesia karena banyak generasi senior yang sudah paham mengenai seks yang enggan untuk membahas seks dengan anak muda karena menganggap bukan sesuatu yang wajar untuk dibicarakan. Ini mendorong anak muda menjadi semakin penasaran dan akhirnya belajar serta mencari tahu sendiri, dengan cara mengakses internet yang berujung pada menonton pornografi.

     Mayoritas anak muda yang sudah kecanduan dengan PMO pun menjadi mendukung satu sama lain untuk tidak berhenti karena sudah sesama kecanduan dengan pornografi, dengan ini menjadi batu loncatan bagi satu sama lain untuk merasa tidak apa-apa walaupun sudah tau dirinya kecanduan dengan pornografi yang perlahan-lahan akan merusak tubuhnya. Namun bagaimana sih persisnya pornografi merusak tubuh?

     Menonton  konten dewasa dan melakukan masturbasi memiliki beberapa dampak pada remaja, seringkali dampak-dampak tersebut tidak terlihat secara fisik melainkan secara psikis. Malas belajar, penyendiri, nilai menjadi turun adalah beberapa ciri-ciri yang dapat terlihat pada pecandu konten dewasa dan masturbasi. Dilansir melalui RSUP Dr. Sardjito, dampak-dampak pada pecandu pun ada banyak seperti berikut ini.

     Eksplorasi seks remaja meningkat, dengan meningkatnya rasa penasaran, remaja cenderung ingin mengeksplorasi atau mengetahui tentang apa yang yang mereka tonton, mereka mulai mencoba memegang beberapa bagian tubuh lawan jenis, biasanya hal ini meningkat secara bertahap, dari pegangan tangan, merangkul pundak, merangkul pinggang, berciuman, hingga melakukan seks remaja

     Mudah berbohong, remaja yang adalah pecandu konten dewasa dan masturbasi cenderung lebih suka berbohong dan pandai dalam berbohong, beberapa alasan hal tersebut bisa terjadi karena mereka mulai menutupi kecanduan mereka terhadap konten dewasa dan masturbasi. Salah satu contoh cara mereka berbohong seperti, jika mereka ditanya apa yang mereka lakukan tadi, mereka akan berusaha menutupi fakta bahwa mereka baru saja menonton konten dewasa dan mencari alasan paling bagus.

     Depresi dan ansietas, memang jika dilihat depresi dan pornografi tidak ada hubungannya, depresi adalah masalah mental dan pornografi cenderung kepada masalah seksual. Menurut Ikhsan Bella Persada, M.Psi, Psikolog, ketika seseorang mengalami depresi perasaan negatif datang, dan salah satu cara untuk menghilangkan perasaan tersebut adalah mengakses pornografi. Untuk data tambahan, penelitian tahun 2017 yang dilakukan di Tiongkok pernah melakukan survei terhadap 582 siswa laki-laki. Hasil survei mengatakan, sebanyak 14,6 persen siswa yang menggunakan pornografi tiga kali per minggu lebih sering mengalami depresi.

     Pendidikan terganggu, dampak ini adalah dampak yang paling sering kita dengar, ketika seorang remaja menjadi pecandu pornografi dan masturbasi, pelajar tersebut cenderung mengalami penurunan pada nilai, tidak hanya nilai, produktivitas pada kegiatan belajar juga menurun. Pelajar mengalami kegelisahan dan susah untuk berkonsentrasi pada pelajaran, dampak akan lebih parah pada pelajar ber IQ rendah, pelajar tersebut sama sekali tidak bisa berkonsentrasi.

     Terjadi penyimpangan seksual seperti homoseksual atau yang kita kenal sekarang LGBT, kegiatan sadist dan masochist, pedofilia dan penyimpangan lainnya. Penyimpangan ini dapat terjadi karena timbulnya fantasi-fantasi seiring remaja menonton pornografi dan melakukan masurbasi, mereka membayangkan mereka melakukan apa yang mereka tonton sehingga mereka tertarik dalam melakukannya.

     Tidak hanya dampak pada mental dan perilaku, dampak masturbasi dan menonton konten dewasa dapat berdampak pada otak, dilansir dari RSUP Dr. Sardjito kerusakan otak karena menjadi pecandu masturbasi dan konten dewasa setara dengan mengalami kecelakaan mobil dengan kecepatan yang tinggi. Prefrontal Cortex adalah bagian otak yang terdampak.

     Dengan begitu banyak dampak negatif yang dibawa oleh PMO, bisa menjadi masalah yang fatal bagi Indonesia. PMO sebaiknya diganti dengan beberapa solusi seperti olahraga yang memicu adrenalin, menghabiskan waktu lebih banyak dengan orang-orang disekitar kita, perbanyak aktivitas yang dapat menambah keterampilan diri, serta perbanyak kegiatan yang tidak menyendiri di kamar.

Penulis: 

Mikhail Ritchie H.

Peter Bradlee W.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun