- P. Jhon Dami Mukese, SVD      Â
Jika hamparan bukit tak pernah mengemas ujud-ujud hening
dari ketinggian di bawah langit kupercayai ia kumandangkan doa tengah malam
atau pagi yang masih subuh dan lebih merdu
dari igauan hari sebelum langit mula meremang
bahkan segala puji yang sering kau hafal di altar bisu
disimpan rapi di dalam lemari musim
hingga semesta melagukan doa-doamu
sebagai kerinduan burung-burung di balik jeruji sangkar
pada sketsa matamu ternyata kau lebih dekat dengan keabadian
saat bulir-bulir kata menyembur keluar dari-Nya: mata air segala hening
bergegas aku mencarinya di bawah rimbunan hujan
dan tibalah kukatai sajakmu adalah lautan tafsir
Â
bermula dari lautanÂ
kembali pada langit
jatuh sebagai rintikan nyanyian
meresap
mengharui dada
dan tetesan air mata menjadi mata air doa yang paling jujur
kepergianmu sulit kupahami seperti alir sungai naik menuju hulu
demikian rahasia alam jauh lebih kaya dari pada pengetahuan
dan rahasia kematian jauh lebih miskin dari pada kehidupan
sebab hidup dapat dialami sejak kau tertawa di dalam rahim ibu
sampai kau tersenyum haru di dalam rahim bumi
sembari mencium aroma kembang bunga dan kepulan doa
dari lilin-lilin peziarah yang akan habis dilahap angin dan api
kepadamu yang telah pergi mendahului kiamat
aku, pelacur kata ingin menitipkan pesan kecil:
tolong tanyakan pada-Nya:
"bilamana aku juga dibaptis menjadi penyair Tuhan?"
-Maumere, 2017