Mohon tunggu...
Mike Reyssent
Mike Reyssent Mohon Tunggu... Wiraswasta - Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia

Kejujuran Adalah Mata Uang Yang Berlaku di Seluruh Dunia Graceadeliciareys@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Logika Sederhana Menjawab Kejanggalan Transaksi Tunai Sumber Waras

16 April 2016   20:06 Diperbarui: 21 Desember 2016   15:06 8613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Gambar diatas, adalah klasifikasi uang pecahan 100.000 rupiah, yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Ukuran uang pecahan 100.000 rupiah adalah 151 X 65 mm. Sumber: bi.go.id"][/caption]Gambar diatas, adalah klasifikasi uang pecahan 100.000 rupiah, yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia. Ukuran uang pecahan 100.000 rupiah adalah 151 X 65 mm.

***

-Terkait kejanggalan transaksi lahan Sumber Waras, isunya yang sedang ramai beredar begini. Ketua BPK mengatakan “Ada transaksi sebesar 755,69 m yang dibayar dengan TUNAI.” Ini yang kemudian jadi rame di media abal abal dan berkembang menjadi isu yang lucu.

Saya tidak mau panjang kali lebar lagi menjelaskan keluguan para haters Ahok yang mengatakan ada transaksi “TUNAI” dalam pembayaran lahan Sumber Waras. Mereka dengan lugunya menuding Ahok melakukan transaksi secara “TUNAI”, dalam artinya “CASH KERAS”.

Sekedar ilustrasi...

Mari kita hitung bersama sama dengan cara yang paling sederhana aja, seberapa besarnya  uang sebesar Rp 755.689.550 (untuk mudahnya dibulatkan menjadi Rp 755.690.000.000)

Uang Rp 755.690.000.000, kalau kita bagi dalam pecahan Rp 100.000, berarti akan ada 7.556.900 lembar. Ok?

Kemudian uang tersebut, setiap 100 lembar (10 juta), kita ikat/jepit.

Kita hitung yang paling tipis dan untuk lebih mudahnya , setiap 1 ikat = 1 cm.

[caption caption="Bisa dikira kira, seberapa tebal uang 10 juta rupiah dalam pecahan Rp 100.000. bareksa.com"]

[/caption]Sampai disini sudah mengerti kan?

Jika,  7.556.900 lembar, diikat per 100 lembar, maka akan ada  75.569 ikat/jepit.

Dan itu artinya uang itu setinggi  75.569 cm.

1 meter = 100 cm, maka, jika diconvert menjadi meter, tinggi  uang itu = 75.569 : 100 = 755.69 meter !!!

Kalau masih susah, coba aja bayangin atau ambil uang Rp 10 juta aja deh.

Jika 10 juta = 1 cm, maka Rp 755.690.000.000 : 10.000.000 x 1 cm = 75.569 cm : 100 = 755,69 meter !!!

Kalau uang tersebut kita tumpuk keatas, akan mencapai tinggi 755 setengah meter.

(Widiiiihhhhhhhhh... berapa kali dari tinggi Monas, tuh... Hayoo siapa yang berani naik ke atas terus terjun...Waakakaka...)

Bagaimana kalau uang tersebut dipaparkan dengan tinggi satu meter.

Panjang pecahan Rp 100.000 adalah 151 mm dan lebar 65 mm.

Jadi luas uang pecahan Rp 100.000 adalah,  151 mm x 65 mm  = 9.815 mm  atau 0,009815 meter persegi (m2).

Rumus mencari isi adalah Tinggi  x Luas (Panjang  x Lebar).

Sekarang kita kali kan saja 755,69 m  x 0,009815 m2 = 7,41709735 m3

Bayangin deh...

Kalau uang itu, kita tumpuk setinggi 1 m dengan lebar 1 m, maka panjang uang itu mencapai 7,41 meter.

Dan jika uang itu ditumpuk dengan lebar 1 m dan panjang 1 m, maka tingginya mencapai 7,41 meter...

Tapi jika mau menghitung lebih detail lagi mengacu pada tulisan ini,maka [caption caption="Dok pri"]

[/caption]Wadawww...Mantab ga?

Lalu kita lihat kendaraan apa yang cocok untuk mengangkut uang itu...

Silahkan lihat aja digambar ini...[caption caption="Mana yang cocok untuk mengangkut uang itu? mei.co.id"]

[/caption](Mengangkut dengan kendaraan no 1, jelas tidak cukup. Kalau memakai kendaraan no 2 dan no 3, itu tidak mungkin. Masa duit sebanyak itu diangkut pakai bak terbuka. Jadi, yang paling mungkin memakai kendaraan no  4.)

***

Nah, yang seperti ini, seharusnya Petiinggi BPK lebih tahu bahwa AMAT SANGAT TIDAK MUNGKIN jika membayar 755,69 Milyar dengan membawa uang kontan.

Oke lah kalau para haters tidak mengerti soal pengertian “TUNAI, KREDIT dan “CASH KERAS”, seharusnya Ketua/para petinggi BPK bisa menjelaskan lebih awal tentang transaksi tunai tersebut, supaya haters bisa mengerti.

Karena sebagai orang orang yang bekerja dilembaga pemerintah -yang paling sering berkecimpung dalam keuangan- BPK pasti lebih mengerti bahwa “TUNAI” itu tidak harus menggunakan uang “CASH KERAS”. Tunai berarti TIDAK MEMBAYAR SECARA KREDIT. Bentuk pembayarannya, bisa melalui transfer antar bank.

Sekarang saya jelaskan lagi dengan logika yang paling mudah ya...

Pernah beli motor, mobil atau rumah?

Kemudian kasir atau penjual bertanya, “Pembayarannya mau dengan cara apa, TUNAI ATAU KREDIT?

Apakah jika kita menjawab  secara “TUNAI”,  berarti kita harus membawa uang bergepok gepok ke tempat penjual?

Waduh... Hari gini masih nenteng duit berpuluh jut atau ratus jut... Ampun deh...

Ini jaman apa Oom/Tante, Mas/Mbak...

Sekarang udah ga jaman lagi pakai “CASH KERAS” kecuali beli cabe, tomat, bawang, terasi, di pasar tradisional, (untuk bikin sambel terasi kesukaan saya, hahahaa...).

Mengapa setelah berkembang menjadi isu ngawur Ketua BPK baru meluruskan sekarang, bukan sejak awal?

Lucunya lagi Ketua BPK kemudian asumsi yang sudah beberapa lalu berkembang di media sosial, yaitu tentang waktu transaksi.

-Sama dengan yang dilontarkan Ketua BPK, sebelumnya haters juga sudah sering mengatakan, “Ga penting soal mengangkutnya dengan apa, karena tidak ada bank yang melakukan transaksi pada waktu itu. Kalau pun ada,  mana bukti transaksinya dan kenapa mesti kebelet seperti itu...

Nih lihat yang jelas ya...

Transaksi dilakukan pada tanggal 31 Desember 2015 dalam dua tahap. Transaksi pertama dilakukan pada pukul 17.06 yakni sebesar Rp 37.784.477.500 (tiga puluh tujuh miliar tujuh ratus delapan puluh empat juta empat ratus tujuh puluh tujuh ribu lima ratus rupiah) ke rekening bank DKI. Tujuan transaksi ini adalah untuk pembayaran pajak atas pembelian sebagian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.

[caption caption="Pembayaran Pajak Pembelian Sumber Waras. news.detik.com"]

[/caption]Transaksi kedua dilakukan pukul 19.00 WIB dari rekening Dinas Kesehatan ke Yayasan Rumah Sakit Sumber Waras sebesar Rp 717.905.072.500 (Tujuh ratus tujuh belas miliar sembilan ratus lima juta tujuh puluh dua ribu lima ratus rupiah). Di kolom peruntukan tertulis, 'untuk pembayaran pelepasan hak atas tanah RS Sumber Waras'.

Jadi total uang yang dikeluarkan dari rekening Dinas Kesehatan DKI waktu itu (Rp 37.784.477.500 + Rp 717.905.072.500) sebesar Rp 755.689.550.000. (sedikit koreksi buat detik, yang menulis 775.689.550.000.)

[caption caption="news.detik.com"]

[/caption][caption caption="bareksa.com"]
[/caption]
Ketua BPK "Ahok Bayar Tunai RS Sumber Waras Rp 750 M, Benarkah?

Terus mau tanya bukti apalagi?

Masih ada lagi yang ngotot, mengapa transaksi itu dilakukan jelang akhir tahun, jadi keliatan terburu buru atau kejar tayang gitu?

Tahu dong kalau setiap tahun APBD akan disusun ulang. APBD berlaku sejak 1 Januari sampai dengan 31 Desember. Artinya, kalau sudah lewat tahun, maka secara otomatis Pemda DKI tidak lagi bisa memakai anggaran pada tahun tersebut, karena harus memakai anggaran tahun berikutnya. Dan transaksi tersebut dilakukan juga untuk menghindari kenaikan NJOP.

Bagaimana kalau harga NJOP nya naik lagi seperti ini?

Dalam salinan SPPT 2012 dan 2013, NJOP nya disebutkan masih Rp 12,195 juta. SPPT 2014 NJOP naik menjadi RP 20,755 juta per meter persegi. Tahun 2015 NJOP sudah Rp 23, 295 juta per meter persegi. Kompas.com

Bukankah akan lebih mahal lagi?

-Ada lagi yang ribut soal penetapan NJOP.

Sekarang lihat siapa yang benar dalam menetapkan NJOP dan silahkan nilai sendiri. 

Apakah lahan Sumber Waras benar berada di Jln Kyai Tapa (seperti yang dikatakan Ahok) atau di Tomang Utara seperti yang dikatakan BPK?

https://www.youtube.com/watch?v=pL-ooun5QU0&feature=youtu.be&list=PLrm9ve6FzN4N-tZc6g6CE5A31Jz1EHB7W

[caption caption="Alamat RS Sumber Waras berdasarkan PBB. youtube.com"]

[/caption][caption caption="NJOP dan Nama Pemilik lahan. youtube.com"]
[/caption]Sekarang udah ngerti? Semoga aja MAU ngerti... Ga maksa juga sih...

***

***Catatan :

Perlu saya tegaskan sekali lagi...

SAYA TIDAK AKAN PERNAH MAU MENDUKUNG SEORANG KORUPTOR.

 JIKA NANTINYA AHOK TERBUKTI BERSALAH ATAU MELAKUKAN KORUPSI, SILAHKAN DIPROSES SECARA HUKUM YANG BERLAKU.

NAMUN SEBELUM ADA BUKTI AHOK BERSALAH, SAYA AKAN DUKUNG TERUS, KARENA TERBUKTI SUDAH BANYAK YANG JADI KORBAN AHOK, MASUK KE PENJARA.

Saya TIDAK AKAN GOYAH kalau hanya mendengar berita Ahok dianggap terlibat korupsi saja (karena itu sudah sering terjadi) dan AKAN TERUS MENDUKUNG AHOK SELAMA IA BENAR BENAR BERSIH.

Jadi silahkan saja bongkar semua kebobrokan Ahok tapi harus dengan data yang valid dan jangan menggunakan isu konyol lagi dengan menyebar isu SARA.

Salam Damai...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun