Terus terang, saya langsung bingung dengan pernyataan itu. Lha, koq kenapa semua yang hadir tidak ada satupun yang menyanggah pernyataan Mahfud ini. Saking penasarannya saya langsung buka KBBI, lalu saya cari arti “Mengkritik” kemudian saya cari arti “Menghina”
Saya ga ngerti apakah mereka –ahli ahli hukum negeri ini- sangat “bodohnya” sehingga tidak lagi mampu merangkai kata kata menjadi kalimat yang lebih jelas untuk mempertegas mengenai perbedaan antara mengkritik dan menghina?
Apakah pernyataan itu tidak merendahkan para ahli bahasa negeri ini? Atau, apakah memang bangsa ini tidak mempunyai satu orangpun ahli bahasa yang bisa membuat kalimat, yang akan membedakan antara “Mengkritik dan Menghina?” Apakah Profesor Dr Mahfud MD SH, sudah menanyakan perbedaan itu kepada para ahli bahasa?
Saya bukan ahli hukum dan juga ga ngerti soal hukum tapi saya tahu perbedaan yang jelas antara mengkritik dengan menghina, bukan hanya lewat perasaan saja.
*Lalu pernyataan Yang Terhormat, Ibu Ratna Sarumpaet...
Yang terhormat Ibu Ratna Sarumpaet, seperti biasanya -setelah Jokowi memenangkan Pilpres 2014- menjadi salah satu orang yang paling getol mengkritik Presiden Jokowi tapi selalu tanpa data yang benar.
Tentu masih ingat soal pernyataan paling hebat dari Yang Terhormat, Ibu Ratna Sarumpaet, yang tega teganya menyalahkan Presiden Jokowi, ketika Engeline dibunuh? (Ratna Sarumpaet Numpang Ngetop Dengan Cara Menyalahkan Jokowi)
Pada kali ini, saya mencatat, Yang Terhormat, Ibu Ratna Sarumpaet, memberi 4 buah contoh sebab kenapa orang bisa marah kepada Presiden Jokowi.
Contoh pertama
Yang dikatakan Yang Terhormat, Ibu Ratna Sarumpaet, adalah ketika Presiden Jokowi memberikan 3000 traktor kepada petani, di Ponorogo tapi setelah diberikan, traktor itu kemudian diambil lagi.