Mohon tunggu...
Alfa Mightyn
Alfa Mightyn Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak. | NIM: 55521120047

Universitas Mercu Buana | Dosen: Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak. | NIM: 55521120047 | Magister Akuntansi | Manajemen Perpajakan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

K15_Penggunaan Nilai Buku pada Business Combination, Tax Avoidance?

15 Desember 2022   12:32 Diperbarui: 15 Desember 2022   14:42 541
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Skema Penggunaan Nilai Buku pada Business Combination

Sekitar tahun 2013 hingga 2014 ramai perbincangan mengenai sengketa merger SCTV-Indosiar dengan Direktorat Jenderal Pajak. Kala itu PT Indosiar Karya Media (Indosiar) melakukan merger dengan PT Surya Media Tbk (SCTV). Direktorat Jenderal Pajak menolak permohonan SCTV untuk menggunakan nilai buku dalam proses merger. Menurut DJP, penolakan tersebut beralasan merger SCTV-Indosiar tidak memenuhi salah satu syarat, yaitu business purpose test. Menurut Ditjen Pajak, terdapat unsur upaya pengurangan pajak yang hendak dilakukan melalui aktivitas merger dengan penggunaan nilai buku, sehingga pajak yang terutang menjadi berkurang. Kasus ini berakhir hingga gugatan di tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), dengan pengadilan memenangkan pihak SCTV.

Bagaimana sesungguhnya merger dan akuisisi bila dipandang dari aspek bisnis maupun perpajakan?

Pertumbuhan, penguasaan pasar, keuangan, maupun manfaat manajerial sering kali menjadi alasan dilakukannya aktivitas merger atau akuisisi antara dua atau lebih perusahaan. Untuk alasan pertumbuhan dan penguasaan pasar, merger maupun akuisisi menjadi salah satu cara yang diambil perusahaan untuk bisa lebih kompetitif. Untuk menjadi perusahaan yang besar, aksi merger dan akuisisi dinilai dapat lebih cepat dan mudah dilakukan daripada harus membangun unit usaha sendiri. Dengan menjadi perusahaan yang besar, mereka memiliki sumber daya lebih untuk menguasai pasar.

Dalam sejarah beberapa merger terbesar tercatat sukses dan memeberikan keuntungan berupa penguasaan pasar. Sebut saja bergabungnya Disney dan Pixar, Exxon dan Mobil, Heinz dan Kraft, hingga yang baru-baru ini hangat di Indonesia, yaitu Gojek dan Tokopedia.

Menurut Black's Law Dictionary, merger adalah perpaduan atau penyerapan satu hal atau hak ke pihak lain. Dalam konteks merger perusahaan, yaitu penggabungan dua perusahaan berdasarkan ketentuan dimana satu perusahaan kehilangan identitas hukumnya dan perusahaan lain mempertahankan identitasnya dan memperoleh aset, kewajiban, dan ekuitas entitas yang hilang tadi.

Pengertian tersebut memang agak dikaburkan dengan arti dari akuisisi. Akuisisi sendiri kerap kali disebut sebagai pegambilalihan sebuah perusahaan. Akuisisi merupakan proses pengambilalihan sebuah perusahaan oleh perusahaan lainnya dengan cara membeli saham perusahaan tersebut. Singkatnya, merger biasanya membentuk manajemen baru yang merupakan gabungan dari dua atau lebih perusahaan, sedangkan akuisisi murni pengambilalihan dengan bertambahnya kontrol perusahaan yang mengakuisisi tanpa munculnya entitas atau manajemen baru.

Dalam melakukan merger atau akuisisi nilai pengalihan merupakan hal yang sangat penting. Perusahaan yang membukukan rugi terus-menerus bisa saja memiliki valuasi yang tinggi karena memiliki nilai dan keunikan lain yang biasa disebut goodwill.

Terdapat dua metode atau prosedur pencatatan akuntansi dalam business combination, yaitu:

1. Purchase method

Metode ini mencatat kekayaan bersih perusahaan dengan harga pasar yang wajar (fair market value) pada buku perusahaan yang mengakuisisi. Pada metode ini muncul istilah "goodwill", yaitu selisih antara harga yang dibayar dengan nilai pasar yang wajar dari aktiva yang diakuisisi.

2. Pooling of Interest Method

Metode ini mencatat kekayaan bersih perusahaan sesuai dengan nilai bukunya (book value) pada buku perusahaan yang mengakuisisi.

Perbedaan utama kedua metode ini tentunya adalah adanya goodwill. Selisih lebih antara harga pasar dengan nilai buku merupakan keuntungan pengalihan harta atau kekayaan. Hal ini yang nantinya akan berimplikasi pada kewajiban perpajakan.

Di Indonesia, sesuai dengan Pasal 10 ayat (3) UU PPh, nilai pengalihan harta dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilan usaha menggunakan nilai pasar atau jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.

Dengan menggunakan nilai pasar, yang mana biasanya nilai pasar akan lebih besar dibanding dengan nilai buku, akan ada selisih atau keuntungan. Area ini yang akan menjadi objek pajak penghasilan.

Secara umum aspek perpajakan dari aktivitas business combination adalah:

  • Pajak Penghasilan (PPh), atas keuntungan pengalihan harta sesuai dengan Pasal 17 UU PPh
  • Bea Perolehan Ha katas Tanah dan Bangunan (BPHTB), atas pengalihan kekayaan berupa tanah dan bangunan

Penetapan lain yang disebutkan dalam Pasal 10 ayat (3) UU PPh di atas adalah berupa diperbolehkannya penggunaan nilai buku dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini dijabarkan dalam PMK Nomor 52/PMK.010/2017 jo. 56/PMK.010/2021 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan dan Perolehan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, atau Pengambilalihan Usaha.

Berdasarkan PMK tersebut, Wajib Pajak perlu pengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menggunakan nilai buku dalam penggabungan usaha paling lama enam bulan setelah tanggal efektif penggabungan, peleburan, pemekaran, atau pengambilalihan usaha dilakukan. Direktur Jenderal Pajak akan mempertimbangkan permohonan tersebut dengan menggunakan business purpose test untuk menilai apakah tujuan dan alasan business combination dapat diterima dan Wajib Pajak boleh menggunakan nilai buku.

Dengan digunakannya nilai buku, tidak ada pajak penghasilan yang bisa dipungut oleh negara. Disinilah DJP selaku pemilik otoritas harus bisa bersikap adil, memastikan bahwa penggunaan nilai buku diberikan bukan dalam rangka penghindaran pajak, namun juga harus bisa mengamankan pendapatan negara. Toh saat DJP menolak, Wajib Pajak masih memiliki jalur gugatan ke PTUN seperti yang dilakukan SCTV.

Referensi:

Black, Henry Campbell , Black's Law Dictionary Centennial Sixth Edition, St. Paul, Minn: West Publishing co. 1990.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun