Tindakan yang diberikan kepada pasien tentunya bergantung pada kondisi pasien [12], sehingga disini radiografer memiliki peran penting untuk menghasilkan citra yang optimal dan memperlihatkan indikasi klinis secara jelas. Bahkan seiring perkembangan teknologi, tak jarang digunakan modalitas alternatif seperti ultrasound karena dapat memperlihatkan keberadaan fraktur dengan lebih akurat dibandingkan pemeriksaan dengan pesawat sinar-x [13]. Â Salah satu indikasi klinis yang umum dijumpai pada ekstremitas inferior adalah fraktur pada ankle joint, yang mayoritas terjadi pada distal fibula [14, 15]. Fraktur pada ankle dapat dideskripsikan dengan metode klasifikasi tertentu, salah satunya adalah metode dari Danis-Weber (Danis-Weber Classification). Danis-Weber Classification merupakan deskripsi fraktur ankle berdasarkan pada posisi fraktur terhadap tibiofibular syndesmosis (Weber A-di bawah level syndesmosis, Weber B-pada level syndesmosis, C-di atas level syndesmosis) [16, 17]. Â Pada fraktur ankle Weber B, umumnya dilakukan tindakan berupa pemasangan plate and screw [15, 18].
Penggunaan radiasi pengion di bidang kesehatan bagai pisau bermata dua. Di samping perannya yang besar dalam bidang diagnostik, radiasi pengion juga berpotensi menimbulkan mutasi serta aberasi kromosom [19]. Selain itu sebagian efek samping juga muncul setelah jangka waktu yang lama [20, 21]. Maka, selain menghasilkan citra yang optimal dan sesuai kriteria, tentunya radiografer juga wajib memperhatikan keamanan pasien. Penerapan prinsip proteksi radiasi selama proses pemeriksaan berlangsung merupakan salah satu hal yang krusial dalam menjaga keamanan pasien di instalasi radiologi. Â Adapun prinsip proteksi radiasi yang dimaksud meliputi:
A. Justifikasi: manfaat harus lebih besar dibandingkan risiko kerugian yang ditimbulkan.
B. Optimisasi: meminimalisir dosis yang diterima oleh pekerja radiasi dan masyarakat umum/publik. Hal ini dapat diwujudkan dengan penerapan prinsip ALARA "As Low As Reasonably Achievable" yang berarti dosis radiasi yang digunakan harus serendah mungkin yang memenuhi kebutuhan diagnostik.
C. Limitasi Dosis: dosis radiasi yang diterima pekerja radiasi dan masyarakat umum/publik tidak boleh melebihi Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan.
Pekerja radiasi khususnya radiografer tentunya wajib memiliki pemahaman yang baik mengenai proteksi radiasi. Namun, tentunya harus diimbangi dengan penerapannya di lapangan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat penerapan proteksi radiasi belum setara dengan tingkat pemahamannya secara teori [19-24]. Perlu dilakukan pelatihan secara intensif bagi radiografer untuk meningkatkan kesadaran penerapan proteksi radiasi [19, 25].Â
KESIMPULAN
Pemeriksaan Ankle AP merupakan bagian dari serangkaian tiga proyeksi yang memvisualisasikan tulang tibia distal, fibula distal, talus proksimal, dan metatarsal kelima proksimal. Proyeksi ini sering dilakukan pada kasus trauma pergelangan kaki dan fraktur pergelangan kaki yang dicurigai, selain proyeksi lateral dan mortise. Beberapa indikasi lainnya meliputi penilaian posisi fragmen dan implan pascaoperasi, evaluasi penyembuhan fraktur, penilaian ruang tibiofibular, dan pemeriksaan deformitas hindfoot.
Pada proyeksi ini, pasien dapat berbaring telentang atau duduk dengan kaki lurus di atas meja. Jari kaki menghadap langsung ke langit-langit. Hasil gambaran radiografi yang diharapkan meliputi sedikit tumpang tindih antara fibula distal dan tibia distal, serta visualisasi malleoli lateral dan medial. Ruang sendi tibiotalar harus terbuka, tetapi seluruh sendi mortise tidak perlu terlihat pada proyeksi ini. Hasil dari pemeriksaan ini adalah bahwa tibia distal, fibula distal, talus proksimal, dan metatarsal kelima proksimal tampak normal tanpa fraktur atau deformitas yang mencurigakan. Semua struktur tulang tampak sesuai dengan anatomi yang diharapkan.Â
DAFTAR PUSTAKAÂ