Lahir di lingkungan perjudian, serta berdiri tegak untuk hidup selama 15 tahun dalam belenggu kemaksiatan bukanlah suatu hal yang mudah.Â
Tersemat dalam jiwa dan raga ini nama Miftahul Huda, kata yang diambil dari bahasa arab dan memiliki makna sebagai "Kunci Petunjuk" seolah menjadi tujuan utama untuk menghabiskan sisa umur ini.Â
Banyak orang tua menginginkan anaknya hidup sukses, tak terkecuali kedua orang tuaku.Â
Miftahul Huda pun juga menginginkan hal itu terwujud. Namun, setelah melihat dialektika kehidupan yang begitu rumit, sepintas harapan itu pupus.Â
Aku melihat, sebagian orang di luar sana yang sukses dan memiliki gagasan hebat soal dunia, minimal memiliki lingkungan yang nyaman, aman, dan bersih dari pekatnya aktivitas maksiat semasa kecilnya.Â
Dan tak kalah penting juga, mereka memperoleh pendidikan yang mapan. Sedangkan, aku Miftahul Huda, harus menelan masa lalu kelam yang sudah terlanjur menjadi rekaman kehidupan.Â
Lihat saja, masa kecilku yang sudah berkecimpung dengan para penjudi, peminum, pengguna narkoba hingga para pekerja psk, dituntut untuk membalikkan tulisan takdir keluargaku.Â
Dalam seminggu, hanya hari Jum'at lah yang menjadi momen paling tenang dalam hidupku. Pasalnya, di hari itu semua kegiatan maksiat vakum dari segala rentetan jadwalnya.Â
Aku sang pemilik nama Miftahul Huda, mulai meninggalkan rumah dan kedua orang tuaku, sejak lulus Sekolah Dasar (SD).Â
Kendati demikian, di masa Sekolah Menengah Pertama (SMP) Huda, begitu sapaan akrabku, belum hengkang sepenuhnya dari geliat kemaksiatan.Â
Mulai kelas 3 SD aku sudah dicekokin oleh minuman keras oleh pelaku maksiat tak bertanggung jawab.Â
Mereka menipuku dengan mengatakan, minuman dalam plastik bening itu adalah jasjus rasa sirsak.Â
Dengan polos, Miftahul Huda kecil langsung meminum air itu, rasa panas dan mencekik seketika berada di kerongkongan.Â
Setelah itu, saat SMP aku yang sebulan sekali pulang dari pesantren, ditawari paksa minuman keras berjenis anggur merah.Â
Pertama, aku, Miftahul Huda tentu menolak dengan dalih hal itu dilarang agama. Seolah tak ingin menyerah, remaja remaja yang sudah terkontaminasi lingkungan maksiat itu, terus mengajak untuk minum minuman keras.Â
Bodohnya, di satu momen aku termakan gojlokan dari mereka, "Dasar cupu! Laki-laki kok nggak minum".
Kata-kata itu berulang kali terlontar dari mulut mereka, sampai-sampai aku menyerah dan terpaksa menemani mereka menghabiskan satu botol miras.Â
Hal itu menjadi awal diriku terjerumus dan mengikuti arus. Miftahul Huda yang sudah mulai aktif minum miras selama dua tahun kemudian mendapat eksperimen baru.Â
Yaps, obat-obatan terlarang mulai mereka sodorkan secara gratis kehadapanku. Badan yang sudah kalut karena terus menerus mabuk, langsung saja menenggak beberapa butir.Â
Hingga umur 19 tahun, Miftahul Huda seolah tak bisa lepas dari hal-hal terlarang itu. Sampai satu ketika, aku memutuskan untuk keluar dari zona nyaman dengan merantau ke Yogyakarta.Â
Aku, Miftahul Huda mulai mencari pekerjaan tetap dengan bermodal ijazah Paket C, tentu banyak perusahaan menolak mentah-mentah lamaranku.Â
Banyak dari mereka berdalih, aku yang minim pengalaman kerja dan strata pendidikan yang masih rendah juga.Â
1 tahun terpontang-panting mencari kerja, aku pun memutuskan untuk menulis, dengan menjadi content writer di salah satu media abal-abal.Â
Aku hanya digaji 1 juta dan dituntut untuk bekerja selama 16 jam pernah hari. Kendati demikian, aku, Miftahul Huda mencoba untuk bersabar.Â
Kalimat "Mungkin jalanku untuk sukses dan membalik tulisan takdir" Aku terus bertahan di profesi itu.Â
Hingga satu temanku, menyarankan untuk bekerja sebagai freelance content creator berbasis teks, dan aku pun menerima tawaran itu.Â
Puji syukur atas segala kekuranganku, Miftahul Huda akhirnya mendapat project menulis artikel news di salah satu media online terbesar kedua di Indonesia.Â
Hasilnya pun lumayan untuk mencukupi kebutuhanku selama merantau di Yogyakarta. Guna menambah penghasilan, aku pun mendaftarkan diri di Kompasiana.com
Tapi, satu hal selain bayaran yang kudapat, aku berharap dengan menulis bisa merubah suratan takdirku.Â
Aku, Miftahul Huda terus berkomitmen untuk terus membahagiakan diriku sendiri dan tak lupa kedua orang tuaku.Â
Tak kalah penting, aku harus menjadi penulis yang berhati baik, selalu memberikan manfaat bagi para pembaca.Â
Harap dimaklumi ya, jika tulisan ini masih sangat rancau untuk dibaca, karena aku masih baru menginjak 11 bulan dalam dunia tulis menulis artikel media online.Â
Berikut biodata singkat ku, jika kompasianer atau para pembaca ingin sepintas mengetahui geliat kehidupan ku di dunia nyata dan maya:
Nama Lengkap: Miftahul Huda
Nama Panggilan: Huda
Tempat, Tanggal Lahir: Lumajang, 24 Juli 2001
Pendidikan Terakhir: Paket C
Profesi: Ingin  jadi penulis
Media Sosial
Instagram: @miftahulhuda.aa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H