Memilki peran sebagai guru pendamping atau shadow teacher untuk anak berkebutuhan khusus sangat tidaklah mudah. Hal ini dikarenakan anak berkebutuhan khusus berbeda dengan anak lainnya.Â
Terlihat lebih khusus anak berkebutuhan khusus menunjukkan kekhususan yang menonjol seperti karakteristik fisik, tingkat kecerdasan, dan perilaku emosional yang lebih rendah atau lebih tinggi tingkatannya dari aak normal seusianya atau berada dari standar normal yang berlaku di masyarakat. Sehingga mengaami hambatan atau kesulitan dalam meraih kesuksesan baik dari segi social, personal, dan segi akademik (Bachri,2010). Kekhususan tersebutlah yang menjadikan sangat besar peran guru pendamping dan didukung dengan fasilitas, serta sekolah inklusi dalam menangani anak berkebutuhan khusus ini. Anak berkebutuhan khusus inilah yang nantinya tidak akan dihisab atas apa yang tidak ada dalam dirinya seperti standar normal bermasyarakat. Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT, bahwa Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (Q.S.Al-Baqarah/2:286).
Kemamampuan atau skill seseorang sangat dibutuhkan di dunia pendidikan atau dunia kerja, dimana setiap orang dituntut untuk serba bisa pada bidang yang difokuskan agar selaras dengan background pendidikan yang diampu. Menurut Zamroni (2001: 60), guru merupakan orang yang memegang peran penting dalam merancang strategi pembelajaran yang akan dilakukan di sekolah.Â
Keberhasilan dalam proses pembelajaran sangat tergantung pada sebuah keterampilan guru dalam mengajar dan kegiatan mengajar dapat dilakukan dengan baik dan benar oleh seseorang yang telah melewati pendidikan tertentu yang memang dirancang untuk mempersiapkan sebagai seorang guru atau guru pendamping.Â
Pernyataan tersebut mengantarkan kepada pengertian bahwa mengajar merupakan suatu profesi, dan pekerjaan seorang guru atau guru pendamping ialah  pekerjaan profesional. Setiap pekerjaan profesional dipersyaratkan memiliki kemampuan atau kompetensi tertentu agar yang bersangkutan dapat melaksanakan tugas-tugas profesionalnnya dengan baik. Maka dari ha tersebut bahwa peran guru pendamping atau shadow teacher sangatlah membutuhkan keterampilan khusus untuk meregulasi emosi atau perilaku dan kebiasaan buruk seorang anak di sekolah, serta membantu dalam mengoptimalkan perkembangan anak sesuai dengan kemampuan masing-masing anak.
Program pendidikan inklusi memunculkan suatu metode yang berfungsi untuk mendukung ABK dalam belajar di sekolah regular, yaitu shadow teacher. Shadow teacher sendiri adalah seorang guru pendamping yang pekerjaannya adalah secara langsung mendampingi anak berkebutuhan khusus, khususnya selama masa prasekolah dan sekolah dasar.
Adapun  peran dari shadow teacher ialah memahami berbagai macam kesulitan belajar anak serta mencari cara menangani anak berkebutuhan khusus dengan baik di kondisi kelas yang memungkinkan anak untuk menerima perhatian khusus yang anak butuhkan. Shadow teacher sendiri dilatih secara khusus untuk menjembatani anak dalam berinteraksi dengan orang lain dan membantu mereka memahami pelajaran di kelas. System komunikasi dan kerjasama yang tercipta antara shadow teacher, guru kelas, dan orang tua ABK sangatlah penting untu memenuhi kebutuhan anak. Guru atau wali kelas dan konselorÂ
sekolah bekerjasama dengan shadow teacher dalam melayani siswa serta menanamkan sikap tanggungjawab, mendorong kemandirian, dan mendorong siswa dalam belajar.
Shadow Teacher atau yang sering disebut dengan guru pendamping adalah guru yang bertugas untuk mendampingi anak berkebutuhan khusus di dalam kelas untuk mengikuti proses belajar mengajar dan pengerjaan tugas (Manansala & Dizon, 2008). Shadow teacher bisa bekerja di bawah arahan dari sekolah, orantua, atau terapis lainnya. Namun demikian, pada prakteknya di kelas, shadow teacher tetap di bawah koordinasi guru kelas dan di bawah pengawasan kepala sekolah. Ada beberapa tindakan yang dibutuhkan masing-masing kepala sekolah, guru sekolah, dan shadow teacher untuk membuat program pembelajaran onklusi dapat berjalan dengan baik, yaitu:
- Perencanaan, tahap ini dilakukan oleh kepala sekolah, dimana kepala sekolah akan menetapkan visi, peranan, tujuan dari pendampingan, dan definisi kontribusi masing-masing pihak dalam proses pembelajaran.
- Persiapan, dalam tahapan ini, guru akan memberitahu shadow teacher mengenai keterampilan dan pengetahuan apa saja yang dibutuhkan untuk mendukung peserta didik berkembang, serta konsep pembelajaran seperti apa yang diinginkan selama satu tahun ajaran.
- Pelaksanaan, guru pendamping kelas atau shadow teacher akan mendampingi murid untuk menangani setiap rintangan di kelas, berikut semua ketidapastian di tahapan awal perkembangan pengetahuan dan keterampilan murid
Hak-hak anak berkebutuhan khusus menjadi perhatian yang sangat besar dan adil sebagaimana anak normal lainnya, maka sangat perlu dukungan dari keluarga, masyarakat, pemerintah. Hal ini sejalan dengan isi undang-undang nomor 8 tahun 2016 menjelaskan tentang perlindungan hak anak penyandang disabilitas sebagaimana termuat dalam pasal 5 ayat (3), yaitu:
1. Mendapatkan perlindungan khusus dari diskriminasi, penelantaran, pelecehan, eksploitasi serta kekerasan dan kejahatan seksual;
2. Mendapatkan perawatan dan pengasuhan keluarga atau keluarga pengganti untuk tumbuh secara optimal;
3. Dilindungi kepentingannya dalam pengambilan keputusan;
4. Perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak;
5. Pemenuhan kebutuhan khusus;
6. Perlakuan yang sama dengan anak lain untuk mencapau integrasi sosial dan pengembangan individu, dan mendapatkan pendampingan sosial.Â
Berdasarkan laporan UNESCO 2011 tercatat ada 35 juta orang  penyandang autisme di seluruh dunia. Hal ini berarti rata-rata 6 dari 1000 orang didunia mengidap autisme (Media Online, CNN Indonesia).Selanjutnya menurut data 2014 dari Pemerintah Amerika Serikat, dinegara tersebut sebanyak 1,5 persen anak- anak atau satu dari 68 anak di negara Paman Sam adalah autistik. Angka ini meningkat 30 persen dari 2012, yang memiliki perbandingan satu banding 88 anak. Dalam sebuah studi lainnya yang  dilakukan pada 2012 menyatakan bahwa sebanyak 1,1 persen penduduk di atas 18 tahun di Inggris adalah autistik. Meski belum ada survei resmi tentang jumlah anak penderita autisme di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat StatistikÂ
jumlah anak usia 5 hingga 19 tahun di Indonesia mencapai 66.000.805 jiwa, maka diperkirakan pada tahun 2013 Â terdapat lebih dari 112.000 anak penyandang autisme di Indonesia (CNN).
Anak berkebutuhan khusus memiliki klasifikasi yang beragam setiap anak nya, ada beberapa klasifikasi anak berkebutuhan khusus ini diantaranya: Autis, ADHD, down syndrome, cerebal palsy, dan berbagai klasifikasi lainnya. Namun yang menjadi perhatian dalam tulisan ini mengenai anak Autis atau Autism Spectrum Disorder. Autisme merupakan gejala penutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar, merupakan gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain dan tidak tergantung dari ras, strata-ekonomi, strata sosial, tingkat pendidikan, geografis tempat tinggal, maupun jenis makanan.
Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak juga mewajibkan pemerintah untuk memenuhi hak anak berkebutuhan khusus sebagaimana yang termuat dalam pasal 21 yang berbunyi Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggungjawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hokum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan mental anak.
Perencananan pembelajaran adalah pedoman yang dikembangkan oleh seorang guru untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran. Jika rencana tersebut tidak direncanakan dengan baik, maka akan sulit bagi guru untuk melaksanakan pembelajarannya di dalam kelas. Sulitnya pencapaian pembelajaran di kelas juga terkait dengan ketersediaan bahan ajar yang relevan dengan pelajaran yang ditawarkan. Media pembelajaran merupakan sarana penyampaian pesan dalam proses pembelajaran, dimana guru berperan sebagai penyampai informasi dan guru harus mampu menggunakan berbagai media yang tepat dalam proses pembelajaran (Yuniarni, 2021).Â
Pembelajaran di sekolah inklusi memiliki kekhususan dari segi kurikulum nya, memiliki program pembelajaran individual terkhusus untuk ABK. Menurut Kustawan (2013:50) manajemen dapat didefinisikan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengendalian upaya dari anggota  organisasi serta penggunaan semua sumber daya yang ada pada organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Berkenaan dengan manajemen pendidikan E Mulyasa dalam Kustawan (2013) memaparkan bahwa manajemen pendidikan merupakan proses pengembangan kegiatan kerjasama sekelompok orang untuk mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan, kegiatannya mencakup perencanaan (planning),pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan pengawasan (controlling) sebagai suatu proses untuk mewujudkan visi menjadi aksi.
   Manajemen atau pengelolaan pendidikan inklusif di PAUD tidak terlepas atau tidak dapat dipisahkan dari manajemen pendidikan pada umumnya. Perencanaan PAUD penyelenggara pendidikan inklusif merupakan kegiatan manajemen pendidikan. Perencanaan sekolah tersebut adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan sekolah melalui urutan pilihan dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia, termasuk sumber daya pendukung pendidikan inklusif. DenganÂ
diselenggarakannya pendidikan inklusi maka program/kegiatan atau hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan inklusi harus terintegrasi dan secara nyata tertuang dalam Rencana Kerja Sekolah.  PAUD Inklusi Saymara adalah salah satu lembaga PAUD yang menggunakan  manajemen pendidikan inklusi yang meliputi proses perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pemantauan yang terintegrasi baik jangka panjang, jangka menengah, jangka pendek mengenai rencana kegiatan. Melalui penelitian ini akan dibahas bagaimana  implementasi manajemen pendidikan inklusi di PAUD Inklusi Saymara dalam rangka memberikan akses dan mutu pendidikan untuk anak ABK dan anak normal lainnya serta kendala-kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraan manajemen PAUD Inklusi.
Sayangnya, selama ini sistem pendidikan menganggap anak Autism atau sebagai anak yang tidak layak untuk berada dilingkungan masyarakat. Bahkan, tidak semua sekolah bisa menerima anak autism karena dari segi penanganan yang membuat sekolah tidak sanggup untuk mengajak anak tersebut bergabung ke dalam lembaga nya dan ini tidak sejalan dengan Undang-undang. "Kesadaran tentang anak autis sudah tumbuh, namun masyarakat belum mengerti dan menerima anak autis yang memang sangat membingungkan dari proses berpikir dan perilakunta". (Yayasan Autism Indonesi dan psikiater anak: 2013). penerimaan anak autis punya peran penting terhadap keberhasilan pemulihan anak autis yang unik. Tanpa penerimaan dari lingkungannya, anak autis tidak memiliki kepercayaan diri dan akan terus menjadi korban bullying serta masih mungkin mengalami diskriminasi terutama di sekolah. Rendahnya pengertian dan penerimaan terhadap anak autis juga berdampak pada orangtua dengan anak autis. Orang tua sulit membawa anak autis untuk bisa beradaptasi dengan lingkungannya, karena merasa khawatir atau bahkan malu, akibat tidak adanya pemahaman yang baik dan kurangnya penerimaan dari masyarakat
Penelitian dalam artikel ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Penelitian ini mengkaji peran shadow teacher untuk  pada anak autis dalam mengurangi perilaku autistic dalam tinjauan ABK AUD. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan konsep cerita yang sesuai dengan tujuan seorang peran dalam mengatasi permasalahan prilaku pada anak autis supaya anak autis bisa mengontrol perilaku nya dengan baik, dan memiliki kemandirian yang sesuai untuk kehidupan kedepannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H