Mohon tunggu...
Miftah Khilmi Hidayatulloh
Miftah Khilmi Hidayatulloh Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Dosen Ilmu Al-Quran dan Tafsir pada Program Studi Ilmu Hadis, Fakultas Agama Islam, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta, Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Tradisi

Pilih Hisab atau Rukyah? Pemahaman Dalil itu Tidak Tunggal!

28 Maret 2023   08:44 Diperbarui: 28 Maret 2023   09:05 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

: : :

 Rasulullah SAW bersabda kepada kami sekembali dari perang ahzab (ketika mengirim kami ke perkampungan Bani Quraizhah) : Sungguh janganlah Shalat Ashar seorangpun (dari kalian) kecuali di perkampungan Bani Quraizhah! Kemudian waktu Ashar menjumpai mereka di jalan, sehingga sebagian mereka berkata: "kita tidak salat sampai kita sampai ke sana". Sebagian lain berkata: "Kita salat, (karena) yang diinginkan untuk kita tidak seperti (teks lisan) itu". Hal ini diceritakan kepada Nabi Muhammad SAW, maka beliau tidak mencela salah satu pihak di antara mereka. HR Bukhari No. 946

Hadis tersebut memperlihatkan kebijakan Rasulullah SAW dalam merespon cara atau metode pemahaman dari para sahabatnya. Ada golongan sahabat yang memahami pesan beliau secara tekstual. Namun, ada golongan sahabat lain yang memahami pesan tersebut secara kontekstual. Ibnu Taimiyah dalam Kitab Muqaddimah fi Ushul Al-Tafsir menceritakan bahwa alasan golongan sahabat yang melaksanakan Shalat Ashar di jalan adalah waktu Shalat Ashar yang sudah sempit. Hal ini yang mendorong para sahabat itu untuk melaksanakan salat di jalan dan memahami teks lisan yang disampaikan Rasulullah itu tidak secara tekstual. Ada esensi yang terkandung dalam teks lisan tersebut, namun tidak dimunculkan secara eksplisit.

Fenomena pemahaman sahabat dalam hadis tersebut sangat relevan jika dihubungkan dengan fenomena pemahaman hadis rukyah yang terjadi di masyarakat muslim Indonesia. Sebagian pihak memahami hadis tersebut secara tekstual, sehingga mewajibkan rukyah hilal inderawi. Pihak lainnya memahami hadis tersebut secara kontekstual, sehingga membolehkan hisab atau hitungan untuk menentukan awal bulan Ramadan dan Syawal. Seandainya Kementerian Agama sebagai representasi ulul amri dapat menempatkan diri sebagai hakim atau penentu keputusan sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah SAW, maka keputusan itu akan menyejukkan dan mendamaikan masyarakat muslim Indonesia. Keputusan tersebut harus menjaga kehormatan tiap pihak, menjadi solusi bersama (win-win solution), dan mengarah pada kemaslahatan yang berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Tradisi Selengkapnya
Lihat Tradisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun