"Uwis, uwis. Sudah. Sabar." Mbah Hadi turut menenangkan Pras.Â
Pras meminta peserta rapat voting, memutuskan apakah dirinya diperbolehkan sebagai wakil ayahnya. Separuh lebih peserta menyetujui. Pras kembali mengutarakan pendapat yang sempat diinterupsi Karim.Â
"Jika bukit Sigit dikepras hampir bisa dipastikan kekayaan hutan hanya akan menjadi cerita bagi anak cucu kita.Â
"Jika kita amati di area bukit Sigit terdapat potensi wisata alam dan wisata reliji sekaligus. Kita tahu tepat di bawah bukit terdapat Gua peninggalan penjajahan Belanda dan di atas bukit ditemukan makam yang diyakini sebagai murid Sunan Kalijaga.Â
Bukankah sejak ditemukan makam itu ratusan muslim berziarah di makam tersebut. Ditambah Sendang Coyo dan Makam Mbah Gabus, itu semua merupakan aset wisata desa kita. Kita bisa bikin paket wisata."Â
Prasetyo memandang sekilas ke arah peserta rapat dan pejabat pemerintahan.Â
"Kita sudah bisa merasakan dampak pembalakan liar. Saat hujan petani gagal panen karena sawah kebanjiran. Pohon jati berubah bangunan rumah dan mebel mewah kualitas ekspor.Â
Sedang ketika kemarau panjang seperti sekarang udara semakin panas dari tahun ke tahun. Hujan tak kunjung turun. Tanaman mati karena kekeringan."Â
Lik Sutris menimpali, "kalau hujan tidak turun-turun itu bukan akibat hutan yang gundul, Mas Pras. Itu tak lain karena Anik, perawan yang hamil tanpa suami."Â
Prasetyo kaget mendengar Sutris menyebut Nama Anik. Apakah perempuan yang hamil di luar nikah itu adalah Anik, gadis yang selama ini menjadi kekasihnya. Pras shock berat. Ia terdiam tak bisa berkata-kata.
Sutris melirik kearah Pras. "Seluruh warga desa menanggung malu karena hal ini. Anik harus meninggalkan desa agar kita terbebas dari kutukan."Â