"Dia menikah dengan Rahmat."
"Rahmat anak kepala desa itu?"Â
"Siapa lagi..."Â
Keesokannya Wangsit langsung kembali ke desa. Hati tak kuat menahan kekecewaan. Kekasih berjanji setia ternyata menimang dusta. Rasa sakit hati berkecamuk meremuk perasaan. Cinta yang diharap menjadi satu di hari pelaminan.Â
"Setega iki kowe karo aku?" Wangsit langsung menghujat Rohana ketika mereka bertemu di persimpangan desa.Â
Rohana menunduk tak berani memandang mata Wangsit. Hati Wangsit bertambah perih ketika memandang perut Rohana sudah membuncit, hamil beberapa bulan.
"Aku terpaksa."
"Menikah dengan orang lain dan mengkhianatiku, kau bilang terpaksa?"
"Kau terlalu lama di Surabaya. Kenapa tak pernah pulang atau sekadar memberi kabar kepadaku? Aku menunggumu tapi kau tak lekas datang. Salah kalau aku menerima pinangan orang lain?! Toh aku sebelumnya tak pernah terikat resmi denganmu."
Mendengar pembelaan panjang dari Rohana Wangsit tak kuasa menahan hatinya. Ia melangkah cepat meninggalkan Rohana.Â
Malam pekat bercampur hujan rintik. Di sebuah jalan kecil wangsit mencegat Rahmat. Ia baru saja pulang dari kondangan. Wangsit membekap mulut Rahmat hingga kehilangan napas. Wangsit menyeret tubuh Rahmat menuju tepi sungai. Â