Mohon tunggu...
Miftahul Abrori
Miftahul Abrori Mohon Tunggu... Freelancer - Menjadi petani di sawah kalimat

Writer & Citizen Journalist. Lahir di Grobogan, bekerja di Solo. Email: miftah2015.jitu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sungai Klampis

28 Januari 2020   10:38 Diperbarui: 28 Januari 2020   10:53 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedang Wangsit meski sering berkunjung belum pernah berbicara tentang niat melamar, apalagi pernikahan. 

Wangsit tak mau kehilangan Rohana. Ia pergi ke kota mencari kerja. Ia ingin segera mencari modal mempersunting Rohana. 

Pagi itu ia berpamitan dengan emaknya. Ia ingin mengadu nasib ke Surabaya. Lalu.., perpisahan dengan Rohana membuat perantauan ke kota menjadi berat. Di dekat pohon klampis Rohana menangis terisak di pelukannya. 

Tak ada bayangan sedikit pun, jika di Surabaya Wangsit akan bekerja menjadi kuli bangunan. Tapi hal itu ia lakoni demi sebuah janji kepada Rohana. Janji mengumpulkan uang untuk mempersuntingnya. Ia bekerja dengan tekun dan menyisakan beberapa uang bayarannya. 

Setiap sabtu sore Wangsit menerima upahnya. Ia membayangkan barang- barang apa nanti yang cocok dijadikan mahar pernikahan. Kalung emas, cincin emas atau .. 

Ah, ia tak berani memikirkannya lebih lanjut. Pernikahan tak cukup memikirkan sebuah mas kawin. Setelah menikah tentu banyak kebutuhan yang harus tercukupi. Apalagi jika nanti mempunyai anak. 

Di sebuah bedeng, tempat tidur para pekerja bangunan, Wangsit bersantai sejenak. Setiap hari minggu semua pekerja diliburkan. Banyak pekerja menggunakan waktu libur dengan pulang ke kampung halaman atau sekadar pergi ke pantai Kenjeran, menikmati angin laut yang menyapa lembut. 

Genap setahun Wangsit menjadi kuli bangunan. Uang yang ia kumpulkan dirasa sudah cukup untuk biaya nikah. Ia tak ingin cepat pulang. Ia masih menimbun hasrat mengumpulkan lebih banyak uang. 

Wangsit menikmati makan siang di sebuang warung, tanpa sengaja ia bertemu dengan Sudin, teman desa yang bekerja di pabrik plastik. 

Sudin baru saja datang dari desa. "Aku punya kabar untukku. Kamu jangan terlalu kecewa dengan apa yang aku katakan nanti. Rohana..., kini sudah menikah."

"Menikah?" ucap Wangsit mengulang perkataan Sudin. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun