Mohon tunggu...
Miftahul Abrori
Miftahul Abrori Mohon Tunggu... Freelancer - Menjadi petani di sawah kalimat

Writer & Citizen Journalist. Lahir di Grobogan, bekerja di Solo. Email: miftah2015.jitu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sungai Klampis

28 Januari 2020   10:38 Diperbarui: 28 Januari 2020   10:53 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: https://hachi.ilearning.me/2015/04/03/filsafat-sungai/

Rohana melanjutkan ceritanya. Dulu ada sepasang kekasih dari desa seberang yang saling mengasihi tetapi sang perempuan berpindah ke desa seberang yang tak begitu jelas keberadaannya. Sang lelaki memberi wanita itu segenggam biji pohon Klampis lalu di setiap beberapa jengkal wanita itu menjatuhkan sebiji demi sebiji. 

Hingga tiba di desa yang disinggahi, biji terakhir itulah yang kini pohonnya masih ada. Sedang kini pohon klampis yang lain sudah rapuh termakan usia dan banyak juga yang ditebang dijadikan kayu bakar. 

"Kenapa pohon itu tak ikut ditebang?" tanya wangsit. 

"Enggak ada yang berani, Mas. Itu pohon tersisa yang dipercaya dari biji terakhir dari sang wanita." 

Beberapa tahun berikutnya lelaki itu mencari pasangannya dan ketika mereka bertemu ternyata sang wanita sudah menikah dan mempunyai anak.

 Sang lelaki hatinya hancur. Berserak seperti pasir kali yang bercampur batu kerikil. Tak sanggup menahan sakit hati ia memilih menjemput ajalnya sendiri dengan bunuh diri di seutas tali yang disampirkan di pohon klampis. 

"Untung cintaku kamu terima ya, Nduk. Kalau tidak, aku mungkin akan bernasib sama dengan lelaki itu," Wangsit berbicara dengan nada menggoda. 

"Laki-laki kok cilik ati, cengeng."

Wangsit tersenyum mengingat waktu yang berlalu. 

Kemarau berakhir dengan hadirnya rintik hujan. Kadang menjelma banjir, dan menjadi pertanda musim kehidupan berganti. Petani akan sibuk mengolah tanah dan segera ditanami jagung, kedelai atau kacang hijau. 

Biasanya ketika Rohana melewati pohon Klampis ia menyempatkan memungut ale, kecambah yang tumbuh dari biji klampis. bentuknya mirip tauge. Bedanya tunas ale lebih besar dan bagian atas berwarna kekuningan. Ale sangat enak melebihi rasa kecambah. Ale dibuat sebagai campuran pelengkap sayur lodeh atau bisa juga dioseng. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun