Sejak tahun 2015 saya diberi amanah menjadi guru pembimbing ekstrakurikuler jurnalistik  bagi siswa kelas 7 dan 8 SMP Al-Muayyad di Pesantren Al-Muayyad Surakarta. Mulanya saya antusias mendapat tawaran menjadi pembimbing jurnalistik. Namun, setelah berpikir beberapa hari, saya sempat menolak tawaran itu, di tengah ke-"sok sibukan" saya dan keterbatasan ilmu yang saya miliki.
Saya merasa kurang tepat ditunjuk menjadi pengajar jurnalistik. Saya tak memiliki background pendidikan ilmu komunikasi. Â Sejumlah nama saja ajukan kepada pihak sekolah, merekalebih pantas mengajarkan jurnalistik. Mereka berasal dari disiplin ilmu maupun pengalaman di jurnalistik lebih mumpuni, ketimbang saya yang hanya melakoni dunia menulis berdasarkan hobi, otodidak dan pengalaman di luar akademik.
Jadwal ekstrakurikuler sudah dibuat, dan pihak sekolah tak "sempat" merevisi. Akhirnya, bismillah sejak saat itu saya membagi ilmu jurnalistik kepada siswa.
Sebelum jadi pembimbing jurnalistik secara mandiri dan sukarela saya mengumpulkan santri/ siswa dan mengarahkan mereka menulis. Santri mengirimkan karya ke koran mulai tahun 2008). Saya terkenang sewaktu masih sekolah di MA Al-Muayyad (2003-2006) begitu kesulitan karena tanpa bimbingan bagaimana cara menulis dan mengirim karya ke media massa. Hal itu juga jadi alasan saya mengajak dan mengumpulkan siswa yang punya hobi menulis untuk mengirim karya ke koran. Saya meyakini dari ratusan santri/ siswa ada yang berminat menulis dan berpotensi menjadi penulis atau wartawan.
Saya mendirikan komunitas Thariqat Sastra Sapu Jagad di Pondok Pesantren Al-Muayyad pada 2009. Kami mengadakan diskusi literasi secara terbatas. Mulailah karya-karya siswa berupa reportase dimuat beberapa kali di Kompas Muda (rubrik Kompas), Kompas Jawa Tengah, dan Radar Solo (Jawa Pos Grup). Sedangkan karya berupa puisi dan cerpen dimuat di buletin sastra Pawon, Solopos, Suara Merdeka, dan Joglosemar, serta dibukukan oleh Balai Soedjatmoko, Buletin Sastra Pawon, dan Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT).
Curhatan lengkap tentang komunitas Thariqat Sastra Sapu Jagat saya tulis dalam artikel di bawah ini.
Ratih Kumala, Bandung Mawardi, dan Curhatan Penulis Pemula
Menjadi pembimbing jurnalistik menjadi cambukan bagi saya untuk konsisten menulis. Sejak  kuliah saya menjadi Kontributor Majalah Gradasi, Semarang di Solo (2008-2011), lalu sempat menjadi wartawan magang Radar Solo, Jawa Pos Grup (2011), menjadi editor Majalah SERAMBI AL-MUAYYAD (2012-2017). Kemudian saya tertantang menjadi wartawan profesional dan berhasil diterima sebagai wartawan Koran JITU (2015-2016), lalu wartawan Jitunews.com (2016-2017). Di ranah sastra beberapa kali tulisan saya dimuat Solopos, Joglosemar, dan Suara Merdeka, serta menjadi Juara 3 Lomba Menulis Cerpen SOLOPOS (2011), dan puisi saya berjudul Wuyung Ketundhung mendapat Penghargaan Puisi Terbaik Ukara Geni dari Buletin Sastra Pawon (2012).
Materi jurnalistik bagi siswa SMP ternyata berat bagi mereka. Selain harus menguasai materi, para siswa belum terbiasa membuat karya. Saya ingat, bahwa saya mengawali menulis dari menulis puisi, lalu cerpen, berita/reportase dan sedikit artikel. Bagi saya, menulis berita adalah hal yang paling sulit.
Di beberapa kesempatan saya membagikan buku, novel, kumpulan cerpen, kumpulan puisi  kepada siswa yang aktif, sebagai hadiah dan pemicu agar mereka menyukai membaca. Saya selalu berpesan agar siswa yang mendapatkan hadiah mau berbagi, dengan meminjamkan buku ke teman yang lain.
Tak jarang di awal tahun ajaran baru saya  membagikan bolpoin untuk semua siswa ekskul jurnalistik sebagai simbol dan bekal untuk menulis. Saya berharap mereka tetap menulis meskipun tak ada fasilitas pendukung yang memadai. Mereka tidak memakai komputer maupun laptop dalam kesehariannya karena di pesantren. Saya mengarahkan mereka menulis di buku tulis, lalu tulisan diserahkan ke saya. Saya bertugas mengetik dan mengedit seperlunya dan mengirim ke media.Â
Saya punya keinginan bisa membukukan karya mereka dalam sebuah buku, walau sederhana, fotokopi pun tak apa. Selebihnya saya akan mengarahkan mereka mengirim karya ke koran atau majalah. Semoga semangat mereka terus menyala, dan tak akan pernah padam, terlebih semangat saya. Alhamdulillah, sejak 2015 hingga 2019 beberapa karya siswa berupa opini dan sajak bertema remaja beberapa kali dimuat di Solopos.
Saya yakin, pihak sekolah yang mempunyai perhatian khusus terhadap kegiatan literasi pada akhirnya melahirkan penulis berbakat dari sekolah itu, setidaknya generasi yang suka membaca. Â (Miv)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI