Mohon tunggu...
Miftahul Abrori
Miftahul Abrori Mohon Tunggu... Freelancer - Menjadi petani di sawah kalimat

Lahir di Grobogan, bekerja di Solo. Email: miftah2015.jitu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ekskul Jurnalistik dan Mengoptimalkan Potensi Menulis Siswa

14 Januari 2020   06:12 Diperbarui: 14 Januari 2020   15:44 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan literasi semoga akan melahirkan penulis berbakat dari sekolah, setidaknya generasi yang suka membaca. Foto: Miftahul Abrori

Sejak tahun 2015 saya diberi amanah menjadi guru pembimbing ekstrakurikuler jurnalistik  bagi siswa kelas 7 dan 8 SMP Al-Muayyad di Pesantren Al-Muayyad Surakarta. Mulanya saya antusias mendapat tawaran menjadi pembimbing jurnalistik. Namun, setelah berpikir beberapa hari, saya sempat menolak tawaran itu, di tengah ke-"sok sibukan" saya dan keterbatasan ilmu yang saya miliki.

Saya merasa kurang tepat ditunjuk menjadi pengajar jurnalistik. Saya tak memiliki background pendidikan ilmu komunikasi.  Sejumlah nama saja ajukan kepada pihak sekolah, merekalebih pantas mengajarkan jurnalistik. Mereka berasal dari disiplin ilmu maupun pengalaman di jurnalistik lebih mumpuni, ketimbang saya yang hanya melakoni dunia menulis berdasarkan hobi, otodidak dan pengalaman di luar akademik.

Jadwal ekstrakurikuler sudah dibuat, dan pihak sekolah tak "sempat" merevisi. Akhirnya, bismillah sejak saat itu saya membagi ilmu jurnalistik kepada siswa.

Sebelum jadi pembimbing jurnalistik secara mandiri dan sukarela saya mengumpulkan santri/ siswa dan mengarahkan mereka menulis. Santri mengirimkan karya  ke koran mulai tahun 2008). Saya terkenang sewaktu masih sekolah di MA Al-Muayyad (2003-2006) begitu kesulitan karena tanpa bimbingan bagaimana cara menulis dan mengirim karya ke media massa. Hal itu juga jadi alasan saya mengajak dan mengumpulkan siswa yang punya hobi menulis untuk mengirim karya ke koran. Saya meyakini dari ratusan santri/ siswa ada yang berminat menulis dan berpotensi menjadi penulis atau wartawan.

Saya mendirikan komunitas Thariqat Sastra Sapu Jagad di Pondok Pesantren Al-Muayyad pada 2009. Kami mengadakan diskusi literasi secara terbatas. Mulailah karya-karya siswa berupa reportase dimuat beberapa kali di Kompas Muda (rubrik Kompas), Kompas Jawa Tengah, dan Radar Solo (Jawa Pos Grup). Sedangkan karya berupa puisi dan cerpen dimuat di buletin sastra Pawon, Solopos, Suara Merdeka, dan Joglosemar, serta dibukukan oleh Balai Soedjatmoko, Buletin Sastra Pawon, dan Taman Budaya Jawa Tengah (TBJT).

Curhatan lengkap tentang komunitas Thariqat Sastra Sapu Jagat saya tulis dalam artikel di bawah ini.

Ratih Kumala, Bandung Mawardi, dan Curhatan Penulis Pemula

Setelah menerbitkan 12 edisi semoga ada kekuatan dan keajaiban majalah yang saya cintai ini kembali terbit. Foto: Miftahul Abrori
Setelah menerbitkan 12 edisi semoga ada kekuatan dan keajaiban majalah yang saya cintai ini kembali terbit. Foto: Miftahul Abrori
Kemudian Ikatan Pelajar Madrasah Al-Muayyad (IPMA) Pusat, sebuah organisasi siswa yang terdiri dari siswa SMP, MA dan SMA, menggagas terbitnya Majalah SERAMBI AL-MUAYYAD (tahun 2012). Saya harus berusaha keras untuk mengenalkan mereka tentang dunia menulis dan jurnalistik. Sayang, Majalah yang kami rintis itu sedang vakum, berhenti terbit pada tahun 2017 setelah menerbitkan 12 edisi. Semoga ada kekuatan dan keajaiban, majalah yang saya cintai ini kembali terbit.

Menjadi pembimbing jurnalistik menjadi cambukan bagi saya untuk konsisten menulis. Sejak  kuliah saya menjadi Kontributor Majalah Gradasi, Semarang di Solo (2008-2011), lalu sempat menjadi wartawan magang Radar Solo, Jawa Pos Grup (2011), menjadi editor Majalah SERAMBI AL-MUAYYAD (2012-2017). Kemudian saya tertantang menjadi wartawan profesional dan berhasil diterima sebagai wartawan Koran JITU (2015-2016), lalu wartawan Jitunews.com (2016-2017). Di ranah sastra beberapa kali tulisan saya dimuat Solopos, Joglosemar, dan Suara Merdeka, serta menjadi Juara 3 Lomba Menulis Cerpen SOLOPOS (2011), dan puisi saya berjudul Wuyung Ketundhung mendapat Penghargaan Puisi Terbaik Ukara Geni dari Buletin Sastra Pawon (2012).

Kegiatan literasi semoga akan melahirkan penulis berbakat dari sekolah, setidaknya generasi yang suka membaca. Foto: Miftahul Abrori
Kegiatan literasi semoga akan melahirkan penulis berbakat dari sekolah, setidaknya generasi yang suka membaca. Foto: Miftahul Abrori
Beberapa pengalaman di atas membuat saya kini percaya diri mengemban tugas sebagai pembimbing jurnalistik. Pihak sekolah memberi pengarahan kepada saya untuk mengajar jurnalistik. Namun, saya mengusulkan untuk menyisipkan sastra pada ekstrakurikuler ini, dan pihak sekolah setuju. 

Materi jurnalistik bagi siswa SMP ternyata berat bagi mereka. Selain harus menguasai materi, para siswa belum terbiasa membuat karya. Saya ingat, bahwa saya mengawali menulis dari menulis puisi, lalu cerpen, berita/reportase dan sedikit artikel. Bagi saya, menulis berita adalah hal yang paling sulit.

Di beberapa kesempatan saya membagikan buku, novel, kumpulan cerpen, kumpulan puisi  kepada siswa yang aktif, sebagai hadiah dan pemicu agar mereka menyukai membaca. Saya selalu berpesan agar siswa yang mendapatkan hadiah mau berbagi, dengan meminjamkan buku ke teman yang lain.

Tak jarang di awal tahun ajaran baru saya  membagikan bolpoin untuk semua siswa ekskul jurnalistik sebagai simbol dan bekal untuk menulis. Saya berharap mereka tetap menulis meskipun tak ada fasilitas pendukung yang memadai. Mereka tidak memakai komputer maupun laptop dalam kesehariannya karena di pesantren. Saya mengarahkan mereka menulis di buku tulis, lalu tulisan diserahkan ke saya. Saya bertugas mengetik dan mengedit seperlunya dan mengirim ke media. 

Saya punya keinginan bisa membukukan karya mereka dalam sebuah buku, walau sederhana, fotokopi pun tak apa. Selebihnya saya akan mengarahkan mereka mengirim karya ke koran atau majalah. Semoga semangat mereka terus menyala, dan tak akan pernah padam, terlebih semangat saya. Alhamdulillah, sejak 2015 hingga 2019 beberapa karya siswa berupa opini dan sajak bertema remaja beberapa kali dimuat di Solopos.

Satu karya siswa SMP Al-Muayyad di rubrik Sajak Remaja Solopos. Foto: Miftahul Abrori
Satu karya siswa SMP Al-Muayyad di rubrik Sajak Remaja Solopos. Foto: Miftahul Abrori
Melihat mereka, saya teringat "perjuangan" saya menekuni hobi menulis saat masih berseragam putih abu-abu  di pesantren itu, tanpa teman diskusi yang benar-benar punya hobi yang sama, tanpa arahan khusus, hanya belajar dari buku, membaca, dan workshop menulis di berbagai kota.

Saya yakin, pihak sekolah yang mempunyai perhatian khusus terhadap kegiatan literasi pada akhirnya melahirkan penulis berbakat dari sekolah itu, setidaknya generasi yang suka membaca.  (Miv)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun